Minggu, 21 Agustus 2016

Jangan Biarkan Rasa Ujub itu pada Dirimu


Ubaidullah ibn Abi Ja'far rahimahullahu menuturkan bahwa ada salah seorang dari kalangan para ahli hikmah berkata, "Jika ada seseorang berbicara di suatu majelis dan dia merasa ujub dengan ucapannya tersebut, maka hendaknya dia menahan ucapannya.

Jika orang tersebut dalam keadaan diam dan merasa ujub dengan diamnya itu, maka hendaknya dia berbicara."

(Siyar a'lamun Nubala-Imam adz Dzahabi, jil. 6 hal. 10, cet. Muassasah ar Risalah cet. 1412H)

Islam dengan Makna Umum dan Makna Khusus

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Islam adalah agama seluruh para rasul.
Agama para rasul seluruhnya adalah islam dengan makna yang umum.
Maka setiap orang yang mengikuti seorang rasul dari kalangan para rasul, dialah seorang yang berserah diri kepada Allah dengan mengikuti-Nya dan mengesakan-Nya.
Inilah islam secara makna yang umum.

Sesungguhnya islam adalah agama seluruh para rasul.
Maka islam adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid (mengesakan-Nya) dan tunduk pasrah kepada-Nya dengan ketaatan serta berlepas diri dari kesyirikan dan pelaku kesyirikan.

Adapun islam dengan makna yang khusus adalah agama yang Allah telah mengutus nabi-Nya, Muhammad shallahu alaihi wasallam dengannya.
Karena sesungguhnya setelah diutusnya rasul shallallahu alaihi wasallam tidak ada lagi agama selain agamanya (yang dibawa oleh beliau) alaihi wasallam.
Islam itu hanya terbatas pada mengikuti beliau shallallahu alaihi wasallam, maka tidak tidak mungkin bagi orang yahudi untuk berkata: saya adalah muslim, atau orang nasrani berkata pula: saya adalah muslim, setelah diutusnya nabi shallallahu alaihi wasallam, sedangkan dia (orang yahudi dan nasrani tersebut) tidak mau mengikuti ajarannya (nabi Muhammad shallahu alaihi wasallam).

Maka islam setelah diutusnya nabi adalah mengikutinya (nabi) shallahu alaihi wasallam.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman (yang artinya): Katakan wahai Muhammad, jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kalian (QS. Ali Imran: 31).

Inilah makna islam secara umum dan makna secara khusus.

(Jami'usy Syuruh Tsalatsatil Ushul, hal. 37, cet. Dar Ibnil Jauzi 2012)

Muara Pernyataan Kelompok-Kelompok Sesat tentang Al-Qur'an


Syaikh Rabi' ibn Hadi al Madkhali hafizhahullahu berkata, "... Sesungguhnya mu'tazilah, jahmiyyah, bathiniyyah, rafidhah, khawarij dan setiap kelompok-kelompok sesat itu berbeda-beda pernyataannya (tentang keyakinannya perihal Al-Qur"an) dan ujungnya akan sama yakni bahwa Allah tidak berbicara..."

(Syarh Ushulis Sunnah al Imam Ahmad-Syaikh Rabi', hal. 27, cet. Maktabah Hadyu Muhammadi 2008)

Tips dari Imam Asy Syafi'i Agar Tidak Ujub dengan Amalan


Imam Syafi'i rahimahullahu berkata, "Jika engkau takut ujub pada amalanmu maka ingatlah:

Keridhaan siapakah yang engkau tuntut?

Kepada pemberi nikmat siapakah engkau berharap?

Kepada penghukum siapakah engkau merasa khawatir?

Barang siapa yang memikirkan hal tersebut niscaya akan mendapati amalannya kecil di sisinya."

(Siyar a'lamun Nubala-Imam adz Dzahabi, jil. 10 hal. 42, cet. Muassasah ar Risalah cet. 1412H).

Kamis, 11 Agustus 2016

Tidak Gampang Emosi


Suatu ketika Khalifah Umar ibn Abdil Aziz rahimahullah pernah berada di daerah yang bernama Dabiq.

Beliau keluar pada suatu malam bersama para pengawalnya.

Tibalah Khalifah Umar di suatu masjid. Beliau pun berjalan di tengah gelapnya masjid.

Tiba-tiba Khalifah Umar menyandung seseorang yang sedang tidur di masjid.

Kontan orang itu pun bangun dan berkata kepada Khalifah, "Engkau ini gila ya?"

Sang Khalifah pun menjawab, "Tidak, aku tidak gila"

Para pengawal Khalifah geram dengan perlakuan orang itu terhadap Khalifah, hampir-hampir para pengawalnya menindak orang tersebut.

Khalifah pun menahan para pengawalnya, "Tahanlah.. sesungguhnya orang itu hanya bertanya kepadaku: Kamu ini gila ya?. Maka aku jawab: Tidak."

(Silahkan lihat Sirah wa Manaqib Umar ibn Abdil Aziz-Ibnul Jauzi, hal. 144, cet. Dar Ibnil Jauzi 2012)

Wanita Tidak Boleh Bepergian Jauh Sendiri

Mengapa Wanita ketika Safar Harus Bersama Mahramnya?

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "... Di antara sebab penjagaan dari zina adalah: diharamkannya safar (bepergian) bagi wanita tanpa diiringi dengan mahramnya, karena hal ini akan menimbulkan kejahatan dan terkuasainya wanita itu oleh orang-orang yang jahat.

Jika seorang wanita safar bersama mahramnya, niscaya mahramnya akan menjaga wanita tersebut dari orang-orang yang jahat dan melindunginya dari mereka.

Seorang mahram itu mempunyai kewibawaan dan kedudukan, maka jika seorang wanita safar tanpa diiringi mahramnya niscaya orang-orang jahat akan mengincarnya dan akan menguasainya.

Oleh karenanya rasulullah shallallahu alaihi wasalla bersabda, "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan kepada hari akhir untuk melakukan safar kecuali diiringi bersama mahramnya". (HR. Bukhari dan Muslim).

Seorang mahram akan melindungi wanita dari target kejahatan, terlebih lagi ketika dia pergi jauh dari negerinya dan jauh dari keluarga dan kerabatnya, yang seperti ini terincarnya wanita tersebut dari orang-orang jahat akan lebih memungkinkan.

Wanita itu lemah. Lemah fisiknya, lemah akalnya dan lemah agamanya pula, kendatipun wanita tersebut adalah seorang yang kuat agamanya. Karena dia begitu mudah untuk menjadi korban kejahatan bagi orang-orang yang jahat.

Wanita menjadi korban karena dia bisa dikuasai dengan kekuatan atau dengan ancaman karena wanita itu lemah, bagaimanapun keadaannya.

Wanita itu mengundang hasrat dengan godaannya, sedangkan dia tidak mampu untuk membela dirinya sendiri.

(Lihat Ittihafuth Thullab bi Syarhi Manzhumatil Adab-Syaikh Shalih Al Fauzan, hal. 90-91, cet. Darul Hikmah 2009).

Di Mana Engkau Tempatkan Kesungguhanmu?

Malik ibn Dinar berkata, "Sesungguhnya orang-orang yang beruntung niscaya hatinya akan mempunyai tabiat (suka) kepada amalan-amalan kebajikan.
Dan sesungguhnya orang-orang yang fajir niscaya hatinya akan mempunyai tabiat (suka) kepada amalan-amalan kejelekkan.
Allah akan melihat kepada kesungguhan kalian, maka perhatikanlah apa yang menjadi kesungguhan kalian rahimakumullah."
(Shifatush Shafwah-Ibnul Jauzi, cet. Darul Marifah 3/204).

Coba kita pahami sejenak keadaan diri kita, kita ini kesungguhannya dalam hal apa ya?

Sepertinya kita terlalu serius dalam hal dunia, sedangkan dalam perkara akhirat kita lalai.

Astaghfirullah..