Senin, 31 Agustus 2015

Rezeki yang Mana?

"Semenjak ikut ngaji Ahlussunnah, rezeki ane kok jadi seret ya...?"

Pernahkah dengar yang seperti hal di atas?

Jangan salah dalam memahami arti 'rezeki'!

Mari kita memahami bersama makna dari 'rezeki'.

Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syarh Arbain Nawawi menjelaskan, "Rezeki adalah apa-apa yang bermanfaat bagi seorang insan.

Rezeki ada 2 jenis:

Rezeki untuk keberlangsungan badan; dan

Rezeki untuk keberlangsungan agama.

Rezeki untuk keberlangsungan badan adalah berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan semisalnya.

Adapun rezeki untuk keberlangsungan agama adalah berupa ilmu dan iman."

(Syarhul Arbain Nawawi-Syaikh Utsaimin, hal. 95, cet. Darul Mushtafa 2012).

Di Tengah Shalat Kentut

Kalau di Tengah Shalat Keluar Angin (Kentut), Gimana?

Syaikh Utsaimin berkata, "Apabila seseorang batal wudhunya di tengah-tengah shalat, maka dia wajib untuk berpaling (membatalkan shalatnya, pent) karena dalam hadits disebutkan: Janganlah berpaling sampai terdengar (suara buang angin).

Yakni jika terdengar maka berpalinglah.

Tidak boleh bagi seseorang untuk tetap shalat ketika dia berhadats.

Walau dia merasa malu dan tidak enak. Janganlah demikian!"

(Syarah Shahih Bukhari-Syaikh Utsaimin, jil. 2, hal. 279, cet. Maktabah ath Thabari 2008).

Jangan Pede Sama Diri Sendiri ketika Fitnah Melanda

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, "Barang siapa yang mendekat kepada fitnah maka keselamatan akan menjauh.

Barang siapa yang (dekat dengan fitnah) mengaku bisa sabar maka dia akan diwakilkan kepada dirinya sendiri (binasa).

Betapa banyak orang yang melihat tetapi tidak memperhatikan.

Sesungguhnya perkara yang inti adalah bagaimana seorang bisa mengatur dan menundukkan lisan dan pandangannya.

Hati-hatilah terhadap keinginanmu untuk bisa meninggalkan hawa nafsu tapi bersamaan dengan itu, engkau dekat-dekat dengan fitnah.

Sesungguhnya hawa nafsu itu adalah tipu daya.

Betapa banyak orang yang pemberani di medan perang bisa terbunuh karena dia tidak mempertimbangkan orang yang diremehkan pengintaiannya.

Ingatlah kisah Hamzah (yang diintai) oleh Wahsyi..!".

(Shayyidul Khaatir-Ibnul Jauzi, hal. 6, cet. Dar Ibnil Jauzi 2009).

Enggan Beramal Bisa Terjatuh kepada Riya

Fudhail ibn Iyadh berkata, "Meninggalkan amal karena sebab manusia adalah perbuatan riya.

Dan beramal karena sebab manusia adalah perbuatan syirik.

Sedangkan ikhlash adalah ketika Allah menjagamu dari kedua perkara di atas.".

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan atsar di atas, "Meninggalkan amal karena sebab manusia adalah perbuatan riya.

Yakni engkau meninggalkan amalan agar engkau dikatakan sebagai orang yang tidak riya.

Jika demikian, maka engkau berarti telah melakukan perbuatan riya.

Sedangkan ucapan 'beramal karena sebab manusia adalah syirik' karena engkau telah melakukan kesyirikan karena sebab niatmu.

Yaitu niat ketika beramal.

Betapa banyak orang meninggalkan amal karena sebab manusia, dia mengatakan: Aku takut kalau nanti aku beramal, maka aku akan dikatakan bahwa Fulan adalah abid (orang yang rajin ibadah) atau perkataan yang semisal.

Kami katakan: Ini salah!

Justru inilah riya!

Engkau meninggalkan amalan agar engkau dianggap oleh orang sebagai orang yang tidak berbuat riya.

Jika beramal karena sebab manusia maka ini adalah kesyirikan.

Sesungguhnya riya juga termasuk bagian dari kesyirikan.

(Silahkan lihat Syarhu Muqaddimatil Majmu'-Syaikh Utsaimin, hal. 39, cet. Darul Ibnil Jauzi 2004).

Selasa, 25 Agustus 2015

Apa Kata Syaikh al Abbad tentang Jama'ah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin?

Syaikh Abdul Muhsin al Abbad rahimahullah berkata tentang Jama'ah Ikhwanul Muslimin dan Jama'ah Tabligh.

Beliau berkata, "Kelompok-kelompok menyimpang yang terhitung baru ini (IM dan JT),

Yang pertama:
Kelompok tersebut terhitung baru (muncul). Didirikan di masa abad 14 (hijriah).

Sebelumnya kelompok ini tidak ada. Di alam raya ini kelompok tersebut mati.

Ketika di abad 14 hijriah barulah dia lahir.

Adapun manhaj yang benar dan jalan yang lurus, munculnya atau adanya dari sejak diutusnya Rasulullah.

Barang siapa yang mengikuti jalan kebenaran dan jalan petunjuk ini, maka dia yang selamat dan sukses.

Barang siapa yang menyimpang dari jalan kebenaran dan jalan petunjuk, maka sesungguhnya dia orang yang menyimpang.

Kelompok-kelompok atau jama'ah-jama'ah tersebut sudah dimaklumi bahwa mereka ada sisi benarnya dan juga ada sisi salahnya.

Akan tetapi sisi salah mereka sangat besar dan berat!

Berhati-hatilah terhadap mereka!

Semangatlah untuk mengikuti jama'ah Ahlus Sunnah wal Jama'ah! Yang mereka berjalan di atas manhaj salaful ummah.."

(Dinukil dari Al Jawaabul Baliigh an As'ailati tata'aluq bi Jama'atit Tabligh Syaikh Muqbil ibn Hadi, hal. 12-13, cet. Darul Imam Ahmad 2006).

Adab terhadap Kitab

Di antara Adab yang Baik dalam Memperlakukan Kitab Ulama

Imam Az Zurnuji rahimahullah berkata, "Termasuk bentuk penghormatan yang mesti diperhatikan oleh seorang alim adalah:

Janganlah dia menjulurkan kakinya kepada kitab.

Letakanlah posisi kitab-kitab tafsir di atas semua kitab yang ada, dalam rangka mengagungkan kitab tafsir.

Jangan pula meletakan sesuatu apapun di atas kitab (kitab jadi tatakan, pent).

Dahulu Ustadzuna Syaikhul Islam Burhanuddin menghikayatkan dari syaikh melalui para masyaikh, bahwa pernah ada seorang yang fakih pernah meletakan tempat tinta di atas kitabnya.

Maka dia pun ditegur 'Kamu tidak mendapat manfaat dari ilmumu..!'.

Silahkan lihat Ta'liimul Muta'allim-Imam Az Zurnuji, hal. 80, cet. Darush Shahabah

Yang Mengaku Tahu Hari Kiamat, Kafir!

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, "Kalau seandainya ada salah seorang dari kalangan manusia secara khusus mengaku bahwa hari kiamat akan tegak di waktu tertentu, maka dia kafir, karena telah mendustakan Al Qur'an dan As Sunnah."

(Syarhul Arbain Nawawi-Syaikh Utsaimin, hal. 90, cet. Darul Mushtafa 2012).

Rabu, 19 Agustus 2015

Ibadah itu Banyak Jenisnya

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata, "... Ibadah tidaklah terbatas jenisnya.

Jenisnya sangat banyak.

Setiap perkara yang Allah perintahkan, maka itu adalah ibadah.

Setiap larangan Allah yang ditinggalkan dalam rangka menaati Allah, maka itu adalah ibadah.

Maka, jangan membatasi jenis ibadah! Karena jenisnya banyak."

(Jaami'usy Syuruhits Tsalatsatil Ushul, hal. 186, cet. Dar Ibnil Jauzi 2012).

Lupakan Amalmu!

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata ketika menjelaskan ucapan Dzun Nuun tentang tiga tanda keikhlasan.

Beliau berkata, "Yang kedua: Ru'yatul A'mal bil A'mal.

Maknanya, jika engkau mengamalkan sesuatu amalan shalih, maka hendaknya engkau lupakan.

Janganlah amalan tersebut terus menerus berada di benakmu sampai engkau kira kelak di hadapan Allah, engkau akan berkata: Aku telah beramal, aku telah beramal.

Lupakanlah amalmu."

(Silahkan lihat Syarhu Muqaddimatil Majmu'-Syaikh Utsaimin, hal. 38, cet. Darul Ibnil Jauzi 2004).

Rabu, 12 Agustus 2015

Jika Ada Orang Bersin Tidak Mengucapkan Hamdalah

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,"Jika ada seseorang bersin dan tidak mengucapkan hamdalah, apakah orang yang di sampingnya perlu mengingatkan (untuk membaca hamdalah)?

Imam Nawawi berpendapat untuk mengingatkannya.

Sedangkan Ibnul 'Arabi berpendapat tidak perlu. Karena pendapat inilah yang sesuai zhahir. Dan sunnah telah menguatkan akan hal ini.

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam tidak mentasymit (menuntun untuk mengucapkan hamdalah) dan tidak mengingatkan orang yang di sisi beliau ketika bersin tidak mengucapkan hamdalah.

Kalau seandainya mengingatkannya adalah sunnah, maka nabi akan mengingatkannya."
- Selesai -

Syaikh Utsaimin rahimahullah menambahkan, "Hendaknya permasalahan ini dibedakan ketika menghadapi seorang yang jahil (tidak tahu hukumnya).

Orang yang jahil ini tentunya diingatkan sebagai bentuk pengajaran/pendidikan pada dirinya.

Adapun orang yang lupa atau orang yang memang dia meremehkan perkara ini, maka orang seperti ini tidak perlu diingatkan."

(Terjemah bebas dari Mukhtaraat min Kitaabi Zaadil Ma'ad-Syaikh Utsaimin, hal. 112-113, cet. Muassasatusy Syaikh Muhammad Shalih Utsaimin al Khairiyyah 2012).

Tidak Ada Alasan Bagi Orang yang Bodoh tentang Agama!

Tidak Ada Alasan Untuk Orang yang Bodoh tentang Agama di Hadapan Allah Nanti!

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Tidak ada seorang pun di hari kiamat berkata:

"Saya tidak tahu kalau saya ini adalah makhluk yang di wajibkan untuk ibadah"

"Saya tidak tahu perkara apa-apa saja yang diwajibkan kepada saya"

"Saya juga tidak tahu perkara apa-apa saja yang diharamkan atas saya"

Tidak mungkin mereka bisa bicara demikian!

Karena Rasulullah telah menyampaikan semuanya itu kepada mereka.

Umat Muhammad ini yang telah bersaksi atas mereka.

(Jami'usy Syuruh ats Tsalatsatil Ushul, hal. 74, cet. Dar Ibnil Jauzi 2012).

Minggu, 09 Agustus 2015

Beragama Harus dengan Dalil


Syaikh Ubaid al Jabiri hafizhahullah berkata, "Aku akan bacakan kepada kalian sebuah kaidah: Hukum asal sebuah ibadah itu adalah terlarang kecuali adanya nash (dalil/landasan).

Maka dalam beragama, bertaqarrub dan beribadah kepada Allah janganlah dilakukan kecuali jika ada (landasannya dari) nash yang shahih dan jelas.

Tidak ada tempat bagi ijtihad dalam menentukan sesuatu peribadahan.

Dalil yang dimaksud adalah bisa berasal dari kitab (Al Qur'an) atau dari sunnah.

Atau juga bisa dari ijma' (kesepakatan) para salaful ummah bahwa Allah telah memerintahkan (suatu amalan ibadah) ini."

(Lihat Ittihaful 'Uqul bi Syarhits Tsalatsatil Ushul-Syaikh Ubaid al Jabiri, hal. 8, cet. Darul Madinatin Nabawiyah 2005).

Mengakhirkan Bekal

... Wajib bagi seorang yang berakal untuk membawa bekal dalam perjalanannya.

Karena sesungguhnya dia tidak akan tahu kapan cepatnya urusan Rabbnya datang dan dia tidak tahu juga kapan dia dipanggil oleh Rabb-nya.

Sesungguhnya aku melihat manusia yang banyak telah tertipu dengan masa mudanya dan mereka lupa akan masa-masa perjuangan (beramal) sehingga mereka pun terbuai pada angan-angan yang panjang.

Terkadang seorang alim yang merasa cukup dengan dirinya mengatakan: Sekarang aku sibukan diriku dengan ilmu, kemudian aku akan mengamalkannya besok.

Orang ini bermudah-mudahan di dalam kesalahannya dengan hujjah karena dirinya lapang.

Dia pun mengakhirkan bekalnya dalam menunaikan taubat...

(Lihat Shayyidul Khathir-Ibnul Jauzi, hal. 7, cet. Dar Ibnil Jauzi 2009).

Agar Lapang Menerima Takdir


Berkata Syaikh ibnu Utsaimin rahimahullah, "Jika engkau mengetahui bahwasanya setiap perbuatan Allah seluruhnya adalah baik, niscaya engkau akan merasa tenang terhadap takdir Allah dan engkau akan menerimanya dengan lapang.

Jadilah engkau sebagaimana Allah firmankan: Barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan tunjukan hatinya. (At Taghabun: 11).

Alqamah rahimahullah berkata tentang ayat di atas: Itu adalah seorang yang tertimpa musibah, dan dia mengetahui bahwasanya (musibah tersebut) berasal dari sisi Allah. Maka dia pun menjadi ridha dan menerima."

(Lihat Syarhul Arbain Nawawi-Syaikh Utsaimin, hal. 88, cet. Darul Musthafa 2012).

Di Antara Adab Murid kepada Gurunya

Di antara adab-adab seorang murid kepada gurunya

Al Imam Az Zurnuji rahimahullah menyatakan, "Di antara bentuk memuliakan seorang mu'allim (pengajar/mudarris) adalah:

Janganlah berjalan di depan mereka.

Janganlah duduk di tempat duduk mereka.

Jangan memulai berbicara di sisinya kecuali dengan izin darinya.

Jangan banyak bicara di sisinya kecuali dengan izin darinya.

Jangan bertanya sesuatu apapun di sisinya ketika dirinya sedang tidak siap.

Hendaklah senantiasa memperhatikan waktu yang tepat dari dirinya.

Janganlah mengetuk pintunya, akan tetapi bersabarkah sampai dirinya keluar."

(Ta'limul Muta'allim Thariqut Ta'allum-Imam Az Zurnuji, hal. 75, cet. Darush Shahabah 2013).

Apakah Umrah adalah Haji?

Apakah umrah termasuk bagian dari haji?
Karena ada sebuah hadits yang berbunyi, "Umrah adalah haji kecil." (HR. Ibnu Hibban dan Hakim).

Pertama
Hadits tersebut didhaifkan oleh Syaikh al Albani rahimahullah.

Kedua
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, "Yang shahih bahwa umrah bukan haji.

Yakni tidak termasuk dari rukun islam.

Akan tetapi umrah hukumnya wajib.

Dan berdosa bagi orang yang meninggalkan umrah padahal dia dalam keadaan telah memenuhi kemampuan dari persyaratan-persyaratan umrah."

[Lihat Syarah Arbain Nawawi-Syaikh Utsaimin, hal. 40, cet. Darul Mushtafa 2012].

Selasa, 04 Agustus 2015

Melabrak Syariat dengan Alasan Takdir

Di antara perkara jahiliyah adalah melabrak syariat Allah dengan alasan takdir.

Orang yang model seperti ini menyangka bahwa sesungguhnya Allah menakdirkan dirinya sebagai orang yang menyimpang dan tidak punya kemampuan untuk melakukan ketaatan secara takdir.

Ini adalah anggapan yang batil!

Karena Allah telah memberikan kepada orang-orang musyrik pendengaran, penglihatan dan hati agar mereka dapat mengenali al haq dan mengamalkan al haq.

(Al Amalin Nahmiyah ala Masail Jahiliyah-Syaikh Ahmad Yahya an Najmi, hal. 85, cet. Darul Minhaj 2013).

Mengagungkan Ilmu dan Ahlu Ilmi

Al Imam Az Zurnuji rahimahullah berkata, "Ketahuilah, bahwasanya seorang penuntut ilmu tidak akan bisa mendapat ilmu dan tidak akan bisa mengambil manfaat dari ilmunya kecuali dia mengagungkan ilmu dan mengagungkan para pembawa ilmu.

Telah dikatakan bahwa tidak akan mendapat hasil bagi orang yang sedang mencari, kecuali dengan adanya penghormatan.

Dan tidaklah terluput dari orang yang kehilangan, kecuali ketika dia meninggalkan penghormatan.

Dikatakan juga, penghormatan itu lebih baik dibandingkan ketaatan.

Bukankah engkau mengetahui bahwa seseorang tidak dikafirkan karena melakukan kemaksiatan?

Hanya saja seseorang dikafirkan karena sebab meremehkan dan tidak hormat (melecehkan)."

(Ta'limul Muta'allim Thariqut Ta'allum-Imam Az Zurnuji, hal. 73, cet. Darush Shahabah 2013).

Apa yang Telah Kau Amalkan dari Ilmumu?

Abu Darda radhiallahu 'anhu berkata, "Sesungguhnya ketakutan yang paling aku takutkan adalah tatkala aku berdiri untuk dihisab, maka dikatakan kepadaku: Sungguh engkau telah berilmu. Maka apa yang telah engkau amalkan dari ilmumu?".

(Sanadnya Shahih dalam Az Zuhd-Ibnul Mubarak, hal. 72, cet. Dar Ibnil Jauzi 2011).

Jangan Tertipu!

Hasan al Bashri rahimahullah berkata, "Wahai anak adam janganlah engkau menjadi tertipu dengan orang yang mengatakan:
Al mar'u ma'a man ahab (artinya: Seseorang itu bersama yang dicintainya)

Sesungguhnya barang siapa yang mencintai suatu kaum, niscaya dia akan mengikuti jejak kaum tersebut.

Tidak mungkin seseorang digabungkan dengan kaum yang abrar sampai dia:

Mengikuti jejak mereka,

Mengambil petunjuk mereka,

Bertauladan dengan sunnah mereka,

Pagi dan petang di atas manhaj mereka,

Semangat untuk menjadi seperti mereka,

Berjalan di atas jalan mereka,

Mengambil metode mereka,

Walaupun engkau seorang yang amalannya kurang, sesungguhnya perkara yang teranggap adalah engkau di atas keistiqamahan."

(Lihat Maa Hiya as Salafiyah-Syaikh Abdullah ibn Abdirrahim al Bukhari, hal. 50, cet. Darul Istiqamah 2012).

Ilmu dan Amal Menghasilkan Qana'ah

Di antara rahasia para salaf dahulu selalu qana'ah (merasa cukup) dan tidak butuh dengan sesuatu yang ada di sisi manusia.

Al Imam Az Zurnuji rahimahullah berkata, "Barang siapa yang telah mendapatkan kelezatan dari ilmu dan amal, maka hasratnya akan berkurang untuk mengharap sesuatu yang ada di sisi manusia."

(Ta'limul Muta'allim Thariqut Ta'allum-Imam Az Zurnuji, hal. 60, cet. Darush Shahabah 2013).