Minggu, 03 September 2017

Tauhid adalah Perkara Penting di Dalam Beragama


Syaikh Abdurrahman ibn Qashim rahimahullah berkata, "Sesungguhnya ilmu tentang tauhid adalah ilmu yang mulia dan agung dan ini sudah menjadi hal yang semestinya.

Bahkan menjadi kewajiban atas setiap individu yang berakal, baik laki-laki maupun wanita untuk bersungguh-sungguh di dalam mempelajarinya dan mengetahuinya agar dia bisa beragama di atas bashirah (keterangan yang jelas)."

(Lihat Syarah Al Aqidah As Safariniyyah-Syaikh Abdurrahman ibn Qasim. Dinukil dari Jami Syuruh Al Aqidah As Safariniyah, hal. 61, cet. Dar Ibnul Jauzi 2008).

Ilmu yang Bermanfaat


Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, "Sesungguhnya ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bisa wujudkan dengan amalan, dan beramal dengan ilmu adalah buah dari ilmu.

Seorang yang bodoh itu lebih baik dari pada seorang yang berilmu jika ilmunya tidak bisa memberikan manfaat dan tidak diamalkan olehnya, karena ilmu adalah senjata, bisa menjadi senjata untuk menghadapi musuhmu atau malah menjadi bumerang bagi dirimu sendiri."

(Lihat Adh Dhiyaul Lami-Syaikh Utsaimin, hal. 15, cet. Maktabatush Shafa 2005).

Hasungan Untuk Menuntut Ilmu


Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, "Menuntut ilmulah kalian karena ilmu akan mengangkat derajat seseorang di dunia dan di akhirat. Ilmu juga merupakan pahala yang terus mengalir sampai hari kiamat. Allah berfirman,

《يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ 》
Artinya:
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al Mujadilah: 11).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

《إِذَا مَاتَ الْعبد انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَه》
Artinya:
"Jika seorang hamba meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak yang shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

Lihatlah kepada peninggalan ulama rabbani! selalu ada sampai hari ini, melewati panjangnya bulan dan tahun. Peninggalan mereka nampak, jalan mereka nyata, penyebutan mereka tinggi, kehidupan mereka sukses.

Jika mereka disebut di suatu majelis, manusia pun memberikan doa rahmat dan kebaikan untuk mereka. Jika disebutkan tentang amalan-amalan shalih dan adab-adab mulia maka mereka menjadi teladan bagi manusia."

(Lihat Adh Dhiyaul Lami-Syaikh Utsaimin, hal. 14, cet. Maktabatush Shafa 2005).

Islam akan Senantiasa Terang dan Jelas

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata, "Termasuk dari rahmat Allah adalah bahwa kebenaran itu terang keberadaannya (yang bersumber) dari al kitab (Al Quran), as sunnah dan bimbingan salaf.

Tidak ada pada kebenaran itu sesuatu yang rancu atau samar sebagaimana yang telah menimpa umat-umat terdahulu tatkala panjangnya waktu membuat kebenaran itu tersamarkan pada mereka, (hingga) kitab-kitab (suci) simpang-simpangkan (maknanya) dan diubah-ubah (isinya).

Adapun umat ini (umat Islam) akan tetap jelas, al Kitab (Al Quran) dan as sunnah senantiasa terjaga dari penyimpangan (maknanya) dan pengubahan, maka tidak ada udzur bagi seorang pun (untuk meninggalkan kebenaran)."

(Syarah Syarhus Sunnah-Syaikh Fauzan, hal. 26, cet. Maktabah Hadyi Muhammadi 2013).

Sabtu, 02 September 2017

Tak Cukup Sekedar Belajar dan Mengajar, tapi Juga Diamalkan


Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata, "Seorang insan tidaklah cukup dengan hanya diajari (belajar) dan mengajari, akan tetapi dia harus juga mengamalkan ilmunya. Maka ilmu tanpa amalan hanya akan menjadi hujjah atasnya.

Ilmu tidak bisa bermanfaat kecuali dengan mengamalkannya, adapun seorang yang berilmu tapi tidak mengamalkan ilmunya maka dia seorang yang dimurkai Allah karena dia telah tahu kebenaran tapi malah meninggalkannya di atas bashirah (keterangan yang jelas)."

(Syarah Tsalatsatil Ushul-Syaikh Shalih Fauzan. Dinukil dari Jami Syuruh ats Tsalatsatil Ushul, hal. 38, cet. Ibnul Jauzi 2012).

Mengapa Shahabat Nabi Dicerca?


Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata, "Orang-orang yang mencerca para shahabat nabi atau yang merendahkannya, (sesungguhnya) tujuan mereka adalah untuk menghancurkan Islam, akan tetapi dengan memakai cara licik, jika para shahabat nabi telah diperbincangkan (negatif) dan telah jatuh kedudukan mereka, maka apa lagi yang tersisa dari orang yang menjadi perantara antara kita dengan rasul shallallahu alaihi wasallam?

Maka tujuan mereka sebenarnya adalah memutus tali sambung pada pendahulu yang pertama dari kalangan Muhajirin dan Anshar hingga (akhirnya dengan itu) umat menjadi sesat.

Jika bukan karena itu, maka apa lagi tujuan mereka mencela shahabat nabi?"

(Syarah Syarhus Sunnah-Syaikh Fauzan, hal. 22, cet. Maktabah Hadyi Muhammadi 2013).

Keharusan Meminta Kekokohan


Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata, "Seorang insan (hendaknya) meminta kepada Allah kekokohan walau dia telah mengetahui kebenaran, mengamalkan dan meyakininya. Maka janganlah merasa aman dari penyimpangan dan ujian karena (bisa jadi) akan datang suatu ujian yang menghepaskan dan meyesatkan (seseorang) dari jalan Allah."

(Syarah Syarhus Sunnah-Syaikh Fauzan, hal. 15, cet. Maktabah Hadyi Muhammadi 2013).

Apa hukum pengobatan dengan musik?


Syaikh Ibnu Baz rahimahullah dalam Majmu Fatawa-nya (21/176) menjawab, "Mengobati dengan musik tidak ada asalnya bahkan itu adalah perbuatan orang-orang dungu. Musik bukanlah obat, akan tetapi merupakan penyakit. Musik merupakan alat yang membuat lalai dan semuanya membuat hati menjadi sakit serta yang membuat menyimpangnya akhlak.

Obat yang bermanfaat dan yang bisa membuat hati lapang bagi jiwa si pasien hanyalah dengan cara mendengarkan Al Qur'an, mendengarkan ceramah-ceramah nasehat yang bermanfaat dan hadits-hadits.

Adapun pengobatan dengan musik dan selainnya dari alat-alat musik yang ditabuh maka semua itu teranggap kebatilan dan akan semakin menambah sakit. Juga akan menjadikan mereka terasa berat untuk mendengarkan Al Qur'an dan As Sunnah serta nasehat-nasehat yang bermanfaat, laa haula wa laa quwwata illa billah."

(Dinukil dari Al Ilaj war Ruqa-Syaikh Ibnu Baz, hal. 99-100, cet. Daru Sabilil Muminin 2013).

Apa hukum membaca Al Qur'an ke dalam air (dengan tujuan pengobatan)?


Syaikh Rabi ibn Hadi al Madkhali hafizhahullah menjawab, "Tidak semestinya dilakukan walaupun ada sebagian ulama yang membolehkan, tapi hal ini tidak ada dalil yang mendasarinya. Rasul shallahu alaihi wasallam tidaklah melakukannya dan para shahabatnya pun tidak melakukannya -barakallahufiikum-.

Mereka yang membolehkan untuk menulis pada suatu benda dan mandi serta hal yang semisal dari perkara ini, tidaklah ada dalil-dalil di sisinya.

Mereka telah mengerti kita, bahwasanya kita tidak menerima suatu permasalahan kecuali berdasar dalil. Semua bisa diambil dan ditolak ucapannya kecuali Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

(Dinukil dari As'ilah Muhimmah Haula Ar Ruqiyah war Ruqa-Syaikh Rabi al Madkhali, hal. 47, cet. Darul Imam Ahmad 2011)

Apakah boleh berbincang-bincang dengan jin yang muslim (ketika meruqiyah)?

Syaikh Rabi ibn Hadi al Madkhali hafizhahullah menjawab, "Tidak boleh! Bagaimana engkau tahu dia itu muslim? Kadang seorang munafik berkata: Saya seorang muslim. Kadang juga seorang kafir mengatakan: Saya seorang muslim. Adapun jin, engkau tidak mengetahuinya dan engkau tentu tidak mengetahui hal yang gaib, ini tidak boleh -barakallahufiik-"

(Dinukil dari As'ilah Muhimmah Haula Ar Ruqiyah war Ruqa-Syaikh Rabi al Madkhali, hal. 38, cet. Darul Imam Ahmad 2011)