Rabu, 29 Juni 2016

Zakatnya Ternyata Salah Sasaran, Gimana Ni?

Yakin Telah Menyalurkan Zakat kepada yang Berhak, Ternyata yang Diberi Zakat Bukan Orang yang Berhak..?!

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata, "... Jika ada seorang yang memberikan zakatnya secara khusus kepada orang tertentu, dalam keadaan orang yang memberi zakat ini mengira bahwa orang yang diberi adalah orang yang berhak menerima zakat, tapi kemudian dia mendapat kejelasan bahwa orang yang telah diberi zakatnya ini ternyata bukan orang yang berhak menerimanya, maka jika zakat yang dia salurkan diterima (sah) dan dia telah terbebas dari tanggungannya.

Karena dia telah berniat menyalurkannya kepada orang yang dia pandang berhak untuk menerimanya, dan apa yang telah diniatkan sesuai dengan niatnya."

(Terjemah bebas dari Syarah Riyadhish Shalihin-Syaikh Ibnu Utsaimin, jil. 1, hal. 27, cet. Dar Ibnil Jauzi 2009).

Selasa, 28 Juni 2016

"Nanti Riya Lho"=Waswas Setan. Jangan Pedulikan!

Pernahkah kita mengalami kejadian ketika ingin beramal, tiba-tiba ada betikan di hati "Jangan lakukan, nanti riya lho.."

Awalnya semangat, karena ada betikan tersebut akhirnya kita jadi setengah hati mau beramal. Takut riya, katanya.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata, "Ketahuilah bahwa setan akan mendatangimu ketika engkau ingin beramal kebaikan dengan mengatakan: Sesungguhnya engkau mengamalkan ini hanya karena (tujuan) riya!!

Maka setan pun memupus dan menakut-nakuti semangatmu.

Akan tetapi janganlah engkau gubris hal itu dan jangan engkau turuti apa kata setan. Hendaknya tetap amalkan!

Karena jika engkau ditanya, "Apakah engkau sekarang mengamalkan ini karena riya dan sum'ah?"

(Kalau) Engkau berkata, "Tidak." Maka ini adalah waswas setan yang dimasukan ke dalam hatimu, maka jangan digubris waswas setan tersebut.

(Syarah Riyadhish Shalihin-Syaikh Ibnu Utsaimin, jil. 1, hal. 15, cet. Dar Ibnil Jauzi 2009).

Senin, 27 Juni 2016

Jangan Niat Sampai Terlewat


Kadang ketika kita melakukan ibadah seakan 'tanpa sadar' melewati perkara yang seharusnya kita tidak boleh lalai, berniat.

Benar, mungkin karena sudah menjadi rutinitas maka menghadirkan niat terancam terlewat.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata, "Sudah seyogyanya seorang untuk menghadirkan niat di setiap ibadah-ibadahnya.
Sebagai contoh ketika berwudhu, maka niatkan berwudhu karena Allah dan dalam rangka menunaikan perintah Allah.
Ini ada tiga perkara:
1. Berniat untuk ibadah
2. Berniat ibadahnya untuk Allah
3. Berniat bahwasanya dia mengerjakannya karena dalam rangka menunaikan perintah Allah.
Ini adalah perkara yang paling sempurna di dalam berniat.
Demikian pula dalam masalah shalat dan dalam perkara ibadah-ibadah lainnya.

(Syarah Riyadhish Shalihin-Syaikh Ibnu Utsaimin, jil. 1, hal. 14, cet. Dar Ibnil Jauzi 2009).

Sudahkah Anda Termasuk Orang yang Bersyukur?

Syaikh Ubaid al Jabiri hafizhahullahu berkata, "Rasa syukur bisa teranggap pada seorang hamba dengan tiga perkara:

1. Menetapkan kenikmatan (yang didapat) pada hatinya. Yaitu dengan meyakini bahwa nikmat ini berasal dari Allah maka akan kembali lagi kepada Allah. Jika Allah berkehendak (langgeng) maka akan metetap (kenikmatan tersebut), kalau Allah berkehendak (hilang) maka akan hilang (kenikmatan yang telah ada).

2. Menceritakan kenikmatan (yang didapat) dengan nyata ketika ada keperluannya atau ketika ada hasil kebaikannya, contohnya: Aku diberikan rezeki (anugerah) -walhamdulillah- dengan sepuluh anak yang semuanya menghafal kitabullah (Al Qur'an).

3. Mempergunakan kenikmatan ini di dalam keridhaan yang memberi dan yang menganugerahkan nikmat tersebut, yaitu Allah. Di dalam hadits yang shahih "Merupakan suatu kenikmatan adalah ketika harta yang baik dimiliki oleh orang yang shalih." (HR. Ahmad, Bukhari dalam Al Adabul Mufrad. Dinilai shahih sanadnya berdasar syarat Imam Muslim oleh Syaikh al Albani).

(Terjemah bebas dari Al Bayanul Murashshi'-Syaikh Ubaid al Jabiri, hal. 8, cet. Darul Miratsin Nabawi 2015).

Kamis, 16 Juni 2016

Semua Ibadah Pasti Terdapat Hikmah yang Besar

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata, "... Tidaklah ada dari satu ibadah yang telah disyariatkan oleh Allah untuk hamba-Nya melainkan terdapat kandungan hikmah yang besar. Hikmah itu dapat diketahui oleh yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya.

Dan bukanlah karena ketidaktahuan kita terhadap adanya hikmah dari sesuatu ibadah-ibadah, menjadi dalil untuk menyatakan bahwa ibadah tersebut tidak ada hikmahnya.

Tetapi seharusnya justru menjadi dalil akan lemahnya dan kurangnya diri kita dalam menggali kandungan hikmah Allah ta'ala, ini berdasar firman Allah yang artinya, "Dan tidaklah Aku berikan kepada kalian dari ilmu kecuali hanya sedikit." (QS. Al Isra: 85).

(Majalisu Syahri Ramadhan-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 43, cet. Darul Aqidah 2008).

Rabu, 15 Juni 2016

Melatih Anak-Anak Berpuasa

Anak-Anak Kecil Hendaknya Dilatih Untuk Berpuasa

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata, "Dahulu para shahabat ridhwanullah 'alaihim telah mengajak anak-anak mereka untuk berpuasa padahal keadaan mereka masih kecil.

Mereka ajak anak-anaknya menuju masjid dan membuatkan mainan yang diberi warna (yakni dari bahan wol dan sejenisnya) di sana.

Jika anak-anak mereka menangis karena merasakan lapar, maka mereka memberikan mainan tersebut agar bisa bermain-main dengannya.

Kebanyakan dari kalangan wali-wali anak (orang tua) pada hari ini telah lalai terhadap perkara ini.

Mereka tidak memerintahkan anak-anaknya untuk berpuasa.

Bahkan sebagian dari mereka ada yang melarang anak-anaknya untuk berpuasa karena adanya kekhawatiran akan hal ini dan menyangka bahwa perbuatan ini (melarang anak untuk berpuasa) adalah bentuk kasih sayang mereka kepada anak-anaknya.

Padahal kasih sayang yang hakiki kepada anak adalah (mendorong anak untuk) menegakkan kewajiban, mendidik mereka di atas syariat-syariat islam dan melatih mereka untuk mengerjakannya.

Barang siapa yang menghalang-halangi anak-anaknya dari perkara ini, atau mengenteng-entengkan permasalahan ini, maka (orang tua yang seperti ini) telah berbuat zhalim kepada anak-anaknya dan juga kepada dirinya sendiri.

Ya, jika anak-anak tengah berpuasa dan orang tua mendapati adanya suatu bahaya, maka tidak mengapa agar mereka dicegah dahulu untuk berpuasa saat itu."

(Majalisu Syahri Ramadhan-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 29, cet. Darul Aqidah 2008).

Selasa, 14 Juni 2016

Awalnya Biasa Saja, Lama-Lama..


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِى فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
Artinya: “Tidaklah aku tinggalkan setelahku suatu fitnah (godaan) yang lebih membahayakan atas para lelaki dari fitnahnya (godaan) wanita.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Ah, sudah punya istri kok. Saya sudah tua.

Yakin?

Ali ibn Zaid mendengar Said ibnul Musayyab berkata, "Setan tidak akan putus asa dari sesuatu (dalam menggoda manusia) kecuali mendatangkan godaan tersebut dari arah wanita.
Kemudian Said melanjutkan -padahal waktu itu beliau sudah berumur 84 tahun juga telah hilang satu pandangannya dan hidup dengan mengandalkan pandangan sebelahnya yang lain-: "Tidaklah ada sesuatu yang paling aku takutkan di sisiku dibandingkan dengan (godaan) seorang wanita."
(Hilyatul Aulia 2/166 dan Siyar A'lamun Nubala 4/237).

Hati-hati ya..

Awalnya biasa saja, tidak ada yang istimewa. Tapi karena sering ketemu lama-lama kok jadi suka ya? Lama-lama ingat senyumnya terus ya?

Allahu musta'an

ANDA DALAM BAHAYA!!!

Segera bertaubat dan jauhi penyebab maksiat!

Semoga Allah lindungi kita semua dari kejelekan fitnah-fitnah yang menghantarkan kepada kebinasaan. Amin.

Senin, 13 Juni 2016

Memfokuskan Al Qur'an di Bulan Ramadhan

Mari Memfokuskan Diri Untuk Membaca Al Qur'an di Bulan Ramadhan (1)

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, "... Dahulu para salafush shalih banyak membaca Al Qur'an di Bulan Ramadhan baik di dalam shalat maupun di luar shalat.

Dahulu dikatakan bahwa Imam Az Zuhri jika memasuki Bulan Ramadhan maka aktifitas beliau hanya membaca Al Qur'an dan memberi makan.

Imam Malik jika memasuki Bulan Ramadhan meninggalkan dari membaca hadits dan majelis-majelis ilmu. Beliau memfokuskan untuk membaca Al Qur'an dari mushaf (2).

Imam Qatadah selalu mengkhatamkan Al Qur'an setiap tujuh malam sekali, tapi di Bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan setiap tiga hari sekali dan jika masuk sepuluh hari terakhir di Bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan di setiap malam.

Ibrahim an Nakhai mengkhatamkan Al Qur'an di Bulan Ramadhan setiap tiga hari sekali, ketika memasuki sepuluh hari terakhir beliau mengkhatamkan dua malam sekali.

Adapun Al Aswad mengkhatamkan Al Qur'an setiap dua malam sekali di seluruh Bulan Ramadhan.

Maka teladanilah oleh kalian amalan orang-orang pilihan ini!

Ikutilah jalan mereka, niscaya kalian akan temui negeri yang paling suci (al jannah).

Manfatkanlah waktu-waktu siang dan malamnya (di Bulan Ramadhan) dengan segala apa yang bisa mendekatkan diri kalian kepada Al Azizul Ghaffar (Allah), karena umur terus berjalan dengan cepat dan waktu senantiasa lewat seakan seharian itu hanya terasa sesaat..."

(Majalisu Syahri Ramadhan-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 26-27, cet. Darul Aqidah 2008).

Keterangan:
(1) Memfokuskan bukan berarti meninggalkan amalan-amalan shalih lainnya, seperti: mengajarkan ilmu atau menuntut ilmu.
(2) Amalan Imam Malik yang meninggalkan majelis ilmunya selama bulan Ramadhan adalah khabar tidak shahih sebagaimana ini telah dinyatakan oleh Syaikh Muhammad ibn Hadi hafizhahullahu.

Jazakallahukhaira kepada asatidzah dan ikhwah yang mengingatkan akan hal ini.

Kamis, 09 Juni 2016

Dari Che ke Palu Arit


Menjelang milenium, masih teringat di benak ini ketika anak-anak muda kala itu sedang menggandrungi seorang tokoh dari Kuba, Che Guevara.

Gambar Che dengan khas baretnya memenuhi distro-distro kaos. Poster, stiker sampai emblem-emblem mini pun tak mau ketinggalan, gambar Che tengah jadi tren tersendiri.

Sosok Che Guevara lebih dikenal oleh gen muda nusantara ketika itu sebagai seorang pejuang gerilya revolusi Kuba, padahal paham sosialis marxist sangat kental pada prinsip-prinsip hidupnya. Akan tetapi semat seorang 'anti kapitalis' sepertinya sudah kepalang lebih tenar dibandingkan seorang 'komunis marxist'-nya.

Buku-buku dan artikel yang menggambarkan sepak terjang perjuangan Che pun ditebar. Aksi heroik sang pejuang anti kapitalis digambarkan begitu hebat dan memukau. Keteguhan perjuangan dalam melawan kapitalis membela rakyat kecil pun ditonjolkan. Walhasil, semangat juangnya pun menjadi teladan. Che sang pejuang garis kiri kini mendapat tempat di hati.

Tren pun berganti. Telah berlalu Gambar-gambar Che. Perlahan mulai tenggelam. Pelan-pelan gambar Che coba berganti.

Dahulu tokohnya dikagumi, sekarang tak tanggung-tanggung, 'Palu arit' coba ambil posisi. Laa haula wala quwwata illa billah.

Beberapa bulan terakhir, fenomena pemakaian kaos palu arit kian marak. TNI pun ambil tindakan. Ketika terdapat sebagian kaum muda tertangkap tangan memakai kaos 'palu arit' ini, jawaban 'saya tidak tahu' pun menjadi alasan.

Apakah benar tidak tahu, ataukah pura-pura tidak tahu?

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, jika memang tidak tahu, misis sekali kita mendengarnya. Ini bukti bahwa gen muda Indonesia perlu diajari tentang siapa PKI.

Mari kita bersama peduli generasi. Bayangkan negeri ini ketika kaum mudanya buta tentang PKI?

Jika dibiarkan, tak mustahil 'Revolusi Merah' akan mengulang episodenya. Allahu musta'an.

Apakah kita ingin terulang kembali peristiwa Madiun berdarah di 1948?

Apakah kita mau negeri ini berbanjir darah seperti tahun 1965?

Waspadai kebangkitan PKI di negeri ini!

Jangan biarkan PKI mencuci otak generasi kita dengan memutar balikan sejarah.

Mari kita bersama-sama kenalkan siapa itu PKI agar generasi kita tidak mudah dikibuli oleh kaum komunis najis.

Selamatkan Indonesia dari paham komunis.

Melalui program tebar majalah Asy Syariah gratis edisi khusus "AWAS! KOMUNISME BANGKIT" mari kita sadarkan generasi kita.

Sebesar apapun andil kita dalam dakwah ini, semoga dibalas Allah dengan pahala yang besar.

Wallahu alam.

Rabu, 08 Juni 2016

Curi-Curi Pandang

Curi-Curi Pandang? Hati-Hati Lho!

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Menundukkan pandangan adalah sebab untuk menjaga kemaluan.

Allah ta'ala berfirman,"
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
"Allah mengetahui khianatnya pandangan mata dan mengetahui apa yang disembunyikan dalam hati. (QS. Ghafir: 19).

Apa yang dimaksud dengan 'khianatnya pandangan' ?

'Khianatnya pandangan' adalah curi-curi pandang kepada perkara yang Allah haramkan.

Jelasnya, jika dia berada di sisi manusia dan mereka melihat dirinya, maka dia akan menundukkan pandangan.

Tapi jika dia melihat manusia sedang lalai (tidak melihatnya) maka dia curi-curi pandang kepada hal yang haram.

Ini adalah 'khianatnya pandangan' dan tentunya Allah Maha Mengetahui.

(Lihat Ittihafuth Thullab bi Syarhi Manzhumatil Adab-Syaikh Shalih Al Fauzan, hal. 89, cet. Darul Hikmah 2009).

Ikhwatii fillah, curi-curi pandang saja adalah hal yang tercela, maka bagaimana lagi dengan seseorang yang melihat perkara-perkara haram di gadget atau di smartphone nya?

Nas'alullaha salamah.. wa nastaghfirullah.

Selasa, 07 Juni 2016

Berdosa Kok Malah Sebab Dapat Rahmat Allah, Kok Bisa?

Berdosa Malah Mendapat Rahmat. Kok Bisa?

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullahu, "Jika Allah ingin memberikan kebaikan untuk hamba-Nya maka Allah akan membuka pada hamba tersebut suatu pintu dari pintu-pintu:
Taubat, rasa sesal, perasaan hancur, merasa rendah, merasa butuh dan beristighatsah serta meminta tolong kepada Allah.

Juga selalu memohon dan berdoa, bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan melakukan kebaikan-kebaikan dengan segenap kemampuan yang mungkin dia bisa perbuat.

Maka apa yang telah dia perbuat dari suatu kejelekkan (karena dia bertaubat) justru malah menjadikan sebab turun rahmat Allah untuknya.

Sampai musuh Allah pun (setan) berkata, "Duhai seandainya kita biarkan saja dia, niscaya tidak akan begini jadinya (hamba tersebut dengan dosanya malah mendapat rahmat Allah karena bertaubat)".

(Syarhu Wabilish Shayyib Ibnul Qayyim-Syaikh Ibnu Baz, hal. 7, cet. Darul Istiqamah 2013).

Ikhwatii fillah rahimakumullah, mari kita renungi dosa-dosa kita, lalu kita sesali dan bertaubatlah kepada Allah.

Semoga di bulan yang penuh ampunan ini kita mendapat ampunan dari Allah. Amin.

Senin, 06 Juni 2016

Allah Tidak Butuh Ibadahnya Seorang Hamba

Allah Tidak Butuh kepada Ibadah Kita, Tapi Kitalah yang Butuh kepada Ibadah

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Ats Tsaqalain (jin dan manusia) diciptakan oleh Allah adalah hanya untuk beribadah kepada-Nya saja.

Akan tetapi bukan berarti Allah butuh kepada ibadahnya mereka.

Kalau begitu siapa yang butuh kepada ibadah? Yang butuh adalah hamba itu sendiri.

Oleh karenanya Allah berfirman,
وَقَالَ مُوسَى إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ (8)
Artinya:
"Dan Musa berkata, "Jika kalian dan semua orang-orang yang ada di muka bumi ini kufur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
(QS. Ibrahim: 8).

Maka bagi Allah, kemaksiatan orang yang bermaksiat tidaklah akan membahayakan-Nya, dan ketaatan orang yang taat, tidaklah memberikan manfaat bagi-Nya.

Hanya saja ketaatan itu akan bermanfaat bagi pelakunya, dan kemaksiatan akan membahayakan bagi pelakunya."

(Silahkan lihat I'anatul Mustafid hal. 27, cet. Muassasah ar Risalah 2013).

Minggu, 05 Juni 2016

Imam Syafi'i Saja Tunduk dengan Hadits..

Imam Asy Syafi'i Saja Tunduk kepada Hadits, Masa yang Mengaku Pengikutnya Tidak?

Abdullah putranya Imam Ahmad ibn Hanbal menuturkan, "Aku mendengar ayahku (Imam Ahmad) berkata tentang Imam Asy Syafi'i.

Aku (Imam Ahmad) pernah mendengar Imam Asy Syafi'i mengucapkan, "Jika di sisi kalian terdapat suatu hadits yang shahih dari Rasulullah, maka beritahukan kepadaku sampai aku bisa bermazhab dengan hadits yang shahih tersebut di negeri manapun."

(Hilyatul Aulia-Abu Nu'aim al Ashbahani 9/106. Dinukil dari Tahdzib-nya hal. 18, cet. Daruth Thayyibah 2005)

Alergi dengan Orang Miskin dan Orang Susah Makar Setan

Alergi dengan Orang Miskin dan Orang Butuh

Ibnul Qayyim berkata, "Termasuk dari tipu daya setan adalah memerintahkanmu untuk memasang wajah yang cemberut dan tidak menampakkan kegembiraan dan suka cita ketika bertemu dengan orang-orang yang miskin dan orang-orang yang mempunyai kebutuhan.

Jika engkau melakukannya niscaya mereka akan tamak kepadamu, mereka juga akan lancang pada dirimu dan kewibawaanmu akan jatuh di hati-hati mereka.

Engkau pun akan terhalang dari doa kebaikan dari mereka dan terhalang dari mendapatkan kecondongan hati dan kecintaan mereka.

Engkau pun akan berakhlak jelek kepada mereka dan akan menahan orang-orang untuk senang bergaul bersama mereka dengan akhlak yang mulia.

Maka pintu kejelekkan pun engkau buka dan pintu kebaikan akan tertutup darimu."

(Terjemah bebas dari Ighatsatul Lahafan-Ibnul Qayyim, hal. 111, cet. Darul Aqidah 2003).