Kamis, 30 April 2015

Bedanya Riya Muslim dan Riya Munafik

Riya atau mengharap sanjungan dan pujian dari orang lain ketika beramal jika ditinjau dari pelakunya terbagi menjadi dua:

1. Riyanya seorang muslim
2. Riyanya orang munafik

Adapun riyanya seorang muslim terjadi di sebagian peribadahan, seperti orang yang riya pada shalatnya agar mendapat pujian, sanjungan dan sejenisnya.

Adapun riyanya orang munafik terjadi pada perkara yang pokok pada agama. Yakni, dia menampakkan keislaman padahal pada batinnya menyimpan kekafiran, sebagaimana Allah berfirman: "Mereka (orang-orang munafik) riya kepada manusia, dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit saja" (QS. An Nisa 142).

(At Tamhid Syarah Kitabit Tauhid karya Syaikh Shalih alu Syaikh, hal. 35. Dinukil dari Al Imta' bi Ma'rifati at Taqsimi wal Anwa' karya Nashir Ahmad Ali al 'Adani, hal. 47, Maktabah Imam al Wadi'i 2007)

Allah akan Menampakkan Isi Hatimu ketika Detik Ajalmu

Ikhwatii fillah,
Begitu mengerikan jika kita membayangkan tiba-tiba malaikat maut mendatangi kita.

Di saat itulah amal yang sedang kita lakukan menjadi penentu.

Yang menentukan baik atau tidaknya akhir kehidupan kita adalah diri kita sendiri.

Ya. Kitalah yang menentukan.

Perhatikanlah petikan kalam ulama kita, Syaikh Abdullah ibn Shalfiq hafizhahullah:

"Sesungguhnya Allah dengan hikmah dan keadilan-Nya, jika mengetahui seorang hamba yang jujur hatinya dan baik niatnya, maka dia akan diberikan oleh Allah taufik untuk BERAMAL SHALIH DI AKHIR KEHIDUPANNYA. Walaupun (pada sebagian hidupnya) dia mengamalkan juga amalan yang jelek.

Namun, apabila Allah mengetahui bahwa ada seorang hamba yang rusak hatinya, maka kelak dia akan menutup umurnya dengan su'ul khatimah (akhir yang jelek). Walaupun (di kehidupannya) dia mengamalkan amalan yang nampak di pandangan manusia sebagai amalan ahlul jannah. Akan tetapi Allah telah membongkar hakikat yang sebenarnya kepada manusia (dari rusaknya hati hamba tersebut) sebagai pelajaran dan nasehat bagi kaum mukminin".

(Lihat Al Amalu bil Khawatim karya Syaikh Abdullah Shalfiq azh Zhafiry, hal. 22, cet. Dar Manaratil Islam 2013).

Ikhwatii fillah,
Oleh karenanya lah, mari kita senantiasa beramal shalih, karena tidak tahu kapan Malaikat Maut menjemput kita.

Dan hendaknya kita jangan lalai dari usaha untuk membersihkan hati dan niat kita dari kotoran-kotoran.

Usaha terbaik yang bisa lakukan adalah MENUNTUT ILMU AGAMA ALLAH DAN MENGAMALKANNYA.

Semoga kita bisa menutup hidup ini dengan amalan yang shalih, menggapai husnul khatimah. Amin.

Kenapa Engkau Tidak Mau Belajar ?

Tanbih dari Syaikh Shalih Fauzan terhadap Orang yang Lalai dari Menuntut Ilmu Syar'i

Berkata hafizhahullah di dalam Syarah Tsalatsatil Ushul:

"... Adapun ilmu yang terkait masalah dunia, barang siapa yang bodoh akan ilmu tersebut maka dia tidak berdosa.
Dan siapa yang mau mempelajarinya, maka itu perkara yang mubah.
Jika ilmunya bisa bermanfaat bagi umat maka dia mendapat ganjaran dan pahala.
Jika seseorang mati dan dia bodoh akan ilmu (dunia) ini, maka di hari kiamat dia tidak akan dihukum.

Akan tetapi jika seorang mati dan dia BODOH TERHADAP ILMU SYAR'I, terkhusus ilmu agama yang sifatnya darurat (harus) untuk dipelajari, maka dia akan ditanya di hari kiamat:
Mengapa engkau tidak mempelajarinya?
Mengapa engkau tidak bertanya? ..."

(Dipetik dan disadur dari Jaami' Syuruh ats Tsalatsatil Ushul, hal. 35, cet. Dar Ibnil Jauzi 2012)

Kokoh Karena Ujian

Berkata seseorang kepada Imam Syafi'i:
Wahai Abu Abdillah, manakah dari keduanya yang lebih afdhal, antara seorang yang dikokohkan atau seorang yang diberikan ujian?
Imam Syafi'i menjawab: Tidaklah seseorang dikokohkan sampai dia diberikan ujian.
Karena Allah telah memberikan ujian kepada Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad shalatullahi wa salaamuhu 'alaihim ajma'in.
Ketika mereka bersabar, merekapun dikokohkan.
Janganlah seseorang menyangka dia akan terbebas dari perkara yang menyakitkan sama sekali.
(Al Fawaaid, hal. 269)

Berkata Fudhail ibnul Iyadh:
Seorang hamba tidak akan mencapai hakikat keimanan sampai dia menganggap musibah sebagai nikmat dan merasa lapang dengan musibah.
Juga sampai hamba tersebut tidak menyukai pujian ketika dia beribadah kepada Allah.
(As-Siyar, 8/434)

Ketika Berwasiat Minta Dikuburkan di Dalam Masjid

Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang seseorang yang membangun mesjid, kemudian orang tersebut berwasiat agar dikuburkan di dalam mesjid tersebut.

Maka dikuburkanlah dia di dalam mesjid.

Lalu apa yang harus diperbuat sekarang?

Syaikh menjawab:

Wasiat ini, yang aku maksud adalah wasiat untuk menguburkan seseorang di dalam mesjid, adalah wasiat yang tidak benar.

Karena mesjid bukanlah kuburan.

Tidak boleh menguburkan di dalam mesjid.

Melaksanakan wasiat yang seperti ini adalah haram.

Maka sekarang wajib untuk menggali kuburan ini, dan mengeluarkan mayitnya untuk dikuburkan di perkuburan muslimin.

(Silahkan lihat Fatawal Aqidah wa Arkanil Islam-Syaikh Utsaimin, hal. 260, cet. Maktabatush Shafa 2006).

Ada Apa Dengan Tafsir Jalalain

Syaikh Shalih Fauzan pernah ditanya:
Apa pendapatmu (wahai Syaikh) tentang tafsir Jalalain?

Beliau menjawab:
Tafsir Jalalain adalah tafsir yang ringkas yang ditulis oleh dua orang Hafizh. Yaitu Al Hafizh al Mahalli dan Al Hafizh as Suyuthi.

Keduanya mempunyai gelar dengan nama Jalaluddin.

Oleh karenanya (tafsir ini) dinamakan Al Jalalain. Yaitu tafsir Jalaluddin al Mahalli dan tafsir Jalaluddin as Suyuthi karena Jalaluddin al Mahalli meninggal dunia sebelum menyempurnakan penulisannya. Maka Imam As Suyuthi lah kemudian yang menyempurnakannya.

Tafsir ini adalah tafsir yang sangat ringkas dan yang memudahkan bagi penuntut ilmu, bagi pembaca pemula dan bagi penghafalnya.

Akan tetapi sudah menjadi perkara yang maklum bahwa kedua penulis tafsirnya berakidah Al Asy'ariyah.

Maka dari sisi ini, wajib untuk kita memperingatkan terhadap penyandaran tafsir keduanya dalam ayat-ayat shifat (Allah).

(Silahkan lihat Irsyadhul Khillan ila Fatawal Fauzan-Syaikh Shalih Fauzan, juz 1, hal. 111, cet. Darul Bashirah 2009).

Rabu, 29 April 2015

Empat Anugerah Allah

Anugerah Allah atas umat ini di zamannya ada empat:

1. Dengan adanya Imam Syafi'i yang bertafaquh dengan hadits rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.

2. Dengan adanya Imam Ahmad ketika beliau kokoh di masa mihnah (fitnah halqul qur'an). Kalau tidak demikian, niscaya manusia akan menjadi kufur.

3. Dengan adanya Yahya bin Ma'in yang membongkar kedustaan (para pemalsu hadits) yang terdapat pada hadits-hadits rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.

4. Dengan Abu 'Ubaid yang menjelaskan makna yang gharib (dalam kata-kata).

(Ucapan Hilal bin al A'la dalam Tahdzibut Tahdzib karya Ibnu Hajar al Atsqalani)

* Silahkan lihat pada kitab tersebut cet. Muassasah ar Risalah 2001, jil. 1, hal. 44.

Sudahkah Anda Berdoa Hari Ini?

Jangan sampai hari ini kita lupa dari berdoa!

Bekata Dzun Nun al Mishri, bahwa Al Hasan pernah berkata:
"Tidaklah aku takut terhadap kalian doa yang tidak dikabulkan.
Hanya saja yang aku takutkan terhadap kalian adalah terhalangnya kalian dari berdoa". ( Al Hilyah 9/347).

Kalaupun berdoa, jangan lupa meminta sesuatu yang penting. Apa itu?

Berkata Khaitsamah:
"Apabila engkau meminta sesuatu maka bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkannya.
Mintalah kepada Allah al Jannah (surga).
Bisa jadi hari dimana engkau memintanya adalah hari dimana doamu terkabul." (Al Hilyah 4/119).

* Atsar dinukil dari At Tahdzibul Maudhu'i Lihilyatil Aulia, hal. 314-315, cet. Dar Ath-Thayyibah 2005.

Orang Macam Apa Aku Ini

Terkadang batin ini bergumam:
"Orang macam apa aku ini"

Dalam putaran hari 24 jam, sedikit sekali aku pergunakan untuk ibadah.

Shalat?
Shalatku hanya sebatas yang 5 waktu saja. Adapun rawatib, seringnyd terluput.

Shalat witir, shalat dhuha dan shalat-shalat sunnah lainnya, ah.. Aku malu untuk mengakuinya.

Puasa?
Puasa Ramadhan tentu. Puasa senin kamis, puasa 3 hari tiap bulannya dan puasa-puasa sunnah lainnya, sekali lagi, aku malu untuk mengungkapkannya.

Thalabul ilmi?
Hmm.. Hanya di sisa waktu. Itupun kadang absen, udzur sibuk dan lelah kian mencacati kualitas thalabul ilmiku.

Shadaqah?
Aku merasa paling pelit dan bakhil terhadap amalan ini. Aku paling sering ditraktir sahabatku ketimbang aku yang mentraktir.

Kalaupun aku mengeluarkan shadaqah, aku merasa berat, padahal sedikit sekali yang aku keluarkan.

Muamalah?
Juga muamalah.

Mungkin aku orang yang paling egois di antara sahabat-sahabatku.

Aku senang mengkritik dan menilai orang. Tapi kalau ada orang yang menegurku, ah.. Sesak hati ini. Maunya aku mentahkan nasehat-nasehatnya dengan sejuta alasan dariku.

Kalau ada ajakan berta'awun dalam dakwah, maka aku akan timbang dengan kaidah "kalau ada untung dunia buatku, maka aku ikut. Kalau tidak ada, maka aku tinggalkan".

Kalau terpaksa aku ikut berta'awun, maka aku orang yang paling ga mau repot dan paling yang ga mau capek.

Wahai sahabat-sahabatku. Aku minta maaf kepada kalian semua. Jangan tinggalkan aku karena kejelekan akhlakku.

Bantulah aku untuk menjadi lebih baik. Jangan biarkan aku tuk memikul beban hidup ini sendiri.

Jangan bosan untuk menasehati aku. Jangan membenci aku karena jeleknya perangaiku.

Doakan aku di kesendirianmu. Doakan aku agar selamat di hari hisab.

Yaa Allah, berikanlah kesabaran kepada para sahabatku. Berikanlah kepada mereka pahala yang besar atas kesabaran mereka yang mau bergaul denganku.

Ampunilah dosa-dosa kami dan rahmatilah kami. Kumpulkanlah kami bersama di jannah-Mu kelak. Amin.

Sabtu, 25 April 2015

Konsekuensi Pertemanan Sejati

Sungguh indah muamalah antar muslim, terkhusus sesama ahlussunnah, ketika di hati mereka jauh dari hasad, iri dan benci.

Satu sama lain tertaut di atas prinsip dan manhaj yang sama. Juga, saling mencinta karena Allah.

Tentunya keindahan persaudaraan di atas akan terwujud ketika masing-masing pribadi bisa menancapkan salah satu petuah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam ke dalam hatinya, sabdanya:
"Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian sampai menyukai untuk saudaranya (seiman) dengan apa-apa yang dia sukai untuk dirinya sendiri".
(HR. Bukhari dan Muslim).

