Jumat, 16 Juni 2023

Berbakti kepada Ibu di Masa Tuanya dengan Melayani Apa yang Menjadi Kesukaannya


Seorang ulama besar dari generasi tabiin menasehati kita dengan ucapannya,

أن الله جعل الجنة ثمنا لأنفسكم فلا تبيعوها بغيرها

"Sesungguhnya Allah ta'ala menjadikan surga itu sebagai harga untuk diri kalian, maka janganlah engkau menjual dirimu untuk selainnya".

Siapakah dia? Dia adalah Muhammad bin Ali bin Abi Thalib al Hanafiyyah.

Al Imam Adz Dzahaby rahimahullahu di dalam Siyar Alamunnubala (4/111) menyatakan bahwa Muhammad al Hanafiyyah terlahir dari seorang ibu yang bernama Khaulah bintu Ja'far al Hanafiyyah. Sebelum dinikahi oleh Ali, Khaulah adalah salah seorang tawanan perang Yamamah. Asma bintu Abi Bakr saat itu mengkhabarkan,

رأيت الحنفية وهي سوداء ، مشرطة حسنة الشعر

"Aku melihat melihat Al Hanafiyyah (Khaulah) adalah seorang wanita yang berkulit hitam namun rambutnya indah terikat".

Menunjukkan bahwa Khaulah adalah seorang wanita yang sangat memperhatikan rambutnya.

Ketika Khaulah sudah renta, Muhammad pun tidak membiarkan perilaku ibundanya begitu saja. Beliau sangat memahami bahwa ibunya sangat perhatian terhadap keindahan rambutnya, maka sebagai panutan umat sekaligus seorang anak yang berbakti kepada ibunya, beliaupun tidak melewatkan begitu saja kesempatan untuk membahagiakan sang ibu dengan membantu menyemirkan rambut putihnya sang ibu.

Dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa'ad (5/86), Shalih bin Misam menyatakan,

رَأَيْتُ فِي يَدِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ ابن الْحَنَفِيَّةِ أَثَرَ الْحِنَّاءِ فَقُلْتُ لَهُ: مَا هَذَا؟ فَقَالَ: كُنْتُ أُخَضِّبُ أُمِّي

"Aku melihat di tangannya Muhammad bin Ali bin al Hanafiyyah terdapat bekas al hinna (semacam tumbuhan yang digunakan untuk menyemir rambut)". Aku pun bertanya kepadanya, "Apa ini?". Maka beliau menjawab, "Aku habis menyemir rambut ibuku".

Bahkan di kitab yang sama, Abu Ya'la rahimahullahu menegaskan,

أَنَّهُ كَانَ يُذَوِّبُ أُمَّهُ وَيُمَشِّطُهَا

"Bahwasanya beliau selalu menyemirkan rambut ibunya dan menyisirnya".

Wahai seorang yang ingin berbakti kepada sang ibu, sudahkah kita mengetahui perkara apakah yang menjadi perhatiannya?

Jika sudah tahu, mengapa diam saja?

Tidakkah kita mau mencontoh akhlak seorang tabiin besar Muhammad Al Hanafiyyah yang selalu menyayangi ibundanya dengan melayani apa yang menjadi kesukaannya?

Mungkin terasa berat, namun jika diri ini engkau jual untuk surga, insyaallah semoga diringankan.

Tidak ada komentar: