Kamis, 28 Mei 2015

Shalat Ketika Safar

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullahu:

"Termasuk dari bimbingan Rasulullah dalam safarnya adalah mengqashar shalat fardhu.

Tidak dinukilkan bahwasanya beliau mengerjakan shalat sunnah, baik sebelum atau sesudahnya.

Kecuali pada shalat sunnah witir dan shalat sunnah fajar (qabliyah shubuh).

Sesungguhnya (dalam kedua shalat tersebut) Rasulullah tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim atau safar..."

(Silahkan lihat Mukhtaraat min Kitab Zaadil Ma'ad-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 15, cet. Muassasatu asy Syaikh Muhammad ibn Shalih al Utsaimin)

Sabar dalam Mendidik Santri

Untuk sahabat-sahabat seperjuangan, para mudarris di mahad-mahad ahlussunnah, semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

Sedikit petikan dari kesabaran Imam Adh Dhahhak rahimahullah.

Imam adz Dzahabi di dalam Siyar A'lamun Nubala bercerita tentang Imam Dhahak ibn Muzahim rahimahullah.

Beliau menuturkan,
"Beliau (Imam Adh Dhahhak) adalah seorang fakih yang mempunyai sebuah tempat mengajar besar dan terkenal.
Di dalamnya terdapat 3000 anak kecil.
Beliau datang mengendarai seekor keledai dan berkeliling kepada anak-anak kecil didikannya (untuk mengajari Al Qur'an)."
(As Siyar 4/599).

Subhanallah, betapa sabarnya beliau dalam mengajar.

Bayangkan, 3000 anak kecil!

Tunggu sebentar.

Imam Ats Tsauri menambahkan suatu yang lebih mencengangkan lagi. Beliau menuturkan, "Imam Adh Dhahhak adalah seorang pengajar, dan beliau tidak mengambil ganjaran (dari aktivitasnya kecuali pahala Allah)."

Allahu musta'an.

Sahabat, pantaskah kita mengeluh?

Rabu, 27 Mei 2015

4 Muadzin Rasulullah

Rasulullah mempunyai 4 orang muadzin.

Dua orang yang di Madinah, yaitu Bilal ibn Rabah dan Amr ibn Umi Maktum.

(ketiga) Saad al Qurrazh di Quba.

(keempat) Abu Mahdzurah di Mekkah.

(Silahkan lihat Mukhtaraat min Kitab Zaadil Ma'ad-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 15, cet. Muassasatu asy Syaikh Muhammad ibn Shalih al Utsaimin 2012).

Selasa, 26 Mei 2015

Doa tak Kenal Henti

"Kita ini banyak berbuat dosa dan terlalu sering melupakan Allah. Lalu, apakah pantas bagi diri ini untuk selalu berdoa dan meminta kepada Allah?"

Kira-kira demikianlah salah satu syubhat setan dalam menjauhkan seseorang untuk berdoa.

Malu rasanya untuk selalu meminta.

Merasa minder untuk berdoa.

Akhirnya ritual doa pun kian terkikis hilang.

Pelan tapi pasti..

Jangan wahai saudaraku !

Jangan berhenti berdoa..!

Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidak ada suatu perkara yang lebih mulia yang bisa dilakukan oleh seorang hamba dalam memuliakan Allah dibandingkan sebuah doa".

(HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad. Dishahihkan Syaikh al Albani dalam Shahihul Jami 5268).

Kalo engkau meninggalkan doa, maka kerugiannya akan kembali kepada dirimu sendiri.

Dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, bersabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam:

"Barang siapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah murka kepadanya".

(HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad, dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam As Silsilahush Shahihah 2654).

Mari kita perbanyak doa.

Karena Allah Maha Kaya dan Maha Kuasa untuk mengabulkan doa.

Apapun masalahmu, mintalah kemudahan dan pertolongan kepada Allah.

Duhai betapa butuhnya kita kepada doa.

Wallahu alam.

Tuduh Akalmu!

"Kok kayanya hadits ini ga masuk akal ya.. Ga mungkin begini ah.. Masa iya..??"

Kalau saja ada dibenak kita ada perasaan seperti ini, hati-hati.

Ragu akan ayat atau hadits, urusannya besar.

Syaikh Abdurrazaq 'Afifi menasehatkan kepada kita:

"Wajib bagi seorang insan untuk menuduh (tidak beres dari) akal dan pikirannya dibandingkan menuduh Rasulullah atau menuduh perawi-perawi (hadits) yang adil (telah terpercaya), atau menuduh Rabbnya terhadap wahyu-Nya.

Hendaknya tingkat rasa yakinmu kepada Rabbmu dan Rasulmu itu lebih besar ketimbang rasa yakinmu kepada pikiranmu sendiri.

Karena akal itu terbatas.

Pengalaman telah membuktikan akan banyaknya kesalahan dan keterbatasan (pada akal).

Tidak tahunya (pada akal) lebih banyak dari yang tahunya.

Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk meyakini bahwa pikiran kita itu pendek.

Kita harus berkeyakinan bahwa wahyu Allah itu sempurna dan benar adanya.

Kita pun harus meyakini bahwa perawi-perawi hadits yang telah terpenuhi pada mereka syarat-syaratnya dalam menukil hadits dan dhabt-nya (kekokohan hafalan) yang telah ternilai di sisi para ahlu hadits itu lebih kita percayai ketimbang percaya kepada pemikiran kita sendiri".


  1. (Syubuhaat Haula Sunnah-Syaikh Abdurrazaq 'Afifi, hal. 14, cet. Darul Furqan 2011).

Bangun Lagi, Tidur Lagi

Bangun lagi.. Tidur lagi..
Bangun lagi.. Tidur lagi..

Jangan salah !

Ini bukan gambaran orang pemalas yang aktifitasnya hanya tidur saja.

Ini adalah sebuah fenomena menakjubkan yang jarang sekali orang bisa melakukannya.

Lho kok bisa ?!

Muhammad ibn Yusuf rahimahullah pernah bercerita tentang pengalaman beliau bersama Imam Bukhari rahimahullah.

Beliau menuturkan:
Pada suatu malam aku pernah singgah di suatu tempat bersama Imam Bukhari.

Aku pun menghitung aktifitas Imam Bukhari yang selalu terbangun dari tidurnya kemudian menyalakan penerangan.

Lalu tidur lagi.

Tak lama beliau pun bangun kembali.

Demikian seterusnya.

Ini dilakukan karena beliau teringat akan suatu faidah ilmu yang ingin ditulisnya, beliaupun bangun.

Setelah selesai mencatat faidah, beliau pun merebahkan badannya lagi.

Ini terjadi sebanyak 18 kali dalam semalam.

Bahkan Muhammad ibn abi Hatim al Warraq, seorang rekan Imam Bukhari yang lain, mengatakan bahwa ini terjadi sampai bilangan 20 kali.

Subhanallah..

Suatu kejadian yang menakjubkan.

Bagaimana dengan kita?

Apakah kita biarkan saja faidah-faidah yang kita dapat, lewat begitu saja?

Apa bentuk penjagaan faidah-faidah ilmu yang telah engkau dapat?

Hmm..
Sudah terlalu banyak kita membuangnya.

Allahu musta'an.

(Silahkan merujuk ke Tahdzibul Kamal dan Tarikh Baghdadi tentang kisah Imam Bukhari di atas.)

Senin, 25 Mei 2015

Alim, Muta'alim dan Orang Liar

Berkata Ali ibn Abi Thalib radhiallahu'anhu:

Manusia terbagi menjadi tiga jenis:

1. Alim rabbani (orang yang mendidik dan membimbing umat dengan ilmu).

2. Muta'alim (orang yang belajar ilmu) kepada jalan yang selamat

3. Orang yang liar (semaunya, tiada arah tujuan) yang mengikuti setiap kebanyakan orang.

(Lihat Hilyatul Aulia. Dinukil dari Al Qaulul Mudabbaj bi dzikri washaya fil manhaj-Syaiki Ubaid al Jabiri, hal. 18, cet. Al Mirats an Nabawi 2012).

Kalau kita bukan orang yang jenis pertama, kita harus berusaha menjadi orang yang jenis yang kedua.

Semoga saja kita dijauhkan dari orang yang jenis ketiga.

Amin.

HUMANIS

Sebagian orang merasa bangga dengan predikat tersebut.

Berjiwa sosial dan menebar kepedulian adalah tuntutan utama bagi seorang pegiat lembaga yang mengdepankan humanis.

Coba..
Kalau saja mereka mau sedikit menengok Islam, niscaya akan mendapatkan suatu keindahan yang sempurna.

Humanis ?

Tentu..!

Syaikh Rabi' ibn Hadi al Madkhali hafizhahullahu ta'ala menuturkan:

"... Islam tidak melegalkan suatu bentuk kezhaliman. Baik terhadap manusia atau sampai pun terhadap burung dan hewan-hewan yang tidak diperhatikan keadaannya.

Ini adalah bentuk peradaban mulia, yang bisa menjamin siapa-siapa yang dibawah naungan dan pangkuannya dengan aman, (tentunya) bagi siapa yang menunaikannya.

Seekor burung yang dibunuh tanpa alasan yang benar, maka pelakunya harus bertanggung jawab nanti di hari kiamat.

Seekor kucing yang dikurung sampai mati, maka yang mengurungnya akan diazab dengan neraka..."

(Al Ihsan-Syaikh Rabi' ibn Hadi al Madkhali, hal. 35, cet. Darul Imam Ahmad 2007).

Maka, jika kita mau mengaplikasikan bimbingan Islam secara kaffah (menyeluruh) niscaya untuk menjadi seorang humanis tidak perlu tuk menjadi member LSM tertentu.

Yang terpenting bagi kita adalah kemauan.

Ya. Kemauan untuk belajar Islam dan beramal di atas ilmu.

Rabu, 20 Mei 2015

Dulu Kawan, Sekarang Lawan

Dulu kita sama-sama teman dalam mencari al haq. Di mana diselenggarakan kajian, kita pun sama-sama pergi tuk menghadirinya.

Dulu kita sama-sama teman seperjuangan dalam dakwah. Di sana ada info kajian, kita pun sama-sama ikut menyebarkannya.

Dulu, betapa semangatnya kita..

Jika diingat, momen itu sangat indah.

Betapa bahagianya.

Rasa lelah dan letih tak terasa. Luntur meleleh bersama keringat kepuasan bisa andil dalam dakwah.

Tapi...

Sekarang betapa jauh dirimu.

Engkau tak lagi seperti dulu.

Dari manakah sumber perubahanmu, aku tak tahu.

Yang pasti perubahan itu kian menampak ketika aku katakan: "Wahai sahabat, mari kita kembali kepada nasehat ulama kibar.. Tinggalkanlah sang penulis Watsiqah kufur itu.. Tinggalkanlah sang Makir wa La'ab wa Mutalawin itu.. !"

Hmm..
Alasan-alasan aneh pun terdengar dari lisanmu.

Cukuplah sampai di sini sahabat..

Aku hanya bisa membawakan bimbingan Syaikh Rabi' dalam menyikapi sikapmu.

Syaikh Rabi' ditanya:
"Kapankah seorang mubtadi dihijr ?"

Beliau hafizhahullah menjawab:

"Jika si mubtadi' tersebut seorang da'i maka dia terus dihijr sampai bertaubat.

Apabila dia seorang yang jahil, maka dia diberitahu.

Dan seorang yang 'alim dan seorang da'i yang punya pengaruh, hendaknya tidak (langsung) menghijr si jahil. Akan tetapi mendakwahi dia (dahulu).

Jika si jahil tersebut tidak terima dan menentang, maka hijr lah dia.

Tinggalkan dia, pergilah tuk menyibukan kepada yang lain dan dakwahi orang lain".

(Lihat Marhaban Yaa Thalibal Ilmi-Syaikh Rabi', hal. 416, cet. Al Mirats an Nabawi 2013).

Jelas. Tidak basa-basi.

Sahabat.. Telah sampai kepadamu Nasehat. Tapi engkau ternyata lebih suka 'jalan lain'.

Masa indah lalu biarlah menjadi kenangan.

Diantara kita telah ada dinding manhaj yang memisahkan.

Ahlul Bid'ah Sumber Bencama

Ahlul Bid'ah Sumber Bencana bagi Umat Islam

Syaikh Rabi' ibn Hadi al Madkhali hafizhahullahu berkata:

"...Siapakah yang bisa lebih memberikan mudharat bagi ahlul islam dibandingkan ahlul bid'ah..?

Mereka yang telah mempersiapkan untuk bisa menjatuhkan Islam ke dalam kehinaan di bawah kaki-kaki Nashara dan Yahudi, (tidak ada yang lain) kecuali ahlul bid'ah.

Setiap bala (bencana) yang mengenai umat (berasal) dari ahlul bid'ah..."S

Silahkan lihat Syarah Ushulis Sunnah Imam Ahmad-Syaikh Rabi' al Madkhali, hal. 29, cet. Maktabatu Hadyi Muhammad

Ulama Lebih Tahu

Ulama Lebih Tahu Siapa yang Alim dan Siapa yang Jahil

Imam Malik ibn Anas jika ingin meriwayatkan suatu hadits tidaklah mengambil kecuali dari orang yang tsiqah.

Akan tetapi dalam suatu periwayatan, beliau ternyata pernah didapati meriwayatkan dari seorang yang dhaif.

Maka dikatakan kepada beliau:
Mengapa engkau bisa meriwayatkan dari Abdulkarim bin Abi Makharisy, padahal dia seorang yang dhaif wahai Malik?

Imam Malik pun menjawab:
Aku telah tertipu dengan shalatnya yang banyak.
-- selesai --

Syaikh Muqbil al Wadi'i tentang kisah di atas:

Demikianlah, ibadah adalah sesuatu yang terpuji.

Akan tetapi itu bukan berarti menunjukkan akan berilmunya seorang.

Para ulama adalah orang-orang yang paling mengerti tentang siapa yang berilmu dan siapa yang bodoh.

(Lihat Shifatu Shalat Nabi-Syaikh Muqbil ibn Hadi al Wadi'i, hal. 21, cet. Maktabatul Islamiyah 2009)

Minta Istiqamah

Jangan Lupa Berdoa Agar Selalu Istiqamah Yaa Akhii..

"Hendaknya seorang insan selalu memohon kepada Allah kekokohan, walaupun dia telah mengetahui al haq, mengamalkannya dan telah berkeyakinan dengan al haq tersebut.

Jangan merasa aman dengan penyimpangan dan fitnah. Yakni ketika datang fitnah, maka fitnah itu pun akan membinasakan dan menyesatkan dari jalan Allah."

(Petikan nasehat Syaikh Shalih Fauzan dalam kitab Syarah Syarhus Sunnah al Imam al Barbahari, hal. 18, cet. Maktabah Hadyu Muhammadi 2013).

Doakan Aku Ya..

Jangan Lupakan Aku dalam Doamu..

Cukup puitis dan romantis.

Ikhwatii fillah rahimakumullah..
Meminta doa kepada orang shalih hukumnya boleh.

Yang menunjukkan hal itu di antaranya, Rasulullah pernah dimintai doanya di kala shalat jumat agar Allah menurunkan hujan.

Juga, Rasulullah pernah diminta doanya oleh Ukasyah bin Mihshan sebagai salah satu penduduk jannah yang masuk tanpa hisab tanpa azab.

Banyak lagi nash-nash yang menunjukkan hal ini.

Akan tetapi, jika yang dimintai doa ini akan dikhawatirkan tertipu dengan dirinya sendiri atau dikhawatirkan akan timbul rasa ujub (bangga diri) terhadapnya, maka hendaknya jangan meminta doa kepadanya. Karena ini termasuk dari jenis perkara yang tercela.

Berdoalah engkau kepada Allah.

Jangan engkau berkata: Wahai Fulan, berdoalah kepada Allah untukku.

Bukankah Allah berfirman: "Berkata Rabb kalian: Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku kan kabulkan".

Adapun riwayat bahwa Rasulullah berkata kepada Umar: Jangan engkau lupakan kami wahai saudaraku dari doamu.

Riwayat di atas adalah tidak shahih.

Wallahu alam.

(Silahkan lihat Liqa'atul Babil Maftuh 1/378. Disadur bebar dari Al Halal wal Haram, hal.41-42, cet. Darul Muslim 2008).

Nyatakan Amal Nyata

Gampang-gampang bicara, umbar rencana. Dikit-dikit mau ini, mau itu.

