Minggu, 12 Maret 2017

Janganlah Mencela Waktu

Apapun cuacanya, jagalah lisan dan hati kita, janganlah kita mudah mencela atau mengumpat. Jadilah seorang yang lapang di segala keadaan dan situasi.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda di dalam hadits qudsi,

《قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ》
Artinya:
”Allah ’Azza wa Jalla berfirman, ’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela ad dahr (zaman/waktu), padahal Aku adalah ad dahr (pengatur waktu), Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat yang lain,

《وأَنَا الدَّهْرُ بيدي الأمر أُقَلِّبُ لَيْلَهُ وَنَهَارَ》
Artinya:
"Dan Aku adalah ad dahr (pengatur waktu) di Tangan-Ku-lah (semua) urusan. Aku-lah yang membolak-balikkan malam dan siang." (HR. Bukhari)

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah memberikan penjelasan tentang hadits di atas, terangnya, "Ad dahr (masa/waktu) tidaklah bisa mengatur karena dia hanyalah sebagai makhluk, barang siapa yang mencela ad dahr, maka dia telah mencela Dzat yang mengatur ad dahr, yaitu Allah ta'ala. Dan perbuatan ini adalah termasuk bentuk menyakiti Allah."

(Ta'ammalaat fi Awakhiri Suratil Ahzab-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 17, cet. Dar Imam Ahmad 2005)

Jumat, 10 Maret 2017

Imam Abu Bakr al Qaffal, Abdullah ibn Ahmad al Khurasani rahimahullah


Beliau adalah termasuk dari ulama asy syafi'iyyah.

Imam Adz Dzahabi dalam Siyar Alamun Nubala 17/407 bercerita tentangnya, "Beliau memulai belajar ilmu padahal umurnya sudah 30 tahun. Beliau pun tinggalkan pekerjaannya untuk memfokuskan diri kepada ilmu (pekerjaannya ketika itu adalah tukang kunci).

Di dalam Thabaqat Asy Syafi'iyyah 5/54, Imam Al Qaffal bercerita tentang dirinya sendiri, "Aku memulai belajar ilmu dalam keadaan tidak mengerti antara kalimat 'ikhtashartu' dan 'ikhtasharta' yakni tidak mengetahui lisan arab yang membedakan antara huruf 'ta' yang didhammah dan huruf 'ta' yang difathah."
-selesai-

Masya Allah, seorang imam dahulunya mulai belajar di umur 30 tahun dalam keadaan belum bisa bahasa arab pula! Kita? Ayo semangat!

Jumat, 03 Maret 2017

Apa saja batasan-batasan jihad dan apakah diperbolehkan pada saat ini untuk berjihad atau itu hanya sebatas perang saja

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah menjawab, "Jihad teranggap jika ada seruan dari pemerintah muslimin dan ada mobilisasi pasukan untuk memerangi negeri kafir, ini adalah jihad.

Adapun jika tidak ada bendera komando dan tidak ada kepemimpinan dari pemerintah muslim, maka yang seperti ini tidak dikatakan jihad, akan tetapi hanya teranggap sebagai pergerakan kelompok saja, dan Allah Maha Tahu akan (kejelekkan) akhir dan hasilnya.

Jihad itu hanya teranggap jika terdapat pengaturan yang didirikan atas sunnah rasulullah shallahu alaihi wasallam, yakni yang terjadi dengan adanya bendera komando dari pemerintah muslimin untuk memerangi orang-orang kafir dan urusannya dikembalikan kepada penguasa muslimin. Ini adalah jihad yang benar."

(Disadur dari Ijabatul Muhimmah-Syaikh Shalih Fauzan, juz 1, hal. 45-46, cet. Darul Furqan 2008)

Keutamaan Belajar Ilmu Agama di Malam Hari


Ishaq ibn Manshur pernah bertanya kepada Imam Ahmad tentang ucapan beliau yang menyatakan bahwa "Memudzakarah (mengulang/mempelajari) ilmu pada sebagian malam itu lebih aku sukai dibandingkan menghidupkannya (dengan ibadah)". Ilmu apakah yang dimaksud?

Imam Ahmad menerangkan, "Adalah ilmu yang bermanfaat bagi manusia yang terkait dengan urusan agamanya."

Aku bertanya lagi, "Apakah dalam masalah wudhu, shalat, puasa, haji, thalaq dan yang semisal dengan ini?"

Imam Ahmad menjawab, "Iya, benar."

(Jamiu Bayanil Ilmi wa Fadhlihi-Ibnu Abdilbar [Mukhtasar-nya] hal. 36-37, cet. Darul Khair 1992).

Nama-Nama Shahabat yang Wafat di Masing-Masing Negeri


Shahabat yang terakhir wafat di negeri Makkah adalah Ibnu Umar radhiallahu 'anhu.

Shahabat yang terakhir wafat di negeri Madinah adalah Sahl ibn Sa'ad ibn Mu'adz radhiallahu 'anhu.

Shahabat yang terakhir wafat di negeri Kufah adalah Abdullah ibn Abi Aufa radhiallahu 'anhu.

Shahabat yang terakhir wafat di negeri Bashrah adalah Anas ibn Malik radhiallahu 'anhu.

Shahabat yang terakhir wafat di negeri Mesir adalah Abdullah ibnul Harits ibn Jaza' radhiallahu 'anhu.

Shahabat yang terakhir wafat di negeri Syam adalah Abdullah ibn Yusr radhiallahu 'anhu.

Shahabat yang terakhir wafat di negeri Khurasan adalah Buraidah radhiallahu 'anhu.

Shahabat yang terakhir wafat dari kalangan yang pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah Abu Thufail Amr ibn Watsilah radhiallahu 'anhu.

(Lihat Al Mud-hisy karangan Ibnul Jauzi, hal. 37, cet. Ibnul Jauzi 2010).

Shahabat yang terakhir wafat

Shahabat yang terakhir wafat dari kalangan yang mempersaksikan baiat al aqabah adalah Jabir ibn Abdillah radhiallahu anhu.

Shahabat yang terakhir wafat dari kalangan yang ikut perang badar adalah Abul Yusr radhiallahu anhu.

Shahabat yang terakhir wafat dari kalangan muhajirin adalah Sa'ad ibn Abi Waqash radhiallahu anhu, beliau juga yang terakhir wafat dari kalangan sepuluh shahabat pemetik janji surga.

(Lihat Al Mud-hisy karangan Ibnul Jauzi, hal. 37, cet. Ibnul Jauzi 2010).

Puncak dari Ketakwaan

Syaikh Ubaid al Jabiri berkata, "... Bahwasanya puncak dari ketakwaan adalah menuntut ilmu agama Allah sampai seorang hamba mengetahui apa saja perkara yang halal kemudian dia menghalalkannya (beserta mengamalkannya), dan mengetahui apa saja perkara yang haram kemudian dia mengharamkannya (beserta meninggalkannya)..."

(Majmu'atur Rasail al Jabiriyyah [Syarhu Hadits Ittaqillaha Haitsuma Kunta], hal. 25, cet. Miratsun Nabawi)

Membantu Orang Kafir dalam Keadaan Masih Membenci Mereka dan Agamanya Apa dalil tidak kufurnya atas seseorang yang membantu orang-orang kafir atas kaum muslimin, dalam keadaan dia masih membenci orang-orang kafir dan membenci agama mereka?

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah menjawab, "Dalilnya adalah keumuman dilarangnya untuk berkasih sayang dengan orang-orang kafir dan kami (Syaikh Fauzan) katakan ini adalah perbuatan haram.

Jika dia masih membenci agama mereka dan masih membenci orang kafir bersamaan dengan itu dia menolong orang-orang kafir dalam keadaan tidak terpaksa, maka dia tidak dihukumi dengan kekufuran karena dia masih membenci agama orang-orang kafir dan masih membenci orang kafir, akan tetapi perbuatannya dalam menolong orang-orang kafir ini adalah perbuatan haram dan dikhawatirkan atas dirinya terjatuh kepada kekufuran".

(Disadur dari Ijabatul Muhimmah-Syaikh Shalih Fauzan, juz 1, hal. 43, cet. Darul Furqan 2008)

Bolehkah Menerima Hadiah dari Orang Kafir?


Apakah bermuamalah dengan orang kafir dengan cara ihsan itu termasuk bentuk kecintaan dan basa-basi? atau bagaimana?

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu menjawab, "Jika orang-orang kafir tersebut berbuat ihsan kepada kita, maka kita pun berbuat ihsan kepada mereka.

《لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِوَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَيُحِبُّ الْمُقْسِطِين》

Artinya:
"Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."

Ini adalah bentuk ihsan dari mereka. Jika orang-orang kafir tersebut berbuat ihsan kepada kita, maka kita pun berbuat ihsan kepada mereka di dalam urusan dunia.

Jika mereka memberi hadiah kepadamu, maka berilah mereka hadiah, Nabi shallallahu alaihi wasallam menerima hadiahnya orang-orang kafir karena menerima hadiah adalah termasuk bentuk dari muamalah duniawi dan ini tidak mengapa."

(Disadur dari Ijabatul Muhimmah-Syaikh Shalih Fauzan, juz 1, hal. 42, cet. Darul Furqan 2008)

Valentine, Gombalan Berujung Petaka

'Pink, love, the rose and chocolate' adalah penampakkan yang kerap terjadi di pertengahan Febuari. Di tanggal 14 sebagian orang merayakannya dengan sebutan valentine's day.

Entah bagaimana awalnya, dari beberapa klaim sejarah yang ada, -katanya- perayaan valentine's day adalah suatu perayaan yang ditujukan untuk mengenang jasa seorang pendeta nasrani yang hidup di era romawi kuno. Di lain cerita, bumbu kekufuran dan kesyirikan kaum paganis kuno pun kuat menyengat, semakin memperburuk keadaan hakikat perayaan ini.

Tetapi sungguh sayang disayang, kaum muslimin yang seharusnya menjauhi perayaan kasih sayang ini ternyata semakin hari semakin menjadi, terkhusus pada sebagian kaum mudanya.

Sudah jamak, mereka yang merayakan valentine's day biasanya membawa pasangannya (baca: pacar) masing-masing. Mulai dari alun-alun kota, taman-taman pinggir jalan sampai ke cafe-cafe elit, menjadi titik tujuan mereka dalam merayakannya. Khalwat (campur baur antara lelaki dan wanita) dan alunan musik melankolis betemakan cinta berpadu, menjadikan perayaan ini sebagai perayaan full syahwat dan pelanggaran syariat. Padahal Allah berfirman,

《وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا》
Artinya:
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk." (Al Isra: 32).

Pada ayat di atas, Allah memberikan peringatan kepada hamba-hambaNya untuk menjauhi zina, dan merayakan valentine's day sudah pasti merupakan suatu yang terlarang karena disamping perayaan ini adalah perayaannya milik kaum nasrani, juga perayaan ini sejatinya akan menghantarkan pelakunya kepada ranah zina. Maka berhati-hatilah, Allah Ta’ala berfirman,

《فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ》

Artinya:
"Hendaknya orang-orang yang menentang perintah rasulullah itu takut, akan datangnya musibah atau adzab besar yang menimpa mereka” (An Nuur: 63).

Jadi, jangan tertipu! Perayaan valentine's day tidaklah seromantis yang dianggap, ternyata dibalik gombalan indah valentine, ada adzab dan musibah yang mengancam. Semoga Allah melindungi kita dan kaum muslimin dari musibah dan adzab. Amin.

Lebih dari Sekedar Go Green

Sebuah papan reklame besar terpampang di jalan besar menuju pintu masuk suatu terminal di Bandara Sukarno-Hatta Jakarta. Tulisan besar yang terbaca di papan itu cukup ringkas. "GO GREEN", hanya itu yang bisa teringat.

Jika kita telusuri apa makna dari 'go green', maka kita akan mendapati banyak versi. Namun yang kita titik beratkan pada kesempatan ini adalah 'go green' yang maknanya mengerucut ke arah usaha meng'hijau'kan bumi, walaupun mungkin ada makna-makna lain yang lebih meluas tentunya.

Jauh sebelum istilah 'go green' dikampanyekan, islam ternyata telah lebih dahulu menghasung umatnya untuk memulai aktifitas ini, bahkan rasulullah mengkabarkan bahwa seorang muslim yang menanam pohon, kelak di hari kiamat bisa mempunyai simpanan sedekah yang bermanfaat. Sabdanya,

《فَلاَ يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَ لاَ دَابَّةٌ وَ لاَ طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ》

Artinya:
“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman lalu tanaman itu dimakan manusia, binatang ataupun burung melainkan tanaman itu menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat.” (HR. Muslim).

Tunggu apa lagi? Ayo amalkan sunnah ini walau dengan memanfaatkan lahan kecil yang ada di sekitar rumah.