Sabtu, 26 September 2015

Hukum Membaca Bismillah ketika Wudhu di Kamar Mandi

Hukum At Tasmiyah (Membaca 'Bismillah') ketika berwudhu di kamar mandi

Syaikh Utsaimin rahimahullah dalam Syarhul Mumti' berkata, "Apabila seseorang berada di dalam kamar mandi maka mengucapkan "Bismillah" di dalam hati dan tidak diucapkan dengan lisan.

Karena kewajiban membaca "Bismillah" ketika wudhu atau mandi bukanlah dengan ucapan, dimana Imam Ahmad berkata: Tidak ada berita yang shahih dari nabi shalallahu wa ala alihi wasallam dalam perkara tasmiyah ketika wudhu.

Hal yang seperti ini mencocoki pula sang penulis kitab 'Al Mughni' dan selainnya, bahwa at tasmiyah ketika wudhu hukumnya sunnah dan tidaklah wajib."

(Dinukil dari Al Halal wal Haram fil Islam Syaikh Muhammad Shalih Utsaimin, hal. 123, cet. Darul Muslim 2008)

Bolehkah Kencing Berdiri?

Hukum Buang Air Kecil (Kencing) dalam Keadaan Berdiri

Syaikh Utsaimin rahimahullah dalam Syarhul Mumti' berkata, "Buang air kecil dalam keadaan berdiri adalah boleh dengan dua syarat

Yang pertama hendaknya aman dari percikan air kencingnya

Yang kedua hendaknya auratnya aman dari penglihatan manusia."

(Dinukil dari Al Halal wal Haram fil Islam Syaikh Muhammad Shalih Utsaimin, hal. 121, cet. Darul Muslim 2008)

Selasa, 22 September 2015

Memperhatikan Perkara Akidah

Kewajiban Memperhatikan Perkara Akidah yang Benar

Syaikh Shalih Fauzan berkata, "... Barang siapa yang menginginkan keselamatan bagi dirinya,

Menginginkan agar amalannya diterima oleh Allah,

Menginginkan agar menjadi seorang muslim sejati,

Maka wajib baginya untuk memperhatikan perkara akidah,

Mengenal mana akidah yang benar dan mengenal lawannya (akidah yang rusak),

Juga mengenal pembatal dan perkara yang mengurangi akidahnya.

Semua diketahui, hingga amalannya dia bisa dibangun di atas akidah yang benar.

Hal di atas tidak akan terwujud kecuali dengan cara mempelajarinya dari orang yang berilmu dan orang yang mumpuni.

Di mana mereka mengambil akidahnya dari salafnya umat ini ..."

(Lihat Irsadul Khillan ila Fatawal Fauzan, juz 1, hal. 15, cet. Darul Bashirah 2009).

Assalamu'ala manittaba'al Huda...

Syaikh Utsaimin pernah ditanya: Apa hukumnya seorang muslim salam kepada seorang muslim lainnya dengan ucapan "Assalamu 'ala manittaba'al huda" (keselamatan dan kesejahteraan atas orang yang mengikuti petunjuk)?

Syaikh menjawab, "Tidak boleh seseorang menyalami seorang muslim dengan bentuk ucapan "Assalamu 'ala manittaba'al huda."

Karena bentuk ucapan ini hanya Rasulullah gunakan ketika beliau menulis surat yang ditujukan kepada selain muslim (orang kafir).

Adapun kepada saudaramu yang muslim, maka ucapkanlah kepadanya "Assalamu'alaikum".

Jika engkau ucapkan "Assalamu 'ala manittaba'al huda" maka konsekuensi dari ucapan tersebut, seakan saudaramu bukanlah orang yang mengikuti petunjuk.

Adapun jika terdapat kaum muslimin bercampur dengan kaum nashara, maka engkau salam dengan ucapan "Assalamu'alaikum" tapi dengan maksud menujukan salam tersebut kepada muslimin.

(Terjemah bebas dari Fatawal Arkanil Islam wal Aqidah-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 138, cet. Darul Aqidah 2007).

Jin Juga Diperintah untuk Beribadah

Jin Juga Diperintahkan untuk Beribadah dan Dilarang untuk Berbuat Syirik

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah dalam Syarah Tsalatsatil Ushul berkata, "Jin adalah termasuk makhluk ghaib yang tidak terlihat oleh kita.

Jin terbebani juga untuk beribadah.

Mereka dilarang untuk berbuat syirik dan bermaksiat seperti halnya bani adam.

Hanya saja yang berbeda adalah bentuk posturnya.

Yang pasti dalam hal dilarang atau diperintah oleh syariat, antara jin dan manusia sama..."

(Terjemah bebas dari Jamiusy Syuruh Tsalatsatil Ushul, hal. 108, cet. Dar Ibnil Jauzi 2012).

Teruntuk Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Di Saat Kita dan Ternyata Mereka
(catatan sederhana di tengah dari sepuluh hari yang mulia)

Di saat kita memberi kepada anak kita makanan bergizi agar menuai sehat, mereka memberi makanan ukhrawi agar menuai selamat.

Di saat kita mengkhawatirkan anak kita mengkonsumsi MSG atau pewarna pada asupannya, mereka mengkhawatirkan kesyirikan dan kebid'ahan pada amalannya.

Di saat kita lelah mencari uang dan penghasilan, mereka lelah mengajari anak kita ilmu agama dan adab mulia.

Di saat kita memikirkan bagaimana cara memutarkan modal dan meraih laba, mereka memikirkan bagaimana cara memahamkan Al Qur'an dan pelajaran.

Di saat kita bisa menutup mata melepas lelah, mereka masih terjaga menahan kantuk piket menjaga anak kita di asramanya.

Di saat anak kita berprestasi, kita pun akan bangga diri dan anak pun akan dipuji. Tapi ketika anak kita tidak sesuai dengan yang diharap, maka celaan, pelecehan dan segudang semat negatif akan mereka dapat.

Mereka. Siapakah mereka?

Ya, merekalah sejatinya pahlawan tanpa jasa. Beramal tanpa kenal lelah. Tiada mengharap pamrih.

Untuk asatidzah, para mudarris dan segenap pemumpu mahad ahlussunnah wal jama'ah di nusantara, maafkanlah kami yang selalu saja berburuk sangka.

Maafkanlah kami yang selalu sering menyalahkan.

Maafkanlah kami yang selalu menyakiti.

Kami hanya bisa mengucapkan, "Jazakumullahukhaira wa barakallahu fiikum".
Amin.

Benarnya Pemahaman dan Bagusnya Niat

Dua Nikmat Itu adalah Benarnya Pemahaman dan Bagusnya Niat

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam I'lamul Muwaqqi'in (1/87), "Benarnya pemahaman dan bagusnya niat termasuk nikmat Allah terbesar yang dianugerahkan kepada hamba-Nya.

Bahkan tiada anugerah terbaik dan termulia yang diberikan kepada seorang hamba setelah nikmat islam kecuali dua perkara ini.

Kedua perkara ini adalah tonggaknya Islam.

Dengan kedua perkara tersebut tegaklah Islam.

Dengan kedua perkara tersebut itu pula seorang hamba akan aman dari jalannya orang yang dimurkai (al maghdub 'alaihi) karena sebab rusaknya niat.

Juga akan aman dari jalannya orang sesat (adh dhaallin) yang rusak pemahamannya.

Maka dengan kedua perkara tersebut seorang hamba akan menjadi orang yang diberi nikmat dengan sebab benarnya pemahaman dan bagusnya niat..."

(An Nubadz fi Adabi Thalabil Ilmi-Syaikh Hamd Ibrahim al Utsman, hal. 45, cet. Maktabah Ibnil Qayyim 2002).

Berpakaian Indah ketika ke Mesjid

Berpenampilan Indah ketika di Majelis Perkumpulan atau di Mesjid

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan."

Syaikh Shalih Fauzan rahimahullah berkata tentang hadits di atas, "جميل terkadung di dalamnya sifat Allah, karena Allah itu memang Maha Indah.

Allah menyukai keindahan pada makhluknya.

Maka sudah semestinya mereka untuk memperindah diri dan berhias diri dengan penampilan yang baik, agar bisa menyukuri nikmat Allah.

Terkhusus jika mereka mendatangi mesjid dan tempat perkumpulan.

Oleh karenanya disukai bagi seorang muslim untuk menggunakan wewangian dan minyak serta berpakaian dengan pakaian yang terbaik agar dia bisa tampak sebagai orang yang penampilan indah.

Yang demikian itu sebagai bentuk syukur kepada Allah."

(Syarah Al Kabair-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 30, cet. Dar ar Risalah al Alamiyah 2012).

Cari Mana yang Afdhal


Syaikh Hamd Ibrahim al Utsman berkata, "Keadaan orang shalih selalu mempelajari tentang amalan-amalan afdhal dan meneliti mana yang paling afdhalnya.

Karena amalan-amalan yang shalih adalah sebab seseorang masuk ke surga.

Seorang mukmin jika di dalam hatinya penuh dengan keimanan, maka tanpa diragukan lagi kelak dia akan ditanya tentang kewajiban-kewajiban yang ditunaikannya dalam rangka taqarrub-nya kepada Allah.

Dan dengan itu menjadi sebab keselamatannya, yakni karena menghasilkan keridhaan dan kecintaan Rabb-nya.

Maka dia pun masuk surga Allah."

(Fiqhul Mufadhalah baina Tha'ah-Syaikh Hamd Ibrahim al Utsman, hal. 11, cet. Darul Furqan 2013).

Jujur pada 3 Tempat


Berkata Syaikh Utsaimin rahimahullah, "Jujur bisa terjadi pada lisan, anggota badan dan hati.

Jujur pada hati, kembali kepada keikhlasan.

Jujur pada lisan, kembali kepada kenyataan yang tepat.

Jujur pada anggota badan, kembali kepada mutaba'ahnya kepada nabi."

(Syarah Muqaddimatil Majmu-Syaikh Utsaimin, hal. 41, cet. Darul Ibnil Jauzi 2004).

Hadits Qudsi

Berkata Syaikh Utsaimin rahimahullah, "Hadits qudsi adalah apa-apa yang diriwayatkan dari nabi shallallahu alaihi wasallam melalui Rabbnya.

Dinamakan juga dengan istilah' hadits rabbani' atau 'hadits ilahi'.

Contohnya nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda berdasar periwayatan dari Rabbnya: ...
(kemudian Syaikh menyebutkan sebuah hadits, pent).

Kedudukan antara hadits qudsi, Al Qur'an dan hadits nabawi adalah sebagai berikut:

Al Qur'anul Karim disandarkan kepada Allah secara lafazh dan makna.

Hadits nabawi disandarkan kepada nabi secara lafazh dan makna.

Adapun hadits qudsi disandarkan kepada Allah secara makna, akan tetapi tidak secara lafazh.

Oleh karena itu, hadits qudsi tidak bisa dilafazhkan seperti lantunan Al Qur'an.

Hadits qudsi juga tidak bisa dibaca ketika shalat.

Hadits qudsi tidak ada datang tantangan dari Allah (untuk diserupakan sebagaimana ayat Al Qur'an, pent).

Hadits qudsi tidak seluruhnya ternukil secara mutawatir sebagaimana Al Qur'an. Bahkan hadits qudsi ada yang shahih, dhaif dan maudhu."

(Terjemah bebas dari Mushthalahul Hadits-Syaikh Utsaimin, hal. 5-6, cet. Dar Ibnil Jauzi 2011).

Mengajari Anak Adab ketika di Mesjid

Mengajak Anak ke Masjid Hendaknya Diajari Adab-Adab di Dalam Masjid

Abu Hurairah radhiallahu 'anhu mengkhabarkan di dalam riwayat Bukhari, ketika cucu beliau, Al Hasan ibn Ali mengambil sebutir kurma dari kurma shadaqah dan ingin memakannya, maka ketika Rasulullah melihatnya beliau pun segera berkata, "Kikh kikh". Beliau isyaratkan agar Al Hasan jangan memakannya karena keluarga beliau tidak diperkenankan memakan makanan shadaqah.

Dari hadits di atas Al Hafizh Ibnu Hajar memberikan faidah di dalam Fathul Bari diantaranya:

"Dibolehkan seorang anak kecil memasuki mesjid-mesjid dan mengajarkan adab kepada mereka..."

(Silahkan lihat Fathul Bari-Ibnu Hajar, jil. 4, hal. 329, cet. Dar Alamiyah lin Nasyr wa Tauji' 2013).

Konsultasi dengan Ustadz dalam Belajar

Al Imam az Zurnuji rahimahullah berkata, "Seyogyanya bagi seorang penuntut ilmu untuk tidak memilih sendiri jenis ilmu yang akan dipelajarinya.

Akan tetapi hendaknya dia menyerahkan urusannya kepada ustadznya.

Karena seorang ustadz telah berpengalaman dalam hal yang demikian.

Seorang ustadz tentunya lebih tahu apa yang semestinya diberikan untuk masing-masing individu.

Dan lebih tahu berdasar latar belakang dari muridnya."

(Silahkan lihat Ta'limul Muta'allim-Imam az Zurnuji, hal. 83, cet. Darush Shahabah 2013).

Bilang Saja Tidak Tahu

Kalau Tidak Tahu Bilang Saja "Tidak Tahu"

Ayyub berkata, "Aku mendengar Al Qasim ditanya ketika beliau berada di Mina.

Beliau hanya menjawab: "Aku tidak tahu" dan "aku tidak tahu".

Ketika orang-orang mulai memprotes jawabannya tersebut, beliau menjelaskan: Demi Allah, aku memang tidak tahu dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kalian.

Kalau seandainya aku tahu, maka aku tidak akan menyembunyikannya karena tidaklah patut bagiku untuk menyembunyikan ilmu dari kalian."

Yahya ibn Sa'id dalam kejadian lain mengatakan bahwa Al Qasim pernah berkata, "Aku tidak mengetahui setiap jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepadaku.

Sesungguhnya kehidupan seorang yang bodoh setelah dia tahu apa saja hak Allah atas dirinya, itu masih lebih baik dibandingkan dia bicara tentang apa yang dia tidak ketahui."

(Disadur dari Shifatush Shafwah-Ibnul Jauzi, jil. 1, hal. 351, cet. Darul Hadits 2000).

Berjalan Sesuai Takdirnya

Seseorang Akan Dimudahkan Berdasar Takdirnya

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, "Sesungguhnya jika Allah ta'ala menghendaki seorang hamba untuk kenyang atau puas maka hamba tersebut akan diilhamkan untuk makan dan minum.

Jika Allah menghendaki hamba tersebut bertaubat, maka Allah akan ilhamkan dia untuk bertaubat, dan dia pun akan bertaubat.

Jika Allah menghendaki hamba tersebut untuk dirahmati dan kelak dimasukan ke masukan surga, maka Allah akan mudahkan baginya tuk menjalani amalannya calon penduduk surga."

(Fiqhul Mufadhalah bainath Thaa'aat-Syaikh Hamd Ibrahim al Utsman, hal. 26, cet. Darul Furqan 2013).

Said ibnul Musayyab

Sa'id ibnul Musayyab, Betapa Dirinya Memuliakan Hadits

Imam Malik bercerita, "Pernah suatu ketika datang seseorang kepada Sa'id ibnul Musayyab.

Ketika itu Sa'id sedang sakit.

Orang tersebut bertanya kepada Sa'id tentang suatu hadits, dan saat itu posisi Sa'id sedang berbaring.

Maka Sa'id pun duduk dan menyampaikan hadits kepada orang tersebut.

Karena melihat payahnya kondisi Sa'id yang sedang sakit, orang itu pun berkata: Duhai kiranya engkau tetap pada posisimu (tidak perlu bersusah payah duduk).