Itulah salah satu hadits yang akan membumi hanguskan rasa hasad, iri dan benci pada dada seorang muslim terhadap saudara muslim yang lain.

Ikhwatii fillah, Kalau diri kita merasa senang jika mendapat suatu kebaikan, maka hendaknya kita juga senang jika kebaikan itu didapat oleh saudara kita.

Sebaliknya, jika kita tidak suka kalau kejelekkan menimpa diri kita, maka harusnya kita juga tidak suka kalau kejelekkan itu menimpa saudara kita.

Hmm..
Mudah dibicarakan, tetapi susah dipraktekkan.

Ya. Susah dipraktekkan. Allahu musta'an.

Mengapa demikian?

Tahukah, termasuk konsekuensi kecintaan kepada saudaranya adalah menegakkan amar ma'ruf nahi munkar.

Benar. Saling memotivasi dalam hal ketaatan dan saling memperingatkan dalam hal dosa dan kemaksiatan.

Tapi, mau tidak mau suka atau tidak suka inilah konsekuensinya.

Bagaimana tidak, karena dengan menghidupkan amar ma'ruf nahi munkar, ketaatan akan selalu teringat dan kemaksiatan akan selalu terhindar.

Ikhwatii fillah,
Perlu diperhatikan, hendaknya dalam beramar ma'ruf nahi munkar jangan terlupa dari bimbingan ilmu dan adab.

Mintalah bimbingan asatidzah dalam hal ini. Jangan sampai kita salah langkah dalam menjalankannya.

Mari kita memohon kepada Allah agar kita bisa menjadi hamba yang bisa menjalani ibadah amar ma'ruf nahi munkar.

Kita juga meminta kepada Allah agar kita senantiasa terbimbing dalam menjalankan ibadah amar ma'ruf nahi munkar di atas arahan ilmu dan adab.

Wallahu alam.

Bahasa Arab Bahasa di Akhirat?

Dengan bahasa apakah manusia kelak akan berkomunikasi di hari kebangkitan?

Apakah mereka dan Allah berkomunikasi dengan bahasa Arab?

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:

Tidak diketahui dengan bahasa apakah manusia akan berbicara nanti di hari tersebut (hari kiamat).

Dan tidak diketahui, terdengar dengan bahasa apa Allah jalla wa 'alaa nanti ketika berbicara.

Karena Allah ta'ala tidak mengkabarkan kepada kita tentang hal itu.

Tidak juga rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam.

Dan tidak benar bahwa bahasa persia adalah bahasa penduduk jahannam.

Tidak juga bahasa arab, sebagai bahasa penduduk negeri kenikmatan yang abadi (Al Jannah).

Kami tidak mengetahui adanya pertentangan di kalangan para shahabat radhiallahu 'anhum tentang hal ini.

Bahkan mereka semuanya berdiam diri dari permasalahan ini.

Karena membahas perkara yang semacam ini termasuk kepada macam fudhulil qauli (ucapan yang tiada guna).

(Majmu al Fatawa 4/300. Dinukil dari Al Fawaidul Muntaqah min Fathil Bari-Syaikh Abdul Muhsin al 'Abbad, hal. 99)

Jumat, 10 April 2015

Merasa Paling Susah dan Miskin?

Merasa orang paling susah ?
Merasa orang paling miskin ?

Coba cermati hadits ini!

Dari Nu'man bin Basyir radhiallahu'anhuma, beliau berkata:
Saat Umar ibnul Khaththab menyebut tentang keadaan manusia terhadap dunia, beliau berkata:
Sungguh aku telah melihat Rasulullah seharian penuh kelaparan. Beliau tidak mendapatkan (apapun) walau hanya jenis kurma yang rendah sekalipun untuk mengganjal perutnya.
(HR. Muslim).

Subhanallah..

Sudahkah kita sampai pada taraf seperti itu?

Sepertinya kita hanya kurang bersyukur saja.

Karena sikap kurang mensyukuri nikmat, maka sikap qana'ah (merasa cukup dengan pemberian Allah) menjadi hampa di hati.

Ikhwatii fillah,
Sepertinya kita juga tidak pantas untuk sembarangan mengeluhkan keadaan 'kekurangan' versi kita kepada saudara kita.

Yang pantas adalah senantiasa kita keluhkan 'kekurangan' versi kita ini kepada Rabbul kariim wa khairur Raazikiin, Al Ghaniy subhanahu wa ta'ala.

Wallahu alam.