Kenyataannya..

Nol !

Hanya banyak bicara tanpa ada amal nyata.

Ikhwatii fillah rahimakumullah,
Imam Al Auza'i rahimahullah berkata:

Sesungguhnya seorang mukmin adalah orang yang sedikit bicara tapi banyak dalam beramal.
Adapun seorang munafik adalah orang yang banyak bicara tapi sedikit dalam beramal.
(Hilyatul Aulia 6/142)

Ikhwatii fillah rahimakumullah,
Tapi jangan juga jadi orang yang banyak menghayal tanpa beramal.

Berkata Ubaid bin Amir rahimahullah:

Bukanlah iman itu dengan angan-angan. Akan tetapi iman itu dengan ucapan dan amal.
(Hilyatul Aulia 3/373).

Wallahu alam.
Semoga bermanfaat.

Jumat, 15 Mei 2015

Syubhat MLM yang Klasik dan Basi

Klasik !

Itu yang mungkin agak mending kalau tidak mau disebut 'basi'.

Selalu saja dijawab dengan:

"Sudahlah, antum jangan denger kajian yang temanya fitnah-fitnah ya akhi. Sayang waktu antm kalo cuma buat dengar yang begituan"

"Antum jangan tersibukkan ngurusin fitnah-fitnah. Belajar aja lah"

"Masih banyak ilmu-ilmu ushul yang antum mesti pelajari ketimbang dengar kajian fitnah begituan"

Yang dimaksud 'kajian fitnah' di atas tidak lain dan tidak bukan adalah kajian yang membahas prinsip tahdzir terhadap firqah sesat atau kajian yang temanya membahas penyimpangan-penyimpangan ahlul ahwa wal bida.

Makanya kita katakan "klasik" alias "basi".

Selalu saja dimentahkan dengan alasan-alasan semisal di atas.

Cukuplah pernyataan Syaikh Shalih Fauzan bagi kita untuk jangan tertipu dengan celotehan-celotehan mereka yang alergi dengan prinsip tahdzir.

Berkata hafizhahullahu ta'ala:

"Sudah semestinya (bagi seseorang) untuk mengetahui perkara kebaikan dan mengetahui (pula) perkara kejelekkan.

Sebagian (manusia) pada hari ini berkata: Kenalilah olehmu al haq dan bukanlah perkara yang darurat untuk engkau mengenal apa yang menjadi lawannya (kebatilan).

Ini (ucapan) batil !

Karena jika engkau tidak mengenal kebatilan maka perkaranya akan terus samar dan tidak jelas. Dan engkaupun akan tersesat dari al haq.

Terlebih lagi dengan keberadaan da'i-da'i yang menyeru kepada kejelekan dan da'i-da'i sesat sesat dan yang senantiasa menyesatkan manusia"

(Silahkan lihat di Syarah Sittati Mawadi minas Sirah-Syaikh Shalih Fauzan. Dinuki dari Silsilah Syarah Rasaail, hal. 44-45, cet. Darul Atsariyah2008).

Ikhwatii fillah hafizhakumullahu,
Apakah mereka pikir ilmu rudud bukan bagian dari ilmu?

Lihatlah kitab Ushulus Sunnah al Imam Ahmad, Aqidatus Salaf wa Ash-habil Hadits Imam ash Shabuni, Aqidah al Washitiyyah Ibnu Taimiyyah, Syarhus Sunnah al Barbahari, Asy Syariah al Ajurri, Syarah I'tiqad al Laalika'i dan kitab-kitab para salaf mutaqaddimin lainnya yang memaparkan prinsip-prinsip Ahlus Sunnah, mesti memasukan prinsip tahdzir dalam kitabnya.

Tapi selalu saja ada alasan.

Allahu musta'an..

Ikhwatii fillah rahimakumullah,
Biarkan mereka dengan penyakit alerginya. Jangan sampai kita ketularan mereka.

Belajar rudud adalah suatu kemestian.

Tidak bisa tidak.

Selasa, 12 Mei 2015

Zuhud di Mata Ibnu Uyainah

Berkata Al Musayyib bin Wadhah:

Sufyan ibn Uyainah pernah ditanya tentang zuhud.

Beliau pun menjawab:

Zuhud adalah dalam perkara yang Allah haramkan.

Adapun apa-apa yang Allah halalkan, maka Allah telah membolehkannya.

Sesungguhnya para Nabi telah menikah (mempunyai istri), berpakaian (yang baik), memakan makanan (enak).

Akan tetapi ketika Allah melarang mereka dari sesuatu, maka mereka pun meninggalkannya.

Dengan keadaan para nabi yang demikian itu, mereka adalah orang-orang yang zuhud.

(Silahkan lihat Siyar 'Alamun Nubala-Imam adz Dzahabi, juz. 8, hal. 469 pada biografi Sufyan ibn Uyainah).

Senin, 11 Mei 2015

Kenapa Harus Selalu Ujian dan Cobaan ?

Masya Allah..
Kamu sedang diuji..
Kamu sedang sedang diberi cobaan..

Kalimat penghibur yang dilantunkan untuk seorang yang sedang sempit dan sesak dalam hidup.

Ikhwatii fillah rahimakumullah,
Selalu saja musibah disandarkan kepada ujian dan cobaan.

Kenapa demikian?

Apakah tidak lebih baik kita menyandarkannya kepada selain itu?

Azab.

Ya. Bukan ujian atau cobaan, tapi jangan-jangan azab.

Mengapa?

Sangatlah mungkin apa yang kita rasakan dari kesempitan dan kesusahan adalah karena dosa-dosa kita sendiri.

Allah telah menghukum kita karena dosa dan maksiat kita.

Berkata Samahatusy Syaikh Abdulaziz bin Baz rahimahullahu:

"... Pada mayoritasnya keadaan manusia itu kurang dan tidak menegakkan kewajiban. Maka apa-apa yang menimpanya adalah sebab dari dosa dan kekurangannya terhadap perintah Allah.

Apabila seseorang dari kalangan hamba Allah yang shalih diuji dengan sesuatu dari rasa sakit atau sejenisnya, maka sesungguhnya hal ini adalah termasuk dari jenis ujian para nabi dan rasul.

Yaitu sebagai pengangkatan derajat dan penambahan pahala.

Serta menjadi suri tauladan bagi yang lainnya dalam hal kesabaran dan ihtisab..."
(Majmu Fatawa wa Maqalaat. Dinukil dari Sur'atul 'Iqab, hal. 47, cet. Al Miratsun Nabawi 2012)

Ikhwatii fillah rahimakumullah,
ujian atau azab?

Andalah yang menjawabnya.

Wallahu alam.

Yang Penting Amal

Ya. Yang penting amal.

Inilah yang tidak boleh kita lupakan.

Seberapapun ilmu yang kita punya, jangan lupa beramal.

Engkau merasa kurang ilmu atau merasa banyak tidak tahunya- beramalah dengan ilmu yang ada padamu.

Berkata Sufyan ibn Uyainah rahimahullahu:
"Barang siapa yang beramal dengan apa yang dia ketahui, maka tercukupi dengan apa yang tidak diketahuinya"
(As Siyar 8/367-368)

Engkau merasa di sisimu ada ilmu atau merasa banyak tahu- tetap engkau harus beramal.

Berkata Ibnul Jauzi rahimahullahu:
"Aku banyak bertemu dengan para masyaikh, keadaan mereka saling berbeda-beda.
Mereka pun saling bertingkat-tingkat derajatnya di dalam hal keilmuannya.
Yang paling bisa memberikan manfaat bagiku adalah ketika aku bershahabat dengan mereka yang selalu mengamalkan amalan dengan ilmunya, walaupun sebenarnya ada orang lain yang lebih berilmu dibandingkan dia".
(Shayyidul Khatir 108).

Ikhwatii fillah rahimakumullah,
Apapun keadaanmu, engkau tetap dituntut tuk beramal.

Wallahu alam.

(Atsar dinukil dari An Nubadz fii Adabi Thalibil Ilmi-Hamd Ibrahim Utsman, hal. 40-41, cet. Maktabah Ibnul Qayyim 2002).

Minggu, 10 Mei 2015

Menghasung Anak kepada Sunnah

Ikhwatii fillah,
Motivasi yang kita berikan kepada anak ketika mereka dilatih tuk melakukan ketaatan, hendaknya sedari dini adalah dengan memotivasi meraih jannahnya Allah ta'ala.

Begitupun sebaliknya, ancaman yang kita berikan kepada anak-anak kita ketika mereka melanggar dari nilai-nilai ketaatan, hendaknya sedari dini adalah dengan memberikan ancaman neraka Allah ta'ala.

Karena memamg demikianlah yang seharusnya kita tanamkan kepada mereka.

Mengharap keridhaan Allah agar kelak masuk ke jannahnya Allah dan merasa takut akan siksa dan neraka Allah bagi yang meninggalkan ketaatan.

Berkata Syaikh Jamil Zainu rahimahullah ketika memaparkan point per point perihal bagaimana cara dalam mendidik anak:

" point ke 3. Menghasung anak-anak kepada surga.

Tanamkan kepada sang anak bhwasanya surga adalah diperuntukan bagi yang shalat, puasa dan bagi yang mau mentaati kedua orang tuanya serta bagi orang yang mengamalkan amalan yang diridhai oleh Allah.

Dan hendaknya anak-anak diperingatkan juga terhadap neraka.

Tanamkan kepada anak-anak kita bahwasanya neraka adalah diperuntukkan bagi orang-orang yang meninggalkan shalat dan yang durhaka kepada kedua orang tua serta bagi orang yang Allah murkai.

Juga neraka diperuntukan bagi orang yang berhukum tanpa syariat-Nya.

Juga bagi orang yang memakan harta-harta manusia dengan cara menipu, dusta dan riba serta yang lain-lainnya.."

(Saduran bebas dari Taujihatul Islamiyah li Ishlahil Fardi wal Mujtama-Syaikh Jamil Zainu, hal. 64, cet. Darush Shahabah 2008)

Pentingnya Belajar Sirah Nabi

الحرص على دراسة سيرة الرسول

قال الشيخ صالح فوزان حفظه الله:
ولا يليق بالمسلم أن يجهل الرسول صلىالله عليه و سلم.
كيف تتبع شخصا وانت لا تعرفه؟!
هذا غير معقول.

SEMANGAT DALAM MEMPELAJARI SIRAH RASUL

Berkata Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu:

Tidak sepantasnya bagi seorang muslim jahil (tidak tahu menahu) tentang Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

Bagaimana engkau akan bisa mengikuti seseorang, sedangkan engkau sendiri tidak mengetahuinya (tentang orang yang mau diikutinya)?!..

Ini tidak masuk akal.

(Syarah Tsalatsatil Ushul-Syaikh Shalih Fauzan. Dinukil dari Jami'u Syuruh Tsalatsatil Ushul, hal. 37, cet. Darul Ibnil Jauzi 2012)

Hukum Berjabat Tangan dengan Wanita

Apa hukumnya (lelaki) berjabat tangan dengan wanita?

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah menjawab:

Tidak boleh bagi seorang lelaki untuk berjabat tangan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya (yang bukan mahramnya).

Karena nabi shalallahu alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah menyentuh tangan beliau dengan tangannya seorang wanita yang tidak halal bagi beliau.

Beliau tidak membaiat kaum wanita dengan cara menjabat tangannya sebagaimana layaknya perbuatan lelaki yang menjabat tangan wanita.

Maka hal (di atas) tersebut menunjukkan akan pengharaman seorang lelaki yang menjabat tangan seorang wanita yang tidak halal baginya.

Dan juga karena hal tersebut adalah bagian dari sebab-sebab datangnya fitnah (godaan). Karena wanita adalah fitnah (godaan).

Maka ketika ada seorang lelaki menyentuh tangannya, terlebih lagi jika wanita tersebut seorang yang muda belia atau cantik, maka sesungguhnya hal itu akan menyebabkan fitnah.

Islam adalah agama yang senantiasa menjauhkan insan dari sebab fitnah.

Dan agama yang senantiasa menghasung untuk menutup jalan-jalan yang bisa menghantarkan kepada kejelekan.

Dan mengharamkan wasilah-wasilah (penghantar) yang bisa menuju kepada perkara yang haram.

Maka bertolak dari sinilah, tidak boleh bagi seorang lelaki untuk berjabat tangan dengan seorang wanita ajnabiyah (yang bukan mahramnya).

(Silahkan lihat Irsyadul Khillan ila Fatawal Fauzan, jilid 3, hal. 286-287, cet. Darul Bashirah 2009).

Kebaikan itu di Mulai dari...

'Kebaikan' itu dimulai dari 'Belajar Aqidah'

Berkata Syaikh Muhammad Aman al Jami rahimahullahu:

Barang siapa yang dikehendaki Allah dengan kebaikan, niscaya Allah akan faqihkan dia terhadap agamanya.

Maknanya adalah memahami dengan pemahaman yang shahih terhadap agama Allah.

Tentunya MEMULAI DENGAN MEMPELAJARI AQIDAH, kemudian mempelajari hal ibadah dan muamalah, serta perkara lainnya dari perkara-perkara diniyah.

Sedikit sekali orang yang diberikan petunjuk dalam membedakan antara syirik dan tauhid, juga antara bidah dan sunnah, kecuali siapa-siapa yang memang telah Allah berikan taufiq untuk berjalan di atas manhaj salaf dari firqah an najiyah.

(Silahkan lihat Syarah al Qawa'idul Arba'-Syaikh Muhammad Aman al Jami, hal. 35-36, cet. Dar Annashihah).

Senin, 04 Mei 2015

Amalmu adalah Tanda Hatimu

Berkata Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu:

Seringkali jika engkau bertanya kepada orang yang mughalithin atau orang yang maghrur (tertipu):

"Mengapa engkau pangkas jenggotmu ?"

"Mengapa engkau tidak shalat ?"

Dan pertanyaan lainnya, yang terkait dengan kewajiban syariat atau yang terkait dengan perkara sunnah yang mulia.

Mereka pun akan menjawab:

"Iman itu di hati !"

Kadang mereka berdalil dengan sabda nabi: "Taqwa itu di sini" -seraya mengisyaratkan kepada dadanya-..!

Benar. Iman itu di hati.

Akan tetapi jika di hati terdapat iman, niscaya amalnya akan baik.

Dan penampilannya pun akan baik.

Adapun memangkas jenggot dan meninggalkan shalat dan perkara lainnya (dari larangan Allah) adalah termasuk bagian dari dosa.

Suatu kelakuan jelek itu mesti menunjukkan akan alamat jeleknya hati.

Begitupun sebaliknya, jika pada perangainya terlihat sedang beramal baik, maka itu menunjukkan bahwa alamat hatinya baik pula..

(Silahkan lihat Syarah Kitab Al Kabair-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 26-27, cet. Dar Ar Risalah Alamiyah 2012)

Sekedar Memuji Islam Tidak Cukup

Berkata Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu:

Barang siapa yang memuji Islam dan menyanjungnya, akan tetapi dia tidak meninggalkan kesyirikan.

Bahkan dia malah berdoa kepada selain Allah.

Berdoa kepada patung, pusara/monumen dan kuburan, maka perkara ini (berupa pujian dan sanjungannya tadi) tidak akan memberikan manfaat dan berfaidah sedikitpun (bagi pelakunya).

Kalau seandainya bisa memberikan manfaat atau bisa memberikan faidah, niscaya Abu Thalib yang merupakan paman dari Rasulullah akan mendapat faidah dan manfaat (dari pujian dan sanjungannya terhadap Islam).

Ini adalah perkara yang serius.

Sudah semestinya untuk mendapat perhatian.

(Silahkan lihat Syarah Sittatu Mawadi minas Sirah-Syaikh Shalih Fauzan. Dinukil dari Silsilah Syarah Rasail, hal. 83-84, cet. Darul Atsariyah 2008).

Minggu, 03 Mei 2015

Waraqah ibn Naufal

Waraqah bin Naufal Seorang Mukmin atau Kafir?

Berkata sebagian ulama:
Waraqah bin Naufal adalah orang yang pertama kali beriman akan kerasulan (Muhammad) shallallahu 'alaihi wa sallam dari kalangan lelaki.

Ini adalah shahih.

Akan tetapi dia lelaki yang beriman pertama kali sebelum (turun) kerisalahan. Karena Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam ketika turun surat { اقرأ } belumlah menjadi seorang rasul, akan tetapi (baru) menjadi seorang nabi.

Adapun orang yang pertama kali yang beriman (dari kalangan lelaki) setelah (turunnya) risalah adalah Abu bakr radhiallahu 'anhu.
.......

Berkata Syaikh Utsaimin:
... Tidaklah ragu bahwa beliau adalah seorang MUKMIN.

Beliau adalah orang yang mempersaksikan bahwa dirinya di atas AGAMA NASHARA.

Yaitu agama Nashara yang shahih (Nashara yang dulu, sebelum datangnya kerisalahan Muhammad Rasulullah, pent), agama yang mentauhidkan Allah 'azza wa jalla...

Wallahu alam.

(Silahkan lihat Syarah Shahih Bukhari-Syaikh ibnu Utsaimin, juz. 1, hal. 22 dan 23, cet. Maktabatuth Thabari2008)

Apakah "Iman" itu Makhluk ?

Berkata al Imam adz Dzahabi rahimahullah:

Ini termasuk permasalahan yang fudhul (berlebih-lebihan/kurang penting).

Diam dari membahas permasalahan ini adalah lebih utama.

Telah shahih dari para salaf dan ulama ahlul atsar bahwa iman adalah ucapan dan amalan.

Tidak ragu lagi bahwa amal-amal kita adalah makhluk. Berdasarkan firman Allah ta'ala:
<<والله خلقكم وما تعملون>>
Artinya: Allah lah yang menciptakan kalian dan apa-apa yang kalian amalkan.

Maka, benarlah bahwa sebagian dari perkara iman adalah makhluk.

Adapun ucapan kita:
لاإله إلا الله
Maka ucapan ini termasuk dari iman kami.

Kami melafazhkan kalimat ini juga, adalah termasuk dari amal kami.

Adapun substansi dari kalimat yang terlafazhkan, maka ini BUKANLAH MAKHLUK.

Karena kalimat ini termasuk bagian dari Al-Qur'an.

Semoga Allah menjaga kami dari fitnah-fitnah dan hawa.

(Silahkan lihat Siyar A'lamun Nubala 12/578. Dinukil dari Al Fawaidudz Dzahabiyah, hal.93, cet. Maktabatur Rusyd Nasyirun-Mamlakatul 'Arabiyah as-Su'udiyah-Ar Riyadh 2003).

Inilah Orang Kuat dan Hebat


Orang ini hebat..
Orang ini kuat..

Pujian yang menyenangkan hati.

Apalagi jika pujian itu dikeluarkan oleh seorang yang terpercaya.

Lebih mantap lagi kalo predikat orang hebat dan kuat tersebut di janjikan pula bidadari-bidadarh surga.

Masya Allah..
Siapakah orangnya ya?

Mari kita lihat sabda Nabi berikut ini:

Berkata Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam: "Bukanlah kuat itu, orang yang bisa mengalahkan manusia. Akan tetapi kuat itu adalah siapa yang bisa mengalahkan dirinya ketika marah"
(HR. Bukhari dan Muslim).

Berkata juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Barang siapa yang bisa menahan gejolak amarahnya yang memuncak, padahal dia mampu melampiaskannya. Niscaya Allah akan menanggilnya di hadapan seluruh makhluk di hari kiamat sampai dipilihkan baginya bidadari-bidadari sesukanya"
(HR. Abu Dawud, Tirmidzy, hadits dihasankan Syaikh al Albani dlm Shahihul Jami)

Ternyata inilah kriteria orang kuat dan hebat!

Kuat karena bisa mengalahkan setan. Yaitu bisa menguasai dan menahan diri ketika marah. Padahal dia mampu meluapkannya.

Hebat karena Allah di hari kiamat akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk untuk memilih bidadari-bidadari surga.

Mau?
Berat lho..

Kita memohon kepada Allah agar kita bisa dimudahkan untuk mengamalkannya. Amin.

Anda Marah Ya?

Mata memerah, otot leher pun menegang, hati bergejolak tak menentu, darah pun naik, lisan dan tangan siap bergerak, memuntahkan amarah, melampiaskan kekesalan.

Tunggu dulu..
Anda marah?

Sebelum Anda melampiaskannya, coba perhatikan nasehat-nasehat berikut ini!

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, pernah suatu ketika Rasulullah mendapati dua orang yang saling marah memaki, hingga memerah wajah keduanya.

Ketika didapati demikian, Rasulullah berkata: Sesungguhnya aku mengetahui sebuah kalimat yang jika diucapkan niscaya akan hilang apa yang mereka alami (marah). Yaitu ucapan:
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
(Mutafaqun 'alaihi)

Yang Anda harus lakukan adalah berta'awudz.
Itu yang pertama.

Yang kedua, perhatikan penuturan Abdullah bin 'Aun di dalam kitab Hilyatul Aulia: Apabila aku tertimpa rasa marah kepada seseorang, maka aku hanya mengatakan kepada orang tersebut:
بارك الله فيك
(Al Hilyah 3/39)

Jadi kalau marah, lisan jangan berkata yang macam-macam ya.

Supaya tangan dan kaki terkendali, coba perhatikan sabda Nabi berikut ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud -hadits ini hasan-: Apabila salah seorang dari kalian marah dan posisi dia sedang berdiri maka duduklah. Jika marahnya tidak hilang maka berbaringlah.
(HR. Abu Daud, dihasankan sanadnya oleh Syuaib al Arnauth dlm Syarhus Sunnah).

Kata Imam al Khathabi dalam Syarah Ma'alimis Sunan bahwa tujuan sabda Nabi di atas adalah agar orang yang marah bisa terhindar dari aksi yang akan membuat penyesalan setelahnya.
(Syarah al Ma'alim 7/116).

Ya. Namanya penyesalan adalah di akhir dan tiada guna.

Berkata Muraq al 'Ajali: Aku mempelajari ash shamt selama 10 tahun. Tidaklah aku berkata apapun jika aku marah. Karena hanya penyesalan yang akan kudapat jika telah reda marahku (jika aku umbar lisanku ketika marah).
(Al Hilyah 2/235).

Semoga untaian nasehat di atas bisa meredam aksimu ketika marah.
Wallahu alam.

* Disadur bebas dari sumber:
-Majmu'ah Rasail Syaikh Jamil Zainu, jil. 1, hal. 304-305, cet. Maktabah Shahabah 2005.
-At Tahdzibul Maudhu'i li Hilyatil Aulia, hal. 582-583, cet. Daruth Thayyibah 2005.

Sabtu, 02 Mei 2015

Mencintai Khulafa ArRasyidin

Berkata Ayyub as Sikhtiyani:

Barang siapa yang mencintai Abu Bakar ash Shiddiq maka dia telah menegakkan agamanya.

Barang siapa yang mencintai Umar ibnul Khaththab maka dia telah terang jalannya.

Barang siapa yang mencintai Utsman ibn Affan maka dia telah diterangi oleh cahaya dari Allah.

Barang siapa yang mencintai Ali ibn Abi Thalib maka dia telah berpegang dengan tali yang kuat.

Barang siapa yang menyanjung para shahabat rasulullah dengan sanjungan yang yang indah, maka dia telah terlepas dari kemunafikan.

Barang siapa yang mencela salah satu dari para shahabat rasul atau ada rasa jengkel/marah karena sesuatu yang ada pada mereka, maka dia adalah ahlul bid'ah yang menyelisihi jalan sunnah dan jalan salafush shalih.

Dan dikhawatirkan amalan orang tersebut (yang mencela shahabat rasul) dinaikan tertahan di langit sampai dia mencintai semuanya dan hatinya selamat terhadap para shahabat rasul.

(Lihat Khuthbatan: Juz Fadhlu Ash Shahabah wa Makanatuhum-Syaikh Abdullah al Bukhari, hal. 23-24, cet. Darul Istiqamah 2014).

Perbedaan Antara Aqidah dan Manhaj

Apakah ada perbedaan antara aqidah dan manhaj?

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah menjawab:

Manhaj lebih umum dari pada aqidah.

Manhaj bisa mencangkup juga aqidah, metode (dakwah), akhlak, muamalah dan setiap kehidupan seorang muslim.

Setiap perkara yang harus dijalankan oleh seorang muslim, maka dinamakan manhaj.

Adapun aqidah, maka yang dimaksud adalah pokok keimanan dan makna kedua kalimat syahadat beserta konsekuensi keduanya. Maka ini adalah aqidah.

(Silahkan lihat Al Ajwibatul Mufidah-Jamaluddin Furaihan, hal. 131, cet. Maktabah Hadyu Muhammadi 2009)

Tidak Sekedar Ilmu, Tapi Juga Amal

Sampai pada saatnya syaithan pun berbisik 'Sudahlah, ngapain ngoyo dalam belajar. Lihat kamu sekarang! Kamu belum bisa apa-apa!'

Allahu musta'an..

Demikianlah syaithan. Selalu saja menggembosi seseorang dalam belajar agama.

Padahal jika kita sadar, sebenarnya kita telah banyak mengantongi ilmu.

Akan tetapi mungkin kita saja yang kurang dalam mengingat-ingat kenikmatan.

Laa haula wala quwwata illa billah..

Ikhwatii fillah,
Tahukah, ulama besar yang mungkin kita katakan telah telah sukses dalam menuntut ilmu, tidaklah mereka merasa cukup dengan keilmuannya semata.

Ada yang harus diperhatikan dengan serius oleh orang yang telah menimba ilmu.

Sampai pun ulama !

Coba resapi apa yang dikatakan oleh para ulama berikut ini !

Berkata Ibnul A'rabi:
Jangan dikatakan kepada seorang yang berilmu (dengan predikat) 'rabbani' sampai dia benar-benar berilmu, mengajarkan (ilmunya) dan MENGAMALKAN (ilmunya).
(Al Qabs Syarah al Muwatha' 3/1057).

Berkata Imam Asy Sya'bi:
Sesungguhnya kami bukanlah fuqaha. Kami itu hanya mendengar hadits, maka kami pun menyampaikannya. Hanya saja yang teranggap sebagai fuqaha adalah orang yang jika mendengar ilmu, lalu dia MENGAMALKANNYA.
(As Siyar 11/213)

Berkata Sufyan ibn Uyainah:
Barang siapa BERAMAL dengan apa yang dia ketahui (dengan ilmunya), maka tercukupi apa yang dia tidak tahu (dari ilmunya).
(As Siyar 8/467-468)

Kalam di atas setidaknya berfaidah bagi diri kita bahwa perkara yang terpenting dari aktivitas belajar adalah amal.

Ya. Amal.

Ikhwatii fillah,
Mari kita kerahkan semua usaha untuk mengamalkan ilmu yang sudah kita ketahui.

Hmm..
Tidak terkecuali aku.
Aku pun dituntut demikian.

Allahu musta'an..

* Atsar dinukil dari An Nubadz fi Adabi Thalabil Ilmi-Hamd ibn Ibrahim al Utsman, hal. 40-41, Cet. Maktabah Ibnul Qayyim 2002