Rabu, 24 Februari 2016

Jadikan Rutinitas sebagai Ibadah

Syaikh Abdurrahman As-Sa'dy rahimahullahu berkata di dalam Bahjatu Qulubil Abrar, "... Oleh karenanya sertakanlah niat di dalam segala perkara yang mubah dan di dalam segala urusan-urusan dunia.

Karena barang siapa yang tujuannya di dalam menjalankan aktivitas atau rutinitas keduniaan itu untuk membantu di dalam menegakkan perkara-perkara yang wajib atau mustahab, dan dia mengiringi semua itu dengan niat yang shalih, baik ketika makannya, tidurnya, istirahatnya atau kerjanya, maka jadilah rutinitas yang dia jalankan tesebut sebagai ibadah.

Allah akan memberkahi hamba ini di setiap amalannya.

Allah juga akan bukakan bagi hamba ini pintu-pintu kebaikan dan rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka.

Adapun orang yang lalai untuk menyertakan niat yang shalih di dalam rutinitas kesehariannya karena kebodohan atau karena mengentengkan, maka janganlah mencela kecuali dirinya sendiri..."

(Dinukil dan diterjemah bebas dari Syarah Al Arbaun Nawawiyyah-Imam Nawawi, hal. 26-27, cet. Darul Mustaqbal 2005).

Allah Bersama Orang yang Sabar

Allah Bersama Orang yang Bersabar

Allah ta'ala berfirman:
{إن الله مع الصابرين}
"Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar" (QS. Al Baqarah: 153).

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, "Ini adalah kabar gembira yang besar bagi siapa yang bersabar.

Allah menyatakan
{ مع الصابرين}
"Bersama orang-orang yang besabar"

Hal ini ada tiga sisi, yaitu:

Sisi yang pertama:
Bahwa shalat itu mesti beriringan dengan kesabaran, karena shalat adalah termasuk dari bentuk sabar di dalam ketaatan kepada Allah.


Sisi yang kedua:
Bahwa meminta pertolongan dalam perkara sabar itu lebih sulit dibanding dalam perkara shalat, karena sabar itu pahit rasanya. Sebagaimana dalam syair dikatakan:
"Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya.
Akan tetapi hasilnya akan lebih manis dari madu".

Maka sabar itu pahit ketika seorang insan menjalaninya. Mesti membutuhkan pertolongan dan terus bersabar. Akan bergolak darahnya hingga orang yang melihat akan berkata kepadanya, "Orang ini sedang sakit".


Sisi yang ketiga:
Bahwasanya jika Allah bersama orang yang bersabar maka lebih-lebih lagi kepada orang yang shalat. Ini berdasar ketetapan nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa seorang yang shalat itu sedang bermunajat kepada Rabbnya, dan Allah akan menghadapkan wajah-Nya padahal Allah berada di atas 'arsy-Nya subhanahu wa ta'ala.

(Lihat Nidaatu Rabbil 'Alamin-Syaikh Utsaimin, hal. 9-10, cet. Darul Iman 2003).

Say No To Maho

Maho alias manusia homo kini kian nampak. Mereka kini tak malu untuk terang-terangan mengaku. Model penyimpangan seks nan menjijikkan ini kini disuarakan. Lagi-lagi HAM menjadi tempat perlindungan.

Pembaca yang budiman, sungguh heran diri ini ketika fenomena maho kian hari kian nyata. Perilaku laknat warisan kaum luth bisa-bisanya diminat. Tidakkah mereka punya akal sehat?

Namun inilah kenyataan. Ketika bocah-bocah bau kencur sudah berbangga dengan akhlak bejat, 'bocah gay' bukan suatu yang jelek untuk disemat.

Lebih tragis lagi. Kampus-kampus yang dipandang tempat orang-orang pintar dan kritis, kini menjadi lahan subur bagi maho laknat menyuarakan pelegalannya.

Lebih edan lagi ternyata payung para mahasiswa maho adalah lembaga kampus yang diperkuat barisan dosen-dosen pegiat suara kaum laknat.

Jangan remehkan maho!

Mereka terus dan terus merekrut korban. Tidak segan untuk merenggut dan menghancurkan kesucian. Segala cara dan jalan akan mereka tempuh demi mendapat korban berkencan.

Di sisi lain, mereka terus berkampanye dan bersuara. Mendapat kesetaraan hak dan pelegalan hukum menjadi tujuan.

Lalu apakah kita diam? Tentu tidak!

Mari kita tangkal pergerakan maho laknat dengan ilmu dan amal. Bukan dengan serampangan dan cara preman.

Kita tebarkan kepada umat bekal ilmu yang bermanfaat, yaitu Ilmu yang bersumber kepada Al Qur'an dan As Sunnah dengan pemahaman salafush shalih insya Allah selamat.

Lindungi diri kita, keluarga dan orang-orang dekat kita dari maho dan kita katakan pada dunia, "Say no to maho".

Mintalah Keikhlasan di dalam Beramal

Syaikh Shalih Fauzan hafizhullahu berkata, "... Ini adalah perkara yang sangat penting, yaitu seorang insan memohon keikhlashan kepada Allah di setiap amalannya, dan tidak menjadikan tujuan amalannya kepada selain wajah Allah, karena hal itu akan menghancurkan amalnya. Oleh karenanya, ikhlash adalah perkara yang sangat penting.

Allah berfirman yang artinya, "Barang siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Rabbnya, maka beramalah dengan amalan yang shalih dan janganlah menyekutukan Rabbnya di dalam peribadahan dengan seorangpun." (QS. Al Kahfi: 110).

Maka seorang insan hendaknya meminta kepada Allah untuk diberikan keikhlashan dan dijadikan amalannya senantiasa ikhlash mengharap wajah Allah.

Seorang insan hendaknya takut dari riya dan cinta dunia. Juga takut ketika beramal, tujuannya untuk dunia dan tujuan riya serta tujuan mendapatkan pujian dan sanjungan.

Semua hal di atas akan menghancurkan amalan! Seorang insan harus takut dari perkara-perkara ini.

(Lihat Ittihafuth Thullab bi Syarhi Manzhumatil Adab-Syaikh Shalih Al Fauzan, hal. 73, cet. Darul Hikmah 2009).

Wanita Ideal di Sisi Orang Pedalaman (yang berfitrah bersih)

Seorang arab badui ditanya tentang sifat wanita yang ideal di sisinya. Dia menjawab,

Seutama-utamanya wanita adalah yang paling tinggi ketika berdiri.

Yang paling mulia ketika duduk.

Yang paling jujur ketika berbicara.

Ketika engkau marah, dia pun akan membalasnya dengan kelembutan.

Jika engkau tertawa, dia akan membalas dengan senyuman.

Jika engkau membuat sesuatu, dia pun akan memuji agar suaminya merasa senang.

Dia senantiasa berada di rumahnya.

Mulia di tengah kaumnya dan merasa rendah akan dirinya (tidak sombong).

Dia seorang yang waluud (punya banyak anak).

Semua perangainya terpuji.

(Lihat Akhbarun Nisa-Ibnul Jauzi, hal. 8, cet. Darul Manar 1998).

Sabtu, 20 Februari 2016

Sifat Seorang Penuntut Ilmu

Tanamkan Sifat Ini Pada Anda, Wahai Penuntut Ilmu

Imam al Ajurri rahimahullahu berkata, "Di antara sifat (mulia) dari seorang yang menuntut ilmu agama adalah:

Keinginannya di dalam menuntut ilmu adalah karena dia mengetahui bahwa Allah telah mewajibkan dirinya untuk beribadah kepada-Nya. Sedangkan ibadah tidak akan terwujud kecuali dengan ilmu.

Dia juga mengetahui bahwa ilmu adalah sesuatu yang wajib atas dirinya.

Dan dia juga mengetahui bahwasanya seorang mukmin tidak akan baik keadaannya dengan kebodohan. Maka dia pun menuntut ilmu agar bisa mengenyahkan kebodohan dari dirinya.

Juga agar dirinya bisa beribadah kepada Allah sebagaimana yang telah Allah perintahkan, bukan beribadah dengan dasar hawa nafsunya.

Dan demikian juga, tujuan dia di dalam proses menuntut ilmunya adalah bersandar kepada keikhlasan.

Dia tidak memandang dirinya memiliki keutamaan di dalam proses belajarnya (semata), akan tetapi dia memandang bahwa keutamaan itu adalah ketika dirinya diberikan taufiq oleh Allah untuk menuntut ilmu agar dia bisa beribadah dengan ilmu yang telah di dapat, yaitu berupa menunaikan kewajiban-kewajban yang telah diwajibkan Allah atas dirinya dan menjauhi perkara-perkara yang haram".

(Lihat Akhlaqul Ulama-Imam al Ajurri, hal. 31, cet. Darul Atsar 2003).

Minggu, 14 Februari 2016

Memohon Husnul Khatimah di Kala Fitnah

Syaikh Shalih Fauzan berkata, "... Betapa banyak orang-orang yang menyimpang -wal 'iyadzu billah- dan betapa banyak pula orang yang nyeleneh dan sesat karena sebab fitnah.

Seorang insan senantiasa berada di atas bahaya selama dia masih hidup.

Jangan mensucikan diri sendiri dan jangan merasa aman dari makar Allah yang mungkin akan memberimu fitnah dan ujian hingga engkau tidak kokoh lagi di atas al haq.

Betapa banyak orang-orang yang murtad.

Betapa banyak orang-orang yang rusak padahal dulu dia dahulu di atas kebaikan.

Betapa banyak orang-orang yang menyimpang padahal dahulu dia di atas hidayah.

Maka sudah semestinya bagi kita untuk meminta hidayah kepada Allah dan meminta husnul khatimah (akhir hidup yang baik)..."

(Silahkan lihat Ittihafuth Thullab-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 73, cet. Maktabah al Hikmah 2009).

Rabu, 03 Februari 2016

Qana'ah-nya Imam Ahmad

Dalam kitab Bidayah wan Nihayah diceritakan bahwa pernah suatu hari Imam Ahmad ketika sedang menimba ilmu di Yaman, rumahnya dimasuki pencuri.

Pakaian beliau ludes dicuri.

Imam Ahmad pun tidak bisa keluar rumah karena sudah tidak punya lagi pakaian tuk salin.

Dengan keadaan demikian, akhirnya selama beberapa waktu Imam Ahmad tak terlihat di majelis ilmu.

Teman-temannya merasa kehilangan karena mereka tidak tahu dengan apa yang sedang menimpa Imam Ahmad.

Mereka pun akhirnya bersama-sama menuju ke rumah Imam Ahmad untuk mencari kabar.

Ketika sampai di rumahnya, mereka pun menanyakan kabar beliau.

Imam Ahmad akhirnya terpaksa bercerita tentang kejadian yang menimpanya.

Karena rasa iba atas apa yang terjadi, di antara mereka ada yang menawarkan bantuan berupa emas kepada Imam Ahmad.

Temannya mempersilahkan kepada Imam Ahmad agar emas tersebut digunakan untuk berbelanja dari segala kebutuhannya.

Tapi Imam Ahmad menolaknya.

Beliau hanya mau mengambil satu dinar dari salah seorang temannya.

Iu pun beliau ambil karena statusnya sebagai upah atas pekerjaan menyalinkan catatan kepada salah seorang temannya tersebut.

Allahu akbar!

Ikhwati fillah,
Perhatikanlah! Sedemikian keadaannya Imam Ahmad, tapi beliau tidak mudah untuk meminta-minta.

Beliau tetap menjaga kehormatan dirinya.

Beda dengan kita, yang selalu berharap-harap bantuan dari manusia padahal keadaannya belum pada taraf darurat.

Allahu musta'an.

Nastaghfirullah.

(Kisah ini bisa dilihat di Al Bidayah wan Nihayah-Ibnu Katsir 1/329).

Memohon Khusnul Khatimah

Syaikh Shalih Fauzan hafizhullahu berkata, "Perkara ini sangat penting, yaitu hendaknya seorang insan berdoa kepada Allah untuk meminta khusnul khatimah (akhir hidup yang baik) agar menutup hidupnya di atas Islam, karena amalan-amalan itu akan ternilai di akhir tutup hidupnya."

Terkadang seorang insan di masa hidupnya terlihat sebagai orang yang baik, mengamalkan amalan shalih.

Tapi kemudian dia di akhir hidupnya, dia mengamalkan dengan amalan jelek, hingga dia mati di atas kekufuran. Jika demikian keadaannya, maka tidaklah bermanfaat amalan-amalannya.

Tekadang ada juga seorang insan yang di masa hidupnya dalam keadaan lalai, tapi kemudian di akhir hidupnya dia mengamalkan amalan baik. Maka dengan itu, dia pun mendapat keberuntungan dan diberikan kebaikan dari segala yang dia usahakan.

Maka yang menjadi tolak ukurnya adalah bagaimana di akhir hidupnya.

(Ittihafuth Thullab bi Syarhi Manzhumatil Adab-Syaikh Shalih Al Fauzan, hal. 72, cet. Darul Hikmah 2009).

Ringkasan Perjalanan Hidup Rasul 2

Maka bersemangatlah engkau untuk mengetahui apa yang terjadi pada bapakmu, Adam, dan musuhnya, Iblis.

Juga apa yang terjadi pada Nuh dan kaumnya, Hud dan kaumnya, Shalih dan kaumnya, Ibrahim dan kaumnya, Luth dan kaumnya, Musa dan kaumnya, Isa dan kaumnya serta Muhammad dan kaumnya.

Kenalilah olehmu apa yang telah dikisahkan oleh para ahlul ilmi tentang kehidupan rasul bersama kaumnya, baik ketika di Mekkah atau di Madinah.

Kenalilah pula olehmu tentang kehidupan dan amalan para shahabatnya.

Jika engkau telah mengenali sosok kehidupan rasul dan para shahabatnya, niscaya engkau akan bisa mengenali apa itu Islam dan apa itu kekufuran, karena kini ajaran Islam yang benar itu asing.

Mayoritas manusia di hari ini tidak bisa membedakan antara mana yang ajaran Islam dan mana yang ajaran kufur.

Jika sudah tidak bisa membedakan hal ini, niscaya kebinasaan lah yang akan di dapat, dan sulit tuk diharapkan kembali selamat.

Insya Allah bersambung ke bagian 3

(Mukhtashar Sirah Rasul-Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab, hal 21, cet. Maktabah ar Rusyd 2011).