Jumat, 30 Juli 2021

Fungsi Jilbab yang telah Berubah


Jilbab warna-warni, indah berseri. Menghias bunga elokkan diri. Duhai putri dibalik jilbab pelangi, tak sadarkah mata-mata lelaki menikmati?

Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani rahimahullahu berkata, 

والمقصود من الأمر بالجلبــاب ، إنما هو ستر زيـنة المرأة فلا يعقل حـينئذٍ أن يـكون الجلبـاب نفسه زينة

Maksud dari perintah berjilbab, hanyalah untuk menutup perhiasan wanita, maka tidak masuk akal tatkala jilbab itu sendiri malah menjadi perhiasan!"  

(Jilbabul Mar'atil Muslimah, Syaikh al Albani, hal. 120, cet. Maktabatul Ma'arif)

Tidak Mengenal Allah, Maka Semuanya Nothing!


Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata, 

لو عرف العبد كل شيء ولم يعرِف ربّه، فكأنه لم يعرف شيئًا، ولو نالَ كل حظ من حظوظ الدُنيا ولذّاتها وشهواتها، ولم يظفر بمحبة الله، والشوق إليه والأُنس به، فكأنَّه لم يظفر بلذّةٍ، ولا نعيمٍ، ولا قُـرّة عين

Jika seorang hamba telah mengetahui segala sesuatu akan tetapi ia tidak mengetahui Rabb-Nya, maka seakan-akan ia tidak mengetahui apa-apa.

Jika seandainya ia mendapat semua bagian dari bagian-bagian dunia, kelezatan dan syahwat-syahwatnya, akan tetapi ia tidak memperoleh rasa cintanya kepada Allah, rindu kepadaNya, senang kepadaNya, maka seakan-akan ia tidak mendapatkan bagian kelezatan, kenikmatan dan penyejuk mata".

(Ighatsatul Lahafan, Ibnul Qayyim, jil. 1, hal. 68)

Janganlah Berhutang kecuali Darurat


Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda,

"من أخذ أموال الناس يريد أداءها أدى الله عنه، ومن أخذ يريد إتلافها أتلفه الله"

Barang siapa yang mengambil harta manusia (berhutang) dan ia menginginkan (berniat) untuk kelak melunasinya, maka Allah akan (memudahkan untuk) melunasinya, dan barang siapa yang menginginkan (berniat) untuk merugikannya, maka Allah akan rugikan dirinya". (HR. Bukhari)

Ibnu Hajar al Atsqalani rahimahullahu berkata, 

  وفي هذا الحديث إشعار بصعوبة أمرِ الدَّين ، وأنه لا ينبغي تحمله إلا من ضرورة 

Di dalam hadits ini terdapat isyarat tentang beratnya perkara hutang, bahwasanya tidak semestinya seorang berhutang kecuali memang dalam keadaan darurat. (Fathul Bari-Ibnu Hajar, jil. 4, hal. 547)

Bershadaqahlah Walau Sedikit


Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,

 مَنِ اسْتَطاعَ مِنكُم أنْ يَسْتَتِرَ مِنَ النَّارِ ولو بشِقِّ تَمْرَةٍ، فَلْيَفْعَلْ

"Barang siapa yang mampu, salah seorang dari kalian untuk menghalangi diri dari api neraka walau dengan sepotong kurma, maka lakukanlah". 

Al Imam Nawawi rahimahullahu memberikan salah satu faidah dari hadits ini , 

الحثُ على الصدقةِ وأنه لا يمتنع منها لقلتها، وأن قليلها سبب للنجاة من النار

Motivasi untuk bershadaqah dan janganlah tercegah untuk bershadaqah karena jumlah yang sedikit, karena sesungguhnya shadaqah yang sedikit (bisa jadi) dapat menjadi sebab untuk selamat dari api neraka". 

(Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi, jil. 7, hal. 100)

Perbedaan Hati yang Hidup dan Hati yang Mati


Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata, 

القلب الحي إذا عرضت عليه القبائح نفر منها بطبعه وأبغضها ولم يلتفت إليها بخلاف القلب الميت فإنه لا يفرق بين الحسن والقبيح

Hati yang hidup adalah hati yang jika sodorkan kepadanya perkara-perkara yang jelek, niscaya akan lari berdasar tabiatnya, dan ia akan marah serta tidak akan menoleh kepada perkara-perkara jelek tersebut.

Berbeda dengan hati yang mati, sesungguhnya ia tidak akan bisa membedakan antara hal yang baik dengan hal yang jelek".

(Ighatsatul Lahafan, Ibnul Qayyim, jil. 1,  hal. 20)

Bucin (Budak Cinta)

Wanita, tak ada yang tak menarik. Awal mungkin terasa biasa, bukan level-nya, tidak ada rasa, tidak minat dan lain-lain menjadi alasan tak tertarik, namun jika terus bertemu, tentulah lama-lama akan tumbuh rindu. Jika dilanjut dengan siraman komunikasi hangat, perlahan benih rindu itupun tumbuh menjadi rasa sayang yang kuat.

Pembaca, ini bukan khayalan drakor ar rumantisy, tapi ini adalah kenyataan. Betapa banyak cinlok terjadi, ikhtilath telah melahirkan banyak kisah-kisah nyata romantis berujung petaka, betapa penuh lembaran-lembaran sejarah bucin yang berujung tragis. 

Terlihat seperti indah berbunga, tapi sejatinya mereka telah tersiksa dengan love heart-nya masing-masing, hingga akhirnya ditutup dengan sad ending yang menyedihkan, semakin menambah hitamnya track record cerita kematian para pelaku mayat-mayat cinta di dunia nyata. 

Oleh karenanya hati-hatilah dengan fitnah wanita, karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, 

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

"Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku sebuah fitnah yang lebih membahayakan atas seorang lelaki dibandingkan seorang wanita" (HR. Bukhari dan Muslim)

Seorang boleh mengaku kuat fisiknya, bolehlah ia sesumbar yang paling sehat raganya, tapi jika setan telah menyodorkan wanita, lambat laun ia akan menjadi bucin yang lemah dan menjadi sakit hatinya, Allahul mustaan. 

Pantaslah pernyataan seorang tabiin mulia yang dinukil oleh Ibnul Jauzi rahimahullahu, bahwa Said ibnul Musayyab rahimahullahu berkata, 

‏مَا يَئِسَ الشيطَانُ مِنِ ابنِ آدَمَ قَط إلا أَتَاهُ مِنْ قِـبَـلِ النِّسَاءِ

"Syaithan tidaklah berputus asa dari anak adam sedikitpun kecuali ia datang (untuk menggoda manusia) dari sisi wanita". (Dzammul Hawa-Ibnul Jauzi, hal. 164)

Pembaca yang budiman, cinta di dalam Islam bukan diaplikasikan dengan pacaran atau menjalin hubungan di luar nikah. Cinta di dalam Islam mendapat kedudukan yang tinggi. Oleh karenanya Islam telah memposisikan rasa cinta ini dengan keteraturan yang indah tanpa ujung yang suram.

Kita semua adalah hamba atau budak, maka tempatkanlah puncak cinta kita hanya kepada Allah, karena mencintai Allah adalah puncak dari tambatan cinta dari seorang hamba/budak, maka sudah semestinya kita menempatkan rasa cinta ini seluruhnya di bawah cinta kepada Allah.

Jika ia lebih mengutamakan cinta kepada Allah, maka ia akan berusaha menjadi hamba/budak yang tidak berani untuk menduakan cintanya, ia pun akan berusaha meraih keridhaan Allah di dalam semua perbuatannya, karena keridhaan Dzat yang dicintainya adalah tujuan tertinggi dari cintanya. Wallahu alam.

Jangan Bermudah-mudah Berhutang


Imam Nawawi rahimahullahu berkata, bahwa para shahabat kami (para ulama bermazhab Syafi'i) menyatakan,

وكان النبيُّ ﷺ لا يصلي على من مات وعليه دَيْنٌ لم يُخَلِّفْ به وفاء؛ لئلا يتساهل الناس في الاستدانة ويهملوا الوفاء فزجرهم عن ذلك بترك الصلاة عليهم. (شرح صحيح مُسْلم ٦ / ١٥٥)

Adalah Nabi shalallahu alaihi wasallam dahulu tidak menyalati orang yang meninggal dalam keadaan ia masih punya hutang dan belum melunasinya, agar manusia tidak bermudah-mudahan di dalam masalah hutang piutang, lalu mereka melalaikan di dalam melunasinya. Maka beliau memperingatkan mereka dari perbuatan itu dengan cara tidak menyalati mereka". 

(Syarah Shahih Muslim-Imam Nawawi, jil. 6, hal. 155)

Janganlah Orang Tua Mencela kecuali Dirinya Sendiri


 Abu Abdirrahman Thawus bin Kaisan al Yamani al Hamadani rahimahullah, salah seorang jajaran tabi'in yang berada di ketinggian ilmu qira'ah dan tafsir dari negeri Yaman. Beliau terlahir dari seorang ayah suku Himyar dan seorang ibu yang berasal dari negeri Persia. Ibnul Jauzi di dalam kitabnya Al Alqab menyatakan bahwa nama Thawus yang sebenarnya adalah Dzakwan, sedangkan Thawus adalah julukannya, dan thawus bermakna indah. Beliau mendapat julukan tersebut karena suaranya yang indah ketika membaca Al Quran, sehingga beliau terkenal dengan julukannya ketimbang namanya sendiri.

Al Imam asy Syuyuthi rahimahullahu membawakan salah satu kisah beliau di dalam mendidik putranya,

وقال معمر: كان طاووس جالساً يوماً وعنده ابنه، فجاء رجل من المعتزلة، فتكلم في شيء، فأدخل طاووس إصبعيه في أذنيه، وقال: يا بني أدخل إصبعك في أذنيك حتى لا تسمع من قوله شيئاً؛ فإن هذا القلب ضعيف. ثم قال: أي بني أشدد، فما زال يقول أشدد حتى قام الرجل.

Imam Ma'mar rahimahullahu bercerita, "Pada suatu hari Thawus pernah duduk-duduk bersama anaknya. Tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan sekte Mu'tazilah (kelompok yang mengagungkan akal dibanding syariat) dan lelaki tersebut itu kemudian berbicara tentang sesuatu. Thawus pun memasukkan kedua jari telunjuknya ke kedua telinganya seraya berkata, "Wahai anakku masukanlah kedua jari telunjukmu di ke kedua telingamu sampai engkau tidak bisa mendengar ucapan orang ini sedikitpun, karena sesungguhnya hati ini lemah!. Kemudian Thawus berkata, "Ayo anakku, tekan terus..!", Thawus terus mengatakan itu kepada putranya hingga lelaki itu pergi".

Ikhwati fillah, ini adalah salah satu contoh bentuk pendidikan yang harus kita ajarkan kepada anak-anak kita, yakni jangan memberikan kesempatan orang-orang yang berpemahaman sesat memasukan perkataannya ke telinga mereka sehingga nanti akan mempengaruhi akidah dan akhlaknya. 

Di zaman ini, sebagian orang tua telah menganggap remeh perkara ini, mereka sekolahkan anak-anaknya ke lembaga-lembaga hizbi bahkan lebih dari itu, mereka bebaskan anak-anaknya berguru kepada siapa saja dan menelan semua keyakinan yang ada melalui ponsel pintar yang diberikan orang tuanya. Jika sudah seperti ini, janganlah orang tua mencela kecuali dirinya sendiri. Berbuatlah sebelum semua terlambat!.

(Kisah Imam Thawus dinukil dari Al Amru bi Ittiba-Imam Asy Suyuthi, hal. 15, cet. Darul Istiqamah 2005)

Sabar Adalah Pada Kejadian Pertama


Penting untuk kita ketahui bahwa kesabaran akan bernilai ketika ditempatkan pada awal kejadian. Kesabaran yang hakiki bukan datang ketika selesai menumpahkan sumpah serapah dan keluh kesah, tapi kesabaran teranggap ketika pas di awal kejadian.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, "Sesungguhnya sabar itu (teranggap) pada awal kejadian". (HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Anas ibn Malik radhiallahu ‘anhu).

Oleh karenanya, janganlah kita menjadi orang yang cengeng dengan bergampang-gampang mengeluh kepada makhluk, akan tetapi keluhkanlah segala kegundahan dan kegalauanmu kepada Allah. Berdo’alah kepada Allah dan yakinlah bahwa Allah adalah sebaik-baik tempat mengadu.  

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, ia berkata, "<Hasbunalloh wa ni’mal wakiil> (artinya: Cukuplah Allah bagiku sebagai sebaik-baik pelindung), adalah kalimat yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika beliau dilemparkan ke dalam api. 

Dan juga dikatakan oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam ketika orang-orang kafir mengatakan: Sesungguhnya manusia (kaum musyrikin Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang engkau, karena itu takutlah kau kepada mereka.(maka Ibnu Abbas membaca ayat Ali Imran: 173 yang artinya) “Maka perkataan itu menambah keimanan orang-orang beriman dan mereka menjawab: Cukuplah Allah bagiku sebaik-baik pelindung” (HR. Bukhari)".

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua kepada jalan yang diridhai-Nya.

Aamiin

Jangan Berat untuk Menyebarkan Salam

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,

" إن السلام اسم من أسماء الله تعالى

وضعه في الأرض فأفشوا السلام بينكم "

"Sesungguhnya As Salaam adalah nama dari nama-nama Allah taala yang Allah letakkan di bumi, maka sebarkanlah salam di antara kalian".

Imam Al Albani rahimahullahu berkata,

إفشاء السلام المأمور به دائرته واسعة جداً ضيقها بعض الناس جهلا بالسُنة أو تهاملاً في العمل بها فمن ذلك السلام على المصلي

[ السلسلة الصحيحة صـ١٨٤ ]

"Menyebarkan salam adalah perkara yang diperintahkan dan cangkupannya luas sekali. Terasa sempit bagi sebagian manusia yang jahil terhadap sunnah atau yang meremehkan di dalam mengamalkannya, dan di antaranya itu adalah salam kepada orang yang shalat". (Silsilah Ash Shahihah-Syaikh Al Albani 184).

Efek Negatif Akibat Bergaul dengan Orang yang Tidak Baik

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata,

ما رأيت أكثر أذى للمؤمن من مخالطة من لا يصلح، فإنَّ الطبع يسرق؛ فإن لم يتشبه بهم ولم يسرق منهم فتر عن عمله

Tidaklah aku melihat kerugian yang paling banyak bagi seorang mukmin dibandingkan ketika dari bergaulnya dia dengan orang-orang yang tidak baik, karena sesungguhnya tabiat itu akan mencuri*, jika ia tidak menyerupai mereka (orang yang tidak baik) maka tidak akan tercuri (tabiat seorang mukmin itu) dari mereka, melainkan melemahkannya dari beramal".

(Shayyidul Khathir-Ibnul Jauzi, hal. 363)

*Maksudnya: pergaulan akan menjadikan tabiat seorang yang satu dengan yang lainnya akan saling mengikuti tanpa sadar, wallahu alam (penj)

Iman dan Amal Shalih, Sebab Kebahagiaan Hidup


Syaikh Abdurrahman As Sady rahimahullahu berkata,

وأعظم الأسباب لذلك وأصلها وأسها هو الإيمان والعمل الصالح، قال تعالى : { من عمل صالحاً من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينه حياة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ما كانوا يعملون } [ النحل : 97 ] 

فأخبر تعالى ووعد من جمع بين الإيمان والعمل الصالح، بالحياة الطيبة في هذه الدار، وبالجزاء الحسن في هذه الدار وفي دار القرار

Sebab-sebab yang paling terbesar untuk itu (meraih kebahagiaan hidup), pokok dan dasarnya adalah iman dan amalan shalih, Allah taala berfirman, "Barang siapa yang beramal shalih baik dari kalangan laki-laki ataupun wanita dalam keadaan beriman, maka kami akan anugerahkan ia kehidupan yang baik dan kelak pasti kami akan ganjar mereka dengan balasan yang lebih baik terhadao apa yang telah mereka amalkan." (QS. An Nahl: 97).

Allah mengabarkan dan menjanjikan bagi siapa saja yang mengumpulkan antara keimanan dan amalan shalih adalah dengan memberikan kehidupan yang baik di negeri ini (dunia) dan ganjaran yang baik pula di negeri ini (dunia) dan negeri yang kekal (akhirat)". 

(Al Wasaailul Mufidah-Syaikh As Sady, hal. 4-5, cet. Darul Furqan 2011)

Berilah Walau Hanya Wajah yang Ceria


Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,

لا تحقـــرَنَّ مــن المعــروفِ شيئًا ، ولـو أن تلقَـى أخـاك بوجــهٍ طلِــقٍ

"Janganlah engkau meremehkan dari amalan kebaikan sedikitpun, walaupun sekedar menemui saudaramu dengan wajah yang beseri". (HR. Muslim)

Ibrahim bin Adham berkata, 

فمن لم يواسِ النــاس بماله وطعامه وشرابه فلْيواسهم ببسط الوجه والخلـق الحسن

Maka barang siapa yang tidak mampu memberikan kelapangan kepada manusia dengan hartanya, makanannya, minumannya, maka hendaklah ia melapangkan mereka dengan menampakkan wajah ceria dan akhlak yang baik". (Hilyatul Aulia, Abu Nuaim al Asbahani, jil. 7, 389).

Amalan Sunnah yang Dilakukan jika Selesai Menguburkan Jenazah


Syaikh Ibnu Utsaimin berkata,

"فيسن للإنسان إذا فرغ الناس من دفن الميت أن يقف عنده ويقول:

(اللهم اغفر له) ثلاث مرات (اللهم ثبته) ثلاث مرات

•لأن النبي ﷺ كان غالب أحيانه إذا دعا دعا ثلاثا

ثم ينصرف ولا يجلس بعد ذلك لا للذكر ولا للقراءة ولا للاستغفار هكذا جاءت به السنة".

"Yang disunnahkan bagi seorang insan adalah, jika manusia telah selesai dari proses penyelenggerakan jenazah (dikubur), untuk berdiri di sisi mayyit (kuburannya) dan berucap kepadanya:

"Allahummagh firlahu" (yaa Allah ampunilah dia) tiga kali

"Alllahumma tsabbithu" (yaa Allah kokohkanlah dia)*

Karena Nabi shalallahu alaihi wasallam di dalam hidupnya seringkali jika berdoa, maka berdoa dengan berjumlah tiga kali, kemudian pulang tanpa ada duduk-duduk setelahnya untuk berdzikir, untuk membaca Al Quran atau untuk beristighfar. Demikianlah (sesuai) dengan apa yang datang dari sunnah"

(Syarah Riyadhush Shalihin-Syaikh Ibnu Utsaimin, jil. 4, hal. 562)

*Jika jenazahnya laki-laki maka bacaannya:

"Alllahummagh firlahu" dan "Alllahumma tsabbit-hu",.

Jika jenazahnya wanita, maka bacaannya:

"Alllahummagh firlaha" dan "Alllahumma tsabbit-ha"

Orang Berilmu Akan Terus Diambil Manfaatnya Walau Telah Tiada


Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda,

إذا مات الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak yang shalih yang mendoakan untuk orang tuanya” (HR. Muslim)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata, 

الإمام ‎أحمد مثلا منذ كم ميت؟

وشيخ الإسلام ‎ابن تيمية كم له ميت؟

ومازال الناس ينتفعون بعلمهما !!

فاحرص أخي المسلم على العلم فإنه لا يعدله شيء.

Contohnya Al Imam Ahmad, sejak kapan beliau wafat? Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, kapankah beliau wafat?

Akan tetapi manusia terus menerus mengambil manfaat ilmu dari mereka, maka semangatlah wahai saudaraku semuslim untuk di atas ilmu, karena ilmu tidaklah sebanding dengan sesuatu apapaun". 

(Syarah Riyadhush Shalihin-Syaikh Ibnu Utsaimin, jil. 4, hal. 568)

Kamis, 29 Juli 2021

Bukan Seorang Alim, Bukan Alasan untuk Tidak Menjelaskan Sunnah


Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata, 

" كل من علم سنة، ينبغي أن يبيّنها في كل مناسبة، ولا تقل أنا لست بعالم، نعم لست بعالم، لكن عندك علم "

"Setiap yang mengetahui ilmu tentang perkara sunnah, sudah seyogyanya untuk menjelaskannya (kepada orang lain) di setiap kesempatan, jangan engkau katakan "Saya bukanlah seorang alim". Benar, engkau bukanlah seorang alim akan tetapi engkau memiliki ilmu"

(Syarah Riyadhush Shalihin-Syaikh Ibnu Utsaimin, jil. 4, hal. 215)

Cepat-cepat Sebelum Terlambat


Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu berkata, 

إذا هممت بأمر من أمور الآخرة فشمر إليها وأسرع من قبل أن يحول بينها وبينك الشيطان


"Jika engkau telah bertekad dengan suatu urusan dari perkara-perkara akhirat, maka bersegeralah untuk mengerjakannya, dan bergegaslah sebelum setan memalingkan antara dirimu dan perkara akhirat tersebut".

(Hilyatul Aulia, Abu Nuaim al Ashfahani,  jil. 7, hal. 83)

Mencintai Orang Miskin? Kenapa Tidak!


Al Imam Ibnu Rajab al Hanbali rahimahullahu berkata, 

حب المساكين أصل الحب في الله تعالى، لأن المساكين ليس عندهم من الدنيا ما يوجب محبتهم لأجله، فلا يحبون إلا لله عز وجل

Mencintai orang-orang miskin adalah sebuah dasar kecintaan di jalan Allah taala, karena tidaklah mereka (orang-orang miskin) memiliki sesuatu dari dunia yang mengharuskan seseorang mempunyai alasan untuk mencintainya, maka tidaklah mencintai mereka (orang-orang miskin) melainkan karena Allah azza wa jalla."

(Majmu Rasaail Ibnu Rajab, jil. 4, hal. 45)

PKI Belum Mati


Menjelang milenium, masih teringat di benak ini ketika anak-anak muda kala itu sedang menggandrungi seorang tokoh dari Kuba, Che Guevara.

Gambar Che dengan khas baretnya memenuhi distro-distro kaos. Poster, stiker sampai emblem-emblem mini pun tak mau ketinggalan, gambar Che tengah jadi tren tersendiri.

Sosok Che Guevara lebih dikenal oleh gen muda nusantara ketika itu sebagai seorang pejuang gerilya revolusi Kuba, padahal paham sosialis marxist sangat kental pada prinsip-prinsip hidupnya. Akan tetapi semat seorang 'anti kapitalis' sepertinya sudah kepalang lebih tenar dibandingkan seorang 'komunis marxist'-nya.

Buku-buku dan artikel yang menggambarkan sepak terjang perjuangan Che pun ditebar. Aksi heroik sang pejuang anti kapitalis digambarkan begitu hebat memukau. Keteguhan perjuangan dalam melawan kapitalis membela rakyat kecil pun ditonjolkan. Walhasil, semangat juangnya pun menjadi teladan. Che sang pejuang garis kiri kini mendapat tempat di hati. 

Sejak orde baru tumbang, sejarah PKI coba ditiadakan. Barisan elit kiri kian dirapihkan, perlahan tapi menghasilkan. Kaum muda pun kian berganti, ulasan PKI lama tak berbunyi, terkesan mati tapi suri, tetap gerak tapi senyap, hingga sejarah coba dibelokkan,  pembantai berganti yang dibantai.

Miris kita mendengarnya kala gen muda termakan propaganda, mulai tak tahu siapa PKI hingga mengapa PKI dizhalimi. TNI disalahkan padahal mereka adalah pahlawan. 

Mari bersama peduli tuk selamatkan negeri, komunis itu PKI, PKI itu komunis. Jika dibiarkan, tak mustahil 'Revolusi Merah' akan mengulang episodenya kembali. Allahu musta'an.

Saat Indonesia masih hijau menghirup kebebasan dan merajut kebersamaan, Madiun 1948 jadi ajang pembantaian. Tak cukup sekali, 1965 jadi saksi kedua kalinya, jenderal-jenderal penopang kekuatan negeri, diculik dan disikat habis dengan keji. Pengkhianat!  

Apakah kita mau negeri ini dikhianati untuk ketiga kalinya?Tentu tidak! Waspadai kebangkitan PKI di negeri ini! Jangan biarkan PKI mencuci otak generasi kita menghilangkan sejarah.

Mari kita bersama-sama kenalkan siapa itu PKI agar generasi kita tidak mudah dikibuli oleh kaum komunis najis. Selamatkan Indonesia dari paham komunis.

Wallahu alam.

Salah Satu Timbangan dalam Memilih Teman


Imam Asy Syafi'i rahimahullah berkata, 

إذا كان لك صديق يعينك على الطاعة فشد يديك به، فإن اتخاذ الصديق صعب ومفارقته سهل.

Jika engkau mempunyai teman yang dapat membantumu di atas ketaatan, maka eratkanlah tanganmu kepadanya (jadikan dia temanmu), karena sesungguhnya mengambil seorang untuk menjadi teman adalah suatu yang sulit, dan berpisah dengan teman adalah suatu yang mudah".

(Hilyatul Aulia-Abu Nuaim al Asfahani, jil. 4, hal. 101)

Keutamaan Seorang Muslim yang Bersabar kala Bergaul untuk Berdakwah


Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"إِنَّ المُسْلِمَ إِذَا كَاَنَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبُر عَلَى أَذَاهُمْ خَيْرٌ مِنَ المُسْلِمِ الَّذِي لا يُخَالِطُ النَّاسَ ولا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ"

"Seorang mukmin yang berkumpul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka, lebih baik dibandingkan seorang mukmin yang tidak berkumpul dengan manusia dan tidak bersabar atas gangguan mereka."

(HR. Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Majah, hadits dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami')

Syaikh Muqbil ibn Hadi al Wadi'i rahimahullahu berkata,

فأنتم إن استطعتم أن تجمعوا بين الأمرين فننصحكم بذلك .

الأمران : أن تعتزلوا الشرّ وأهله ، الأمر الآخر : أن تخالطوا النّاس لأجل الدّعوة ، فنحن ننصحكم بهذا إن قويتم على هذا، فاعتزلوا الشرّ وأهله وتختلطون بالنّاس من أجل الدّعوة والله المستعان ، " لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من حمر النعم " ، والرّسول - صلّى الله عليه وسلّم - يقول : "العبادة في الهرج كهجرة إلي" رواه مسلم من حديث معقل بن يسار.

"Jika kalian mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan di antara dua perkara, maka kami nasehatkan kalian untuk (melakukan) hal itu.

Dua perkara itu adalah: untuk kalian ber-i'tizal (mengasingkan diri/meninggalkan) kejelekkan dan para pelakunya, adapun perkara yang lainnya adalah untuk kalian bercampur baur/bergaul dengan manusia dalam rangka berdakwah.

Maka kami menasehatkan kepada kalian dengan ini, jika kalian memiliki kekuatan atas perkara ini, yakni meninggalkan kejelekkan dan para pelakunya serta bercampur baur/bergaul dengan manusia dalam rangka berdakwah, Allahul musta'an.

"Sungguh, jika Allah memberikan hidayah/petunjuk kepada seorang lelaki karena sebab perantaraan engkau, itu lebih baik bagimu dibanding dengan unta merah". Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, "Ibadah di masa sulit (pahalanya) seperti hijrah kepadaku" riwayat Imam Muslim dari hadits Ma'qil bin Yasar radhiyallahu. (www.muqbel net/fatwa.php?fatwa_id=2112)

Lupa Namanya tapi Ingat Nama Bapaknya


Ungkapan yang membuat tersenyum saat mengingatnya. Mayoritas kita mungkin mengalami momen ini saat kecil. Olok-olok seseorang kepada temannya dengan menggunakan orang tua sebagai objek, akan ramai jadinya, karena yang diolok orang tuanya pasti tidak terima, sehingga ia pun akan membalas olok-olokan tersebut. Bahkan tak jarang, saling balas olok-olokan tersebut berakhir menjadi serius, berakhir dengan permusuhan dan adu fisik. 

Terkesan biasa dan tak ada masalah, alasan masih kecil menjadi tameng untuk melegalkan fenomena ini. Tapi tahukah, perkara ini sebenarnya kurang baik, karena akan menyekam dendam dan perselisihan antar perkawanan. Terlebih adanya larangan dari syariat Islam yang bersumber dari suatu hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, yang dibawakan oleh shahabat Abdullah bin Amer ibnul Ash radhiallahu,

 مِنْ اَلْكَبَائِرِ شَتْمُ اَلرَّجُلِ وَالِدَيْهِ. قِيلَ: وَهَلْ يَسُبُّ اَلرَّجُلُ وَالِدَيْهِ? قَالَ: نَعَمْ. يَسُبُّ أَبَا اَلرَّجُلِ, فَيَسُبُّ أَبَاهُ, وَيَسُبُّ أُمَّهُ, فَيَسُبُّ أُمَّهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya, 

“Termasuk dosa besar ialah seseorang memaki orang tuanya.” Ada seseorang bertanya, “Mungkinkah ada seseorang yang memaki orang tuanya sendiri?” Beliau bersabda, “Ya, ia memaki ayah orang lain, lalu orang lain memaki ayahnya dan ia memaki ibu orang lain, lalu orang itu memaki ibunya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Mengolok-olok orang tua teman berarti sama saja mengolok-olok orang tua sendiri, naudzubillah. Patutkah perbuatan ini dibiarkan? Tentu tidak! Jangan sampai anak-anak kita atau anak-anak didik kita sejak kecil dibiarkan mengamalkan perbuatan dosa. Ingat, mengolok-olok orang tua hukumnya adalah dosa besar. Mereka adalah tanggung jawab kita semua. Wallahu alam.

Harusnya Kita Malu


Merekalah yang selalu kita bentak, merekalah yang selalu tersakiti baik oleh lisan ini atau perangai diri, padahal mereka telah memberikan segalanya, kebutuhan, perawatan dan penjagaan ketika kita kecil, hingga kini kita pun tumbuh menjadi besar dan kuat.

Mereka orang yang paling berjasa, tetapi mengapa menjadi orang yang paling  tercampakkan. Mereka adalah orang yang paling mencintai, tetapi mengapa menjadi orang yang paling engkau benci.

Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,

 " لا يَجْزِي وَلَدٌ وَالِدَهُ، إِلا أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوكًا فَيَشْتَرِيَهُ فَيُعْتِقَهُ "

Artinya, 

"Seorang anak belum (teranggap) membalas (kebaikan) orang tuanya, kecuali bila ia mendapati (orang tuanya) menjadi budak, lalu ia membelinya dan membebaskannya (memerdekakannya)." 

(HR. Bukhari di dalam Al Adabul Mufrad dan Muslim)

Dalam sebuah atsar disebutkan,

عَنْ سَعِيدُ بْنُ أَبِي بُرْدَةَ ، قَالَ : سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ، " أَنَّهُ شَهِدَ ابْنَ عُمَرَ وَرَجُلٌ يَمَانِيٌّ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ ، حَمَلَ أُمَّهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ، يَقُولُ : " إِنِّي لَهَا بَعِيرُهَا الْمُذَلَّلُ إِنْ أُذْعِرَتْ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرِ، 

ثُمَّ قَالَ : يَا ابْنَ عُمَرَ، أَتُرَانِي جَزَيْتُهَا؟ 

قَالَ : لا، وَلا بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ "

Artinya,

"Dari Sa'id bin Abi Burdah berkata: Aku mendengar ayahku (Abu Musa al Asy'ari radhiallahuanhu) bercerita, bahwasanya beliau melihat Ibnu Umar radhiallahuanhu dan seorang laki-laki dari Yaman sedang thawaf di Ka'bah, sambil menggendong ibunya di belakang punggungnya seraya bersyair, "Sesungguhnya aku di hadapannya (ibunya) ibarat unta yang hina. Sekiranya unta itu mengejutkan penunggangnya, maka aku tidaklah mengejutkan (ibuku)." 

Kemudian dia berkata, "Wahai Ibnu Umar! Apakah engkau melihat saya telah membalasnya (kebaikan ibu saya)?"

Ibnu Umar menjawab, "Belum, bahkan tidak sebanding dengan tarikan nafasnya di saat melahirkan."

(HR. Bukhari di dalam Al Adabul Mufrad, dan hadits dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Tidakkah kita merasa malu ketika kita menganggap semua pemberian kepada mereka telah menjadi sebuah balas budi buatnya? Betapa bodohnya diri ini!

Yaa Allah berikanlah taufiq agar kami bisa menjadi anak yang shalih, berbakti kepada kedua orang tua kami, berilah kami kemudahan dan kekuatan untuk bisa merawat orang tua kami di masa tua mereka, aamiin.

Rabu, 28 Juli 2021

Pengaruh Doa Sang Ibu pada Kesuksesan Thalabul Ilmi Sang Anak


Abul Fath Sulaim ibn Ayyub ar Razi Asy Syafi'i rahimahullahu, dikatakan oleh Imam Adz Dzahabi adalah salah seorang ulama yang menyebarkan ilmunya karena berharap pahala Allah semata. 

Shahabatnya yang bernama Sahl ibn Busyr rahimahullahu menceritakan tentang salah satu rahasia kesuksesan Sulaim ibn Ayyub di dalam mendapatkan ilmu. Sahl berkata, "Sulaim telah menceritakan kepadaku tatkala dirinya masih kecil dan berada di negeri Ray, kala itu Sulaim kisaran umur sepuluh tahunan dan menghadiri majelis para syaikh agar dia bisa ditalqin (dibimbing bacaan Al-Qurannya).

Salah seorang syaikh berkata kepadaku, "Majulah engkau kemudian bacalah!", Maka akupun bersungguh-sungguh untuk membaca surat Al Fatihah, akan tetapi aku tidak mampu membacanya karena lisanku seakan-akan terkunci.

Maka syaikh tersebut berkata kepadaku, "Apakah engkau memiliki ibu?", 

Aku menjawab, "Ya, aku memilikinya"

Kalau begitu mintalah kepada ibumu agar ia mendoakanmu supaya Allah memberikan rezeki kepadamu kelancaran di dalam membaca Al Quran dan menimba ilmu".

Aku pun menjawab, "Baiklah".

Akupun pulang dan meminta kepada ibuku untuk mendoakan aku dan ibuku pun mendoakan aku.

Kemudian aku pun tumbuh dewasa dan memasuki kota Baghdad, di sana aku belajar bahasa arab dan ilmu fikih. 

Setelah itu aku kembali ke negeri Ray. 

Ketika aku berada di dalam perkumpulan (majelis ilmu), aku pun membacakan kitab Mukhtasar Al Muzani, tiba-tiba datang seorang syaikh yang dahulu telah memberikan nasehat kepadaku. Beliau hadir dan menyalami kami dalam keadaan dirinya tidak mengenaliku.

Syaikh itu pun mendengarkan muqabalah/kajian kami dan dirinya tidak mengerti dengan apa yang kami bahas/kaji, lalu syaikh tersebut berkata, "kapankah kalian bisa mempelajari ilmu seperti ini?"

Aku ingin sekali menjawabnya dengan jawaban: Jika engkau memiliki seorang ibu, maka mintalah kepadanya agar ia mendoakanmu, akan tetapi aku malu tuk mengatakan itu (karena keseganan beliau kepada syaikhnya)".

(Kisah ini bisa dilihat pada Siyar Alamun Nubala-Imam Adz Dzahabi 17/645-647).

Jangan Lupakan Ibumu


Seorang yang cerdas pasti mempunyai prinsip bahwa setiap perbuatannya harus bernilai tinggi dan bermanfaat maksimal, baik untuk dirinya atau orang lain, terlebih di 10 awal bulan Dzulhijjah ini. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,

مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ 

Artinya,

"Tidaklah ada suatu amalan yang dilakukan di suatu hari yang lebih utama dibandingkan beramal di hari-hari ini (sepuluh awal Dzulhijjah). Para Sahabat bertanya: Apakah juga jihad? Nabi menyatakan: Tidak juga jihad, kecuali seseorang yang keluar berjihad mempertaruhkan jiwa dan hartanya kemudian tidak kembali sedikitpun (H.R Bukhari) 

Tahukah kita, bahwa ada amalan yang dinyatakan oleh shahabat Ibnu Abbas Radhiallahu sebagai amalan yang dinilai lebih bisa mendekatkan diri kepada Allah, apa itu?

Ibnu Abbas radhiallahuanhu berkata,

إِنِّي لا أَعْلَمُ عَمَلا أَقْرَبَ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنْ بِرِّ الْوَالِدَةِ

Artinya,

"Sesungguhnya aku tidak mengetahui sebuah amalan yang (bisa membuat) lebih dekat kepada Allah Azza wa Jalla dibandingkan dengan berbuat baik kepada Ibu." (HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad dan dishahihkan oleh Imam Al Albani).

Berbuat baik kepada ibu, iya, itulah amalan yang mesti kita agendakan untuk diamalkan sebanyak-banyaknya. 

Membuat senang ibu tidak harus selalu memberikan sesuatu yang bersifat materi. Memang, sebagian orang ada yang kesenanganya adalah yang bersifat materi, seperti makan makanan yang enak, minum minuman yang nikmat, menyantap hidangan yang lezat dsb, tapi tentu seorang ibu kesenangannya tidak sesederhana itu. 

Seorang ibu yang mempunyai perasaan yang lembut dan halus tentu lebih senang jika tak hanya diberikan materi saja, cobalah kebahagiaan itu kita sempurnakan dengan memberikan kesenangan yang bersifat non materi seperti diberikan perhatian, semisal: dikunjungi, ditelpon, ditemani makan bareng, diajak ngobrol-ngobrol ringan dsb. Hal-hal yang di benak kita mungkin dianggap remeh, bisa jadi itu merupakan kesenangan yang bernilai tinggi di hati ibu kita. 

Mari jadikan hari-hari yang mulia ini sebagai hari-hari yang akrab dengan orang tua kita, terlebih dengan sang ibu. Semoga Allah subhanahu wataala meridhai kita karena hal karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, 

رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِد

Artinya:

"Keridhaan Rabb terdapat di dalam keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb terdapat di dalam kemurkaan orang tua."  (HR. Tirmidzi, hadits dihasankan oleh Imam Al Albani).

Hindari Tiga Akhlak yang Jelek Agar Mendapat Tiga Keutamaan


Yusuf ibnul Husain bercerita bahwa beliau pernah mendengar Dzunnuun rahimahullah berkata, "Allah mengharamkan tambahan ilmu agama, mengharamkan ilham pada hati dan mengharamkan firasat terhadap makhluk, atas tiga kelompok, yakni: kepada orang yang bakhil dengan dunianya, meninggalkan agama dan jeleknya akhlak kepada Allah".

Seorang lelaki bertanya kepadanya, "Bakhil dengan dunianya, kami telah mengetahuinya. Meninggalkan agama, kami telah mengetahuinya. Terangkan kepada kami apa yang dimaksud dengan jeleknya akhlak kepada Allah?"

Beliau (Dzunnuun) berkata, "Allah telah membuat ketetapan, menjalankan takdir, menerapkan dengan ilmuNya dan telah memilihkan bagi makhlukNya suatu urusan, akan tetapi orang yang jelek akhlaknya kepada Allah, merasa tergoncang terhadap hal itu seluruhnya, ia tidak merasa ridha, terus menerus mengeluhkan (terhadap apa yang didapat) dari Allah kepada makhlukNya, maka kira-kira bagaimana pendapatmu (tentang orang ini)?"

(Hilyatul Aulia-Abu Nu'aim al Ashbahani 9/356. Dinukil dari Tahdzib-nya hal. 599, cet. Daruth Thayyibah 2005)

Stay at Home


Adalah berdiam diri di rumah, di Indonesia lebih dikenal dengan tagar "dirumahaja". Salah satu kampanye dunia yang digalakan saat wabah covid-19 ini tentu dinilai sebagai cara yang efektif di dalam memutus rantai penularan, sekaligus metode aman yang bisa melindungi kita dari bahaya wabah covid-19.

Bicara tentang _stay at home_ atau _#dirumahaja_ tentu perkara yang mudah bagi seorang muslimah, karena ini merupakan perkara yang sudah menjadi kebiasaannya, Allah ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Artinya,

“Tetaplah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj (berpenampilan) sebagaimana penampilannya orang-orang jahiliyah yang pertama.” (QS. Al Ahzab: 33)

Ayat di atas adalah termasuk salah satu pondasi dasar bagi seorang muslimah untuk menyukai _stay at home_ . Jadi, sudah tentu ini tidak menjadi sesuatu yang berat bagi muslimah, karena memang ini adalah perintah Allah, dan semua perintah Allah adalah ibadah.

Ketika Allah memerintahkan seorang muslimah untuk banyak berdiam di rumahnya, Allah melalui lisan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan,

صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا

“Shalatnya seorang wanita di dalam rumahnya, itu lebih utama dibanding shalat di ruangannya, dan shalat seorang wanita di kamar khususnya, itu lebih utama dibanding shalat di rumahnya” (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Imam Al Albani rahimahullah).

Hadits di atas tentu seharusnya menjadi motivasi tersediri bagi seorang muslimah yang selalu menjaga dirinya untuk tidak keluar-keluar rumah, terlebih adanya ancaman semat "penzina" bagi wanita yang keluar rumah dengan memakai wewangian, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوْا رِيْحَهَا فَهيِ َ زَانِيَةٌ

“Wanita mana saja yang memakai wewangian, kemudian ia melewati satu kaum agar mereka mencium aromanya (wanginya), maka dia adalah pezina.” (HR. Ahmad, hadits dihasankan oleh Imam Muqbil al Wadi'i rahimahullah).

Maka, sudah merupakan sebuah karunia dan nikmat yang indah tatkala seorang muslimah telah mencapai titik level merasa betah dan nyaman di rumahnya, dan bagi muslimah yang belum terbiasa dengan hal ini, semoga dengan adanya himbauan pemerintah selama wabah covid-19 untuk di rumah saja, mungkin bisa dijadikan proses pembiasaan untuk belajar menyukai _stay at home_. 

Salah Satu Alasan Kenapa Kita Jangan Bosan Cuci Tangan


Salah satu kampanye yang digalakan oleh dunia di saat pencegahan penularan wabah covid-19 adalah PHBS, pola hidup bersih dan sehat, dan di antara bagian dari PHBS adalah CTPS, cuci tangan pakai sabun.

Menyoal cuci tangan, ternyata sejak dahulu, Islam telah menjelaskan akan pentingnya masalah ini, perhatikan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam berikut,

وإذا استيقظ أحدكم من نومه فليغسل يديه قبل أن يدخلهما في الإناء ثلاثا، 

متفق عليه

Artinya, 

"Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya maka cucilah kedua tangannya sebelum memasukkan keduanya ke dalam bejana tiga kali, karena sesungguhnya salah seorang diantara kalian tidak mengetahui di mana tangannya bermalam." (HR. Bukhari dan Muslim).

Syaikh Abdurrahman As Sadi rahimahullahu di dalam kitab Ta'liqat ala Umdatil Ahkam, hal. 29 (cet. Darul Atsar) menuturkan, bahwa hal ini juga berlaku umum, yakni pada bangun tidur siang juga. Kemudian beliau menjelaskan pula bahwa di antara sebab diamalkannya cuci tangan pada keadaan ini adalah kekhawatiran akan menyentuhnya tangan kepada sesuatu yang kotor atau najis ketika seseorang tidur, maka jika demikian, tentunya lebih-lebih lagi jika memang tangannya itu benar-benar menyentuh sesuatu yang kotor atau najis. 

Dari penuturan Asy Syaikh di atas, maka ketika cuci tangan di tekankan untuk dilakukan kala adanya kekhawatiran tangan menyentuh sesuatu najis atau kotoran, bagaimana lagi jika adanya kekhawatiran pada tangan yang menyentuh suatu virus yang menular dan mematikan seperti covid-19 ini?

Oleh karenanya, jangan remehkan cuci tangan di saat kondisi wabah seperti ini. Mari, kita semangat melakukan cuci tangan. Di samping ini sebagai bentuk ikhtiyar di dalam membentengi diri dari mudharat, hal ini juga, insyaallah menjadi pahala juga karena kita telah taat kepada himbauan pemerintah tentang CTPS, masyaallah. Jadi, inilah salah satu alasan kenapa kita jangan bosan untuk cuci tangan.

Terlalu Manis untuk Diabaikan


Ketika ditanya kepada kita apakah yang paling manis di dunia ini? Mungkin berjuta jawaban akan lewat dibenak kita. Tapi apakah jawaban Anda sama dengan standar Imam Ibnul Mubarak?

Abdullah ibnul Mubarak rahimahullah berkata, "Ahlud dunia keluar dari dunia (meninggal), sebelum mereka merasakan sesuatu yang paling manis dari segala yang ada di dunia." 

Dikatakan kepada Ibnul Mubarak, "Apa sesuatu yang paling manis dari segala yang ada di dunia itu?"

Beliau menjawab, "Mengenal Allah"

(Hilyatul Aulia-Abu Nu'aim al Ashbahani 9/106. Dinukil dari Tahdzib-nya hal. 430, cet. Daruth Thayyibah 2005)

Jawaban sederhana tapi dalam dan luas maknanya. Mengenal Allah bukan hanya mengenal adanya Allah saja, akan tetapi sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, beliau menuturkan, "Mengenal Allah dengan hatinya yang sebenar-benarnya pengenalan adalah yang mengharuskan untuk menerima segala yang disyariatkan, tunduk serta patuh kepada syariat tersebut. Kemudian berhukum dengan syariat-Nya yang datang dari rasul-Nya, Muhammad shallallahu alaihi wasallam".

(Syarah Tsalatsatil Ushul-Syaikh Ibnu Utsaimin. Dinukil dari Jami Syuruh ats Tsalatsatil Ushul, hal. 24, cet. Ibnul Jauzi 2012).

Oleh karenanya, jika kita ingin mengenal Allah, carilah melalui sumber yang tepat, yakni segala yang terdapat di dalam hadits-hadits rasulullah yang shahih, bukan yang lain.

Lalu, jika Anda telah mengenal Allah melalui jalan yang benar, maka inilah cara menemukan iman yang hakiki.

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata, "Tidak mungkin (terwujud) iman kepada Allah kecuali dengan ilmu yang mempelajari (tentang) mengenal Allah".

(Syarah Tsalatsatil Ushul-Syaikh Shalih Fauzan. Dinukil dari Jami Syuruh ats Tsalatsatil Ushul, hal. 42, cet. Ibnul Jauzi 2012).


Oleh sebab itu, marilah kita semangat untuk menuntut ilmu agama, mendengarkan kajian-kajian akidah atau kajian tauhid bersama masyaikh atau asatidzah salafiyun yang ikhlas di dalam dakwahnya. 

Terlebih di masa wabah covid-19 ini, dimana kita mempunyai banyak kesempatan dan waktu luang. Sungguh, terlalu manis untuk diabaikan.

Kesalahan Sikap dalam Menyambut Bulan Ramadhan (4)


Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Sebagian yang lain dari kalangan manusia tidak mengenal bulan Ramadan ini kecuali sebagai musim untuk berdagang dan menawarkan barang dagangan, maka semangatnya mereka adalah untuk melakukan jual-beli dan pergi ke pasar-pasar.

Mereka tidak hadir ke masjid kecuali hanya di waktu yang sedikit dan sebentar*, maka jadilah Ramadhan di sisi mereka hanya sebagai musim bagi urusan dunia dan bukan untuk akhirat. 

Mereka sedang mencari sesuatu yang fana (dunia) dan meninggalkan sesuatu yang manfaat dan kekal (akhirat)".

(Al Khuthabul Minbariyyah, jil. 1 hal. 60, cet. Maktabah Taubatil Islamiyyah 2014)


Catatan

*Untuk Ramadhan tahun 1441H ini karena adanya wabah covid-19 dan pemerintah memerintahkan untuk tetap di rumah, maka yang harus kita lakukan adalah mentaatinya, yakni tetap di rumah

Kesalahan Sikap dalam Menyambut Bulan Ramadhan (3)


Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Sebagian yang lain dari kalangan manusia tidak mengenal bulan Ramadhan kecuali hanya waktu begadang di malam hari dengan perkara yang sia-sia dan main-main serta kelalaian, jika telah selesai dari begadangnya, maka mereka makan sahur lalu tertidur dari shalat fajr (shubuh)".

(Al Khuthabul Minbariyyah, jil. 1 hal. 59-60, cet. Maktabah Taubatil Islamiyyah 2014).

Kesalahan Sikap dalam Menyambut Bulan Ramadhan (2)


Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Sebagian yang lain tidak mengenal bulan Ramadhan melainkan hanya bulan tidur dan menganggur, maka mereka jadikan siang harinya dengan tidur sehingga mereka terluput dari shalat yang wajib".

(Al Khuthabul Minbariyyah, jil. 1 hal. 59, cet. Maktabah Taubatil Islamiyyah 2014).

Kesalahan Sikap dalam Menyambut Bulan Ramadhan (1)


Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Wahai hamba Allah, kebanyakan manusia tidak mengenal bulan ini (Bulan Ramadhan) kecuali hanya untuk memperbanyak tempat makan dan minum, sehingga mereka berlebih-lebihan di dalam memenuhi ambisinya dan berlaku boros dalam berbelanja sesuatu yang tidak penting dan yang tidak perlu.

Telah dimaklumi, bahwa mempebanyak makan, akan membuat malas dari melakukan ketaatan, justru yang dituntut pada seorang muslim di dalam bulan ini adalah untuk mempersedikit makan, sehingga akan membuat semangat beribadah".

(Al Khuthabul Minbariyyah, jil. 1 hal. 59, cet. Maktabah Taubatil Islamiyyah 2014).

Hati-Hati Menjadi Orang yang Lalai di Bulan Ramadhan


Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Janganlah kalian menyia-nyiakan bulan Ramadhan dengan kelalaian dan berpaling seperti halnya orang celaka yang Allah lupakan mereka hingga merekapun lupa terhadap diri-dirinya sendiri. Mereka tidak mengambil faidah dari berjalannya bulan kebaikan atas mereka, mereka tidak mengenal kehormatan Ramadhan dan tidak pula tahu berharganya nilai bulan Ramadhan".

(Al Khuthabul Minbariyyah, jil. 1 hal. 59, cet. Maktabah Taubatil Islamiyyah 2014).

Berdoa Agar Menjumpai Ramadhan

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Telah dekat datangnya waktu (ramadhan) atas kalian yang berlipat (nilai pahala), yang berkah, yang melimpah (kebaikan) dan yang dermawan, maka sambutlah dengan semangat dan gembira.

Bersyukurlah kepada Allah jika kalian sampai kepada bulan tersebut, minta tolonglah kepada Allah untuk bisa beramal shalih di dalamnya dan mintalah agar amalan itu diterima Allah".

(Al Khuthabul Minbariyyah, jil. 1 hal. 58, cet. Maktabah Taubatil Islamiyyah 2014).

Tidak Merasa Aman dari Adzab

Syaikh Shalih Fauzan hafizahullahu berkata, "Orang-orang mukminin adalah orang-orang yang khawatir akan adzab Allah dan tidak merasa aman dari adzab Allah. Mereka juga tidak bersandar diri dengan mengucapkan, "Kami adalah kaum muslimin dan kami telah beramal shalih, maka dengan amal itu kami akan terbentengi dari adzab Allah...".

Akan tetapi termasuk dari sifat kaum mukminin adalah tidak bersandarnya mereka terhadap amalan-amalannya, tetapi mereka sangat berharap selamat dari adzab Allah.

Demikianlah, di sisi satu mereka juga adalah orang-orang yang berharap dengan rahmat Allah, di sisi lain mereka senantiasa berharap selamat dari adzab Allah, maka terkumpullah antara rasa takut dan rasa harap".

(Syarhul Kabair-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 37, cet. Darur Risalah al Alamiyah 2012)

Jika meninggalkan Al Madhmadhah dan Al Istinsyaq, Maka Wudhunya Tidak Sah


Asy Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Al madhmadhah (berkumur) dan al istinsyaq (memasukan air ke hidung) adalah dua perkara yang wajib di dalam thaharah (bersuci/wudhu) karena keduanya adalah bagian dari wajah, mulut termasuk wajah dan hidung juga termasuk wajah berdasar hukum zhahir (yang nampak), Allah memerintahkan untuk membasuh wajah, 

فاغسلوا وجوهكم

Artinya,

"Dan basuhlah oleh kalian wajah-wajah kalian" (QS. Al Maidah: 6).

Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun menjelaskan bahwa berkumur dan memasukan air ke dalam hidung adalah termasuk bagian dari wajah yang diperintahkan oleh Allah untuk mencucinya, oleh karenanya jika berkumur ditinggalkan atau memasukan air ke dalam hidung ditinggalkan, maka wudhunya tidaklah sah karena dia tidak menyempurnakan di dalam mencuci wajahnya".

(Disadur bebas dari At Ta'liqat 'ala Mukhtashar Zaadil Ma'ad-Syaikh Shalih Fauzan, jil. 1, hal. 59, cet. Maktabah Imam Adz Dzahabi Kuwait 2018)

Hemat Air

Asy Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Bersederhana di dalam mengguyurkan air (ketika thaharah) adalah perkara yang dituntut, terlebih saat air tersebut sedikit dan dibutuhkan untuk adanya persediaan, maka tidak boleh berlebih-lebihan di dalam menggunakan air.

Di hari ini perkara berlebih-lebihan di dalam penggunaan air adalah perkara yang luar biasa, ini tidak boleh. Berlebih-lebihan di dalam setiap sesuatu adalah haram baik di dalam makan, minum, berwudhu, thaharah dan ibadah, berlebih-lebihan adalah tidak boleh, yang seharusnya adalah bersikap adil (tidak kurang dan tidak berlebihan)".

(Disadur bebas dari At Ta'liqat 'ala Mukhtashar Zaadil Ma'ad-Syaikh Shalih Fauzan, jil. 1, hal. 54-55, cet. Maktabah Imam Adz Dzahabi Kuwait 2018)

Kisah Imam Bukhari Kecil

Sedikit perjalanan menuntut ilmu Muhammad ibn Ismail al Bukhari (256H) pernah dikisahkan oleh Muhammad ibn Abi Hatim al Waraq rahimahullah. Beliau berkata, "Aku mendengar Hasid ibn Ismail dan yang lainnya berkata bahwa dahulu Abu Abdillah al Bukhari dan kami sering pergi ke para syaikh tuk menimba ilmu bersama ke Bashrah dan saat itu dia masih kecil.

Dia (Imam Bukhari) seorang yang tidak pernah menulis, sampai suatu hari kami datang kepadanya dan mempertanyakan keadaannya tersebut, "Sesungguhnya engkau berpergian bersama kami, akan tetapi engkau tidak menulis, lalu apa yang kau lakukan?!"

Setelah berlalu enam hari, beliau (Imam Bukhari) berkata, "Kalian berdua ini telah banyak mengomentari aku dan selalu mendesakku. Coba berikanlah apa yang telah kalian tulis!"

Maka kami pun mengeluarkan apa yang telah kami punya sekitar lebih dari lima belas ribu hadits, tenyata beliau (Imam Bukhari) bacakan kepada kami seluruhnya dari hafalannya sampai kemudian kami jadikan hafalannya tersebut sebagai pengkoreksi apa yang telah kami tulis.

Lalu beliau (Imam Bukhari) berkata kepada kami berdua, "Apakah kalian kira sering perginya aku ini dalam keadaan sia-sia dan percuma?!"

Maka kami pun menyadari bahwa beliau (Imam Bukhari) adalah seorang yang tiada seorang pun bisa menandinginya".

(Kisah ini bisa dilihat pada Siyar Alamun Nubala-Imam Adz Dzahabi 12/408 dan Tarikh Baghdadi 10/333).

Pengajaran Berwudhu dan Shalat Anak adalah Beban Orang Tua

Syaikh Muhammad Jamil Zainu rahimahullahu berkata, "Wajib hukumnya mengajari anak laki-laki dan anak perempuan untuk shalat ketika masih kecil agar mereka bisa menetapi (amalan tersebut) tatkala dewasa, berdasar sabda nabi shallallahu alaihi wasallam,

مُرُوا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلَاةِ لِسَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرِ سِنِينَ

Artinya,

 "Perintahkan anak kalian untuk mengerjakan shalat di umur tujuh tahun, dan pukulah oleh kalian atas perkara ini (jika tidak mau mengerjakan shalat) di umur sepuluh tahun, dan pisahkanlah antara mereka (di umur sepuluh) di ranjang (ketika tidur)." (Shahih, riwayat Ahmad).

Metode mengajarkan mereka adalah dengan cara berwudhu dan shalat di hadapan mereka dan pergi menuju masjid bersamanya.

Kemudian memotivasi mereka dengan buku yang di dalamnya terdapat pengajaran tata cara shalat agar bisa diajarkan kepada seluruh keluarganya akan hukum-hukum shalat, dan ini adalah suatu yang harus diajarkan oleh kedua orang tuanya. Setiap peremehan terhadap hal ini niscaya Allah akan tanyakan kelak".

(Taujihatul Islamiyyah li Ishlahil Fard wal Mujtama-Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal. 64, cet. Darush Shahabah 2009)

Senin, 05 Juli 2021

Salah Satu Pesona Wanita Shalihah adalah Mengikuti Suami di dalam Perkara yang Baik


Ath Thufail ibn Amr ad Dausi radhiallahu anhu adalah salah seorang shahabat nabi yang pandai ilmu syair, kedudukan beliau sangat dihormati di kaumnya.

Setelah Ath Thufail masuk Islam dan pulang ke rumahnya, istrinya pun mendatanginya agar bisa dekat dengan suaminya, akan tetapi Ath Thufail malah mencegahnya seraya berkata, 

إليك عني فلست منك ولست مني 

"Menjauhlah dariku, karena aku bukan bagian darimu dan engkau bukan bagian dariku"

Istrinya heran dan bertanya, "Ada apakah, bi abi anta wa ummi (kalimat yang biasa digunakan untuk suatu yang penting)"

Ath Thufail menjawab, 

فرق بيني وبينك الإسلام , فقد أسلمت ,وتبعت دين محمد صلى الله عليه وسلم .

"Telah terpisah antara Aku dan dirimu dengan Islam, Aku telah masuk Islam dan telah mengikuti agamanya Muhammad shallahu alaihi wasallam"

Maka istrinya menjawab, 

أنا منك وأنت مني , وديني دينك فأسلمت 

"Aku bagian darimu dan engkau bagian dariku, agamaku adalah agamamu, maka Aku pun (ingin) masuk Islam"

(Lihat Siyar Alamun Nubala-Imam Adz Dzahabi, juz. 1, hal 248-250 atau Al Ishabah fit Tamyizish Shahabah-Ibnu Hajar, juz. 2, hal. 225)

Membantah Ahluh Bidah adalah Termasuk Amalan Mulia

Syaikh Rabi al Madkhali rahimahullahu berkata, "Mengingkari ahlul bidah adalah termasuk pintu-pintu yang paling mulia dari al amru bil ma'ruf wan nahyi anil munkar".

(Al Muntaqa min Fatawa Asy Syaikh Al Allamah Rabi ibn Hadi al Madkhali, juz 2, hal. 24, cet. Dar Al Imam Ahmad 2014).

Jauhi Bidah Agar Selamat dari Azab

Syaikh Ahmad ibn Yahya an Najmi rahimahullahu berkata, "Pelaku bidah yang melampaui (batasan) syariat seakaan-akan dia berkata, "Saya lebih tahu sesuatu yang Allah tidak beritahu kepada Rasulullah shallahu alaihi wasallam".

Imam Malik ibn Anas rahimahullahu berkata, "Barangsiapa yang mengadakan suatu kebidahan, maka (secara tidak langsung) dia telah menuduh Muhammad dengan sifat khianat, waliyyadzubillah."

Maka wajib menjauhi semua bidah, baik yang kecilnya atau yang besarnya, di dalam perkara itiqadiyyah-nya (keyakinan) atau amaliyyah-nya (berupa amalan). Sesungguhnya hidup di atas sunnah adalah lebih utama dengan apa yang dituntut oleh seorang di kehidupannya agar dirinya mendapat rasa aman dari azab setelah kematian".

(Fathu Rabbil Bariyyat ala Kitabi Ahammil Muhimmat-Syaikh Ahmad an Najmi, hal 97).

Apakah Boleh bagi Wanita untuk Menghilangkan Kumis?

Jawab: "Tidak mengapa seorang wanita menghilangkan kumisnya atau bulu (yang terdapat) di pahanya, di betisnya atau di lengannya, dan ini bukanlah termasuk mencabut (menghilangkan) yang dilarang".

(Lajnah Daimah, jil. 5 hal. 194)

Mati di Atas Sunnah adalah Karamah

Imam Ibnul Mubarak rahimahullahu berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya aku memandang bahwa kematian sekarang ini adalah karamah bagi setiap muslim tatkala bertemu dengan Allah di atas sunnah".

(Al Bida'-Ibnu Wadhdhah, hal. 84).

Manhaj Salaf adalah Keharusan

Syaikh Muqbil ibn Hadi al Wadi'i rahimahullahu berkata, "Salafiyah bukanlah jubah (pakaian) yang dipakai jika mau, dan dilepas jika mau, akan tetapi salafiyah adalah berpegang teguh kepada kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di atas pemahaman salafush shalih".

(Tuhfatul Mujib-Syaikh Muqbil, hal. 171).

Taqwa dan Beramal, Jangan Pedulikan Mereka!


Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Seorang insan jika dia bertakwa kepada Allah azza wa jalla dan melakukan apa-apa yang telah disyariatkan kepadanya, maka (setelah itu) janganlah pedulikan manusia."

(Syarh Shahih Bukhari-Syaikh Utsaimin, jil. 1, hal. 380).

Hafalanlah yang Tersisa

Abu Amr ibnul A'la rahimahullahu (154H) dahulu kitab-kitabnya sepenuh rumah, tapi qadarullah terbakar karena suatu musibah, maka seluruh apa yang bisa diambil dari beliau (berupa hadits-haditsnya yang diriwayatkannya) hingga akhir hayatnya adalah dari hafalannya".

(Al Hatsu ala Thalibul Ilmi-Asykari, hal. 74)

Meninggalkan Shalat Berjamaah adalah Ciri Munafik

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Adapun siapa (dari laki-laki) yang shalat di rumahnya dan meninggalkan shalat berjamaah atau dia mengakhir-akhirkan shalat dari waktunya, maka orang ini tersifati dengan sifat orang-orang munafik".

(Al Khuthabul Minbariyyah, jil. 2 hal. 54, cet. Maktabah Taubatil Islamiyyah 2014).

Dua Jenis Fikih

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Fikih terbagi menjadi dua jenis: 

Fikih di dalam aqidah, dan ini dinamakan juga dengan fiqhul akbar (fikih besar), yaitu mengenal hukum-hukum akidah dari pengenalan terhadap tauhid dan jenis-jenisnya, pengenalan terhadap syirik akbar dan syirik asghar dan pengenalan terhadap setiap apa yang terkait dengan ranah akidah. 

Adapun jenis dari fikih ibadah, fikih muamalah dan yang lain-lainnya, dinamakan dengan fiqhul 'am (fikih umum).

Jenis yang pertama, bisa khusus didapatkan di dalam kitab-kitab akidah dan kitab-kitab tauhid. Adapun fikih yang jenis kedua bisa didapatkan secara khusus pada kitab-kitab fikih yang ma'ruf (yang dikenal), dimulai dari bab bersuci, hukum-hukum air dan berakhir hingga pada kitabul iqrar di akhir kitabul qadha".

(Disadur dari kitab Al Imdad bi Taisir Syarhiz Zad Syarhi ala Zadil Mustaqni-Syaikh Shalih Fauzan, jil. 1, hal. 18, cet. Darul Ashimah 2014)

Sedari Dini Diajarkan untuk Berharap Surga dan Takut akan Neraka

Syaikh Muhammad Jamil Zainu rahimahullahu berkata, "Wajib bagi seorang pendidik untuk memotivasi anak-anak kepada al jannah (surga Allah), dan (dipahamkan) bahwasanya al jannah diperuntukkan bagi siapa yang shalat, puasa, menaati kedua orang tuanya dan bagi siapa yang mengamalkan segala amalan yang diridhai Allah.

Juga memperingatkan kepada anak-anak akan an naar (neraka Allah), dan (dipahamkan) bahwasanya an naar diperuntukkan bagi orang yang meninggalkan shalat, durhaka kepada kedua orang tuanya, membuat murka Allah, berhukum kepada selain syariat Allah dan bagi orang yang makan harta-harta manusia dengan cara menipu, dusta, riba dan selainnya".

(Taujihatul Islamiyyah li Ishlahil Fard wal Mujtama-Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal. 64, cet. Darush Shahabah 2009)

Bolehnya Menggunakan Air Musta'mal

Syakh Zaid al Madkhali rahimahullahu berkata, "Yang dimaksud dengan air musta'mal adalah air yang telah dipakai oleh seseorang (air bekas) dari berthaharah, baik untuk mandi dari hadats besar atau untuk berwudhu.

Air musta'mal adalah air yang jatuh terpercik dari anggota-anggota badan, seperti seorang lelaki yang mandi, lalu airnya jatuh dari badannya ke wadah air, atau dia mandi di suatu wadah air yang (sekaligus) dia  duduk di situ, kemudian ketika dia berdiri terdapat sisa air di wadah air tersebut, maka ini terjadi perselisihan pendapat di antara ulama. 

Sebagian ulama ada yang berpandangan akan bolehnya bersuci dengan air musta'mal tersebut, sama saja, apakah air musta'mal itu dipakai sebelumnya oleh seorang lelaki atau oleh seorang perempuan. Sebagian ulama lain ada yang berpandangan bahwa hal ini tidak diperbolehkan, dan yang shahih adalah diperbolehkan.

Sesungguhnya apa yang datang dari nash-nash yang menyebutkan makruhnya air musta'mal dipakai untuk bersuci adalah makruh yang bersifat menjaga kebersihan/kesucian, bukan maksudnya makruh yang bersifat haram". 

(Disadur dan diringkas dari Syarhud