Sa'id pun menimpali: Sesungguhnya aku tidak suka menyampaikan hadits dari Rasulullah dalam keadaan aku berbaring."

(Shifatush Shafwah-Ibnul Jauzi, jil. 1, hal. 346, cet. Darul Hadits 2000).

3 Tanda Kebaikan

Koreksilah Dirimu dengan 3 Tanda ini

Berkata Syaikh Hamd Ibrahim al Utsman, "Jika Allah menghendaki seorang hamba dengan kebaikan, maka dia akan mencintai ibadah-ibadah.

Tabiatnya banyak di atas amalan ketaatan.

Dan merasa senang dengan perkara ketaatan."

(Fiqhul Mufadhalah bainath Thaa'aat-Syaikh Hamd Ibrahim al Utsman, hal. 25, cet. Darul Furqan 2013).

Menjadi Dermawana

Kedermawanan Memupus Anggapan Begitu Bernilainya Dunia

Muhammad ibnul Hanafiyah berkata, "Barang siapa yang menempa dirinya dengan kedermawanan niscaya dunia tidak bernilai di sisinya".

(Shifatush Shafwah-Ibnul Jauzi, jil. 1, hal. 344, cet. Darul Hadits 2000).

Senin, 07 September 2015

Betapa Sulitnya Ikhlash


Imam Nawawi menukil ucapan Yusuf ibnul Husain rahimahullah, beliau berkata, "Kemuliaan sesuatu di dunia ini adalah keikhlasan."

Syaikh Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang maksud ucapan di atas, "... Yakni bahwa seorang insan sangat sulit sekali untuk iklash dalam beramal.

Oleh karenanya wajib bagi kita untuk besungguh-sungguh menempa jiwa dalam permasalahan ini.

Bersungguh-sungguh untuk tidak menginginkan riya, sum'ah, ujub diri dan tidak menginginkan ketenaran di antara teman-temannya.

Akan tetapi jadikanlah amalan seorang insan itu untuk Allah, bersama Allah dan di jalan Allah."

(Lihat Syarh Muqaddimatil Majmu-Syaikh Utsaimin, hal. 40, cet. Darul Ibnil Jauzi 2004).

Jangan Sampai Anak Anda Kelak Jadi Orang Tua Bodoh

Agar Kelak Anak Anda Tidak Menjadi Orang Tua yang Bodoh

Hisyam ibn Urwah mendapatkan nasehat dari ayahnya, Urwah ibn Zubair.

Beliau berkata, "Wahai anakku pelajarilah ilmu (agama) oleh kalian!

Maka sesungguhnya sekarang kalian kecil di masyarakat akan tetapi kelak akan menjadi pembesar mereka.

Keadaan apalagi yang lebih jelek dari seorang tua yang bodoh!."

(Shifatush Shafwah-Ibnul Jauzi, jil. 1, hal. 349, cet. Darul Hadits 2000).

Jumat, 04 September 2015

Makna Hadits, Khabar dan Atsar

Syaikh Utsaimin menerangkan kepada kita tentang makna: hadits, khabar, atsar.

Hadits adalah apa-apa yang disandarkan kepada nabi shallallahu alaihi wa sallam berupa ucapan, perbuatan, pendiaman atau pensifatan.

Khabar jika bermakna hadits maka definisinya sama dengan definisi hadits yang telah lewat.

Tapi ada yang mengatakan, khabar adalah apa-apa yang disandarkan kepada nabi shallahu alaihi wasallam atau disandarkan kepada selain nabi.

Maka khabar lebih umum dan lebih luas cangkupannya dibanding hadits.

Adapun atsar adalah apa-apa yang disandarkan kepada shahabat nabi atau tabi'in.

Tapi terkadang atsar dimaksudkan juga dengan apa-apa yang disandarkan kepada nabi shallallahu alaihi wasallam jika ada penggandengan katanya.

Contohnya jika engkau katakan: ... dan ini ada di dalam atsar dari nabi shallallahu alaihi wasallam.

(Terjemah bebas dari Mushthalah Hadits-Syaikh Utsaimin, hal. 5, cet. Darul Ibnil Jauzi 2011).

Yang Penting Takwanya

Ngaji seminggu 1x atau 2x doang ...

Jangan berkecil hati atau malu, teruslah istiqamah dan semangat!

Imam Sahnun rahimahullah dalam Siyar Alamun Nubala berkata, "Ibnul Qasim jarang sekali terlihat di sisi kami, kecuali dia berkata:

Bertakwalah kalian kepada Allah, karena sedikitnya perkara ini -ilmu- akan menjadi banyak.

Dan banyaknya ilmu tanpa adanya takwa maka akan menjadi sedikit."

(Awaiquth Thalab-Syaikh Abdussalam Barjas, hal. 11, cet. Darul Minhaj 2004).

Kemusyrikan Zaman Sekarang Lebih Parah

Orang Musyrik Zaman Sekarang Lebih Parah Dibanding Zaman Dulu

Syaikh Shalih Abdul Aziz alu Syaikh rahimahullah berkata, "Jika engkau memperhatikan dua keadaan, keadaan orang musyrik dahulu melakukan kesyirikan hanya di waktu lapang saja.

Jika di waktu sempit atau terjepit, mereka ikhlash dan bertauhid. Mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlashkan agama-Nya.

Adapun orang-orang musyrik zaman sekarang, ketika di waktu lapang, mereka menuju ke kuburan Al Idrus, Al Husain, Al Badawi, Al Marghinani dan yang lainnya dari jenis-jenis manusia atau orang mati yang mereka tuju.

Tapi jika tertimpa kesempitan, mereka pergi ke pepohonan, bebatuan dan semisalnya.

Ini tidak diragukan lagi bahwa kesyirikan zaman ini lebih parah dibanding dahulu.

Karena mereka berbuat syirik di dua waktu, sedangkan orang musyrik di zaman dahulu berbuat syirik hanya di satu waktu saja..."

(Silahkan lihat Syarhul Qawaidil Arba-Syaikh Shalih Abdul Aziz alu Syaikh, hal. 41-42, cet. Darul Musthafa 2012).

Lapang Bukan Tanda Tenang

Hati-hati. Senang bukan berarti tenang.

Syaikh Zaid ibn Muhammad ibn Hadi al Madkhali rahimahullah berkata, "Terkadang seseorang mendapat azab yang disegerakan (di dunia) dalam keadaan azab yang tertunda kelak akan mengiringinya juga (dia mendapat azab juga nanti di hari kiamat, pent).

Kadang juga seseorang mendapat azab yang tertunda (di dunia tidak diazab, pent) adalah sekadar untuk memberi tangguh orang yang bermaksiat.

Orang yang bermaksiat tersebut dipuaskan segala kenikmatan-kenikmatan. Dilimpahkan kesehatan, kekayaan, keamanan dan kenyamanan.

Semua di atas menyatu di dalam kemaksiatan kepada Allah.

Keadaan itu semua hanya sebagai penunjukkan bahwa keadaan dunia di sisi Allah adalah hina.

Tapi kelak orang yang bermaksiat akan kembali kepada Allah.

Maka Allah tidaklah memutuskan suatu keadaan manusia kecuali dengan perkara yang adil.

Allah tidak menghisab (azab) mereka kecuali karena kezhaliman dan kelaliman mereka sendiri.

Maka kepada-Mu lah yaa Allah selamatkanlah kami, selamatkanlah kami."

(Terjemah bebas dari Thariqul Wushul ila Idhahi Tsalatsatil Ushul-Syaikh Zaid al Madkhali, hal. 57, cet. Mirats Nabawi/Darul Mustaqbal 2012).

Kamis, 03 September 2015

Berkaca dari Umar ibn Abdil Aziz


Ibnul Jauzi berkata, "haddatsana Daud ibn Mahbar, 'an Al Mubarak ibn Fadhalah, beliau berkata:

Abdullah ibnul Ahtam masuk menemui Umar ibn Abdil Aziz yang sedang duduk di ranjangnya.

Al Ahtam pun memuji dan menyanjung Allah, kemudian setelah itu menasehati Umar dengan nasehat yang panjang.

Umar pun terjatuh dari ranjangnya sampai menyentuh lantai.

Lalu Umar bangun dan berlutut dengan keduanya lututnya.

Ibnul Ahtam berkata: Engkau wahai Umar, Engkau wahai Umar, Engkau wahai Umar adalah termasuk putra raja-raja dan anak-anak dunia.

Engkau dilahirkan di dalam kenikmatan dan dihidupi dengan kenikmatan. Mereka tidak tahu selainnya.

Umar menangis seraya berkata: Lanjutkan, lanjutkan wahai ibnul Ahtam, lanjutkan!

Ibnul Ahtam terus menerus menasehatinya sedangkan Umar terus menangis.

Sampai Umar pun akhirnya jatuh pingsan."
-selesai-

Ikhwatii fillah..
Subhanallah, luar biasa.

Seorang Khalifah ketika ada yang menasehatinya tidak membantah.

Bahkan dirinya menerima dan minta terus untuk ditambah nasehatnya.

Diresapi nasehat tersebut hingga membuat dirinya menangis dan jatuh pingsan.

Ikhwatii fillah,
Ternyata selama ini kita orang yang 'keras hati' dalam menerima masukan, dan orang yang 'keras kepala' dalam menyikapi nasehat. Nastagfirullah..

(Kisah Umar bisa dilihat di Sirah wa Manaqib Umar ibn Abdil Aziz-Imam Ibnul Jauzi, hal. 110, cet. Darul Ibnil Jauzi 2012).

Inti Dari Semua adalah Peribadahan Hati

Syaikh Shalih Abdul Aziz alu Syaikh rahimahullah berkata, "Barang siapa di zaman ini yang membeda-bedakan kesyirikan dengan mengatakan: Orang-orang shalih itu adalah para wali. Mereka punya kedudukan di sisi Allah. Para nabi juga sama dengan mereka, punya kedudukan dan posisi di sisi Allah. Jadi, apabila kami minta syafa'at kepada mereka, sesungguhnya mereka memang punya kedudukan di sisi Allah.

Maka kita jawab (syubhat di atas): Apa bedanya antara mengibadahi orang-orang shalih dengan mengibadahi Isa atau mengibadahi Uzair dan juga perbuatan kalian yang mengibadahi orang-orang shalih itu?

Apa bedanya antara ini dan itu?

Tidak diragukan, bahwa hukum semua itu adalah sama!

Ini merupakan kaidah yang pasti untuk orang yang membeda-bedakan antara ini dan itu.

Karena inti dari semuanya adalah peribadahan hati.

Jika di dalam hati terdapat pengkultusan dan penyamaan pada hak Allah, maka ini sama saja, baik itu syirik kepada orang shalih ataukah syirik kepada orang yang tidak shalih. Nabi ataukah yang bukan nabi. Pohon ataukah malaikat.

Perkaranya hanya satu!

Hati itu wajib untuk mempersembahkan peribadahan kepada Allah saja, dan menjadikan agama hanya untuk Allah."

(Silahkan lihat Syarhul Qawaidil Arba-Syaikh Shalih Abdul Aziz alu Syaikh, hal. 37, cet. Darul Musthafa 2012).

Orang Berilmu yang Rugi Dunia Akhirat

Mari Kita Kerahkan Segenap Kemampuan untuk Mengamalkan Ilmu

Ibnul Jauzi dalam Shayyidul Khatir berkata, "Sungguh benar-benar miskin (kasihan), orang yang menyia-nyiakan ilmu tanpa amal nyata.

Dia telah kehilangan banyak kelezatan dari dunia dan juga kehilangan banyak kebaikan di akhirat.

Jadilah dia seorang yang bangkrut bersamaan dengan kuatnya hujatan atas dirinya."

(Dinukil dari Awaiquth Thalab-Syaikh Abdussalam Barjas, hal. 19, cet. Darul Minhaj 2004).