Di setiap majelis, sebagai pembuka khutbah seringkali kita mendengar rangkaian khutbatul hajah. Dari rangkaian khutbatul hajah tersebut terdapat petikan kalimat,
ﻣَﻦْ ﻳَﻬْﺪِﻩِ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﻼَ ﻣُﻀِﻞَّ ﻟَﻪُ ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻀْﻠِﻞ ْ ﻓَﻼَ ﻫَﺎﺩِﻱَ ﻟَﻪُ
“Barangsiapa yang Allah berikan petunjuk, maka tidak ada yang dapat mengirimnya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya..”
Kalimat di atas bukanlah berposisi sebagai pemanis atau pembuka majelis saja tetapi lebih dari itu, kalimat ini adalah kalimat yang penting dan dalam maknanya, dan sudah seharusnya kita resapi bersama kemudian kita dijadikan sebuah prinsip hidup di dalam dada.
Kisah hidup Shahabat Salman Al Farisi radhiallahuanhu adalah salah satu contoh yang bisa kita ambil kisahnya dari penjabaran kalimat khutbatul hajah di atas. Beliau adalah seorang yang dahulunya tidak mengenal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, namun ketika hidayah itu Allah kehendaki datang untuk dirinya, maka betapa mudahnya jalan-jalan menuju hidayah tersebut sampai.
Begitu pula sebaliknya, jika kita melihat kisah paman Rasulullah yang bernama Abu Thalib, dia sejak kecil sudah mengenal beliau Shallallahu Alaihi Wasallam. Bahkan dialah yang mendidik dan membesarkan Rasulullah hingga diangkat menjadi nabi. Akan tetapi mengapa di akhir hayat Abu Thalib, begitu sulitnya lisan untuk bisa mendorong mengucapkan lailahaillallah, padahal dia adalah orang yang menerima, membela bahkan ikut merasakan getirnya dakwah Islam di masa awal pengutusan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam nabi menjadi. Mengapa lisannya kelu untuk bersyahadat? Benarlah apa yang telah difirmankan Allah taala,
إِنَّكَ لَا تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى يَشَ آء ُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya kamu (wahai Muhammad) tidak akan dapat memberikan petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberikan petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al Qashash : 56).
Inilah hidayah. Tidak bisa dipesan, tidak bisa dititipkan dan tidak bisa dipastikan. Semua atas kehendak Allah dan manusia tidak bisa mencampurkan urusan ini, karena Allah adalah Dzat yang Maha Hikmah. Hanya Allah yang berhak memilih siapa saja orang-orang yang pantas menerima hidayahNya.
Bagi kita, maka memberi nasehat dan mengajak orang-orang untuk bisa menerima hidayah ini, adalah salah satu usaha sederet yang bisa kita lakukan. Tidak lebih. Orang-orang yang kita sayangi dan sayangi, walaupun siang malam kita berdakwah, tapi jika hidayah itu belum turun kepada mereka, maka kita hanya bisa terus dan terus usaha dan doa. Sekali lagi, urusan hidayah itu adalah mutlak dan murni urusan Allah subhanahu wa ta'ala.
Sekarang, bagi kita yang telah mendapat nikmat hidayah ini, apakah kita hanya menerima saja tanpa ada usaha untuk mempertahankannya? Tentu saja tidak! Kita harus ada upaya untuk terus berada di atas hidayah ini.
Jangan sampai terlintas di benak kita untuk mundur dari manisnya hidayah ini!
Mundur dari ilmu.
Mundur dari dakwah.
Mundur dari ibadah.
Mundur dari semua aktivitas dan kegiatan dakwah.
Memang. Lelah, letih dan capek dalam aktivitas dakwah adalah suatu kepastian. Tapi ketahuilah, semua itu akan memberikanmu sebuah nilai ibadah. Adapun kekurangan harta atau kesempitan ruang gerak usaha di dalam upayanya untuk tetap di dalam aktifitas dakwah, sadarlah wahai teman, itu juga merupakan suatu kemestian. Tapi jika itu dijalani oleh seorang yang tetap teguh di dalan aktivitas dakwahnya, maka yakinlah, Allah pasti akan menjaminnya dan Allah pasti akan menjaganya di dunia dan di akhirat. Allah tidak akan menelantarkan hamba-hambaNya yang membela agamaNya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن تَنصُرُوا۟ ٱللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad: 7)
(Tulisan terhasil dari catatan tausiyah bada ashar bersama Al Ustadz Abu Nasim Mukhtar hafizhahullahu ta'ala di Mahad Riyadhul Jannah-Cileungsi, 18 Dzulqadah 1443H / 18 Juni 2022)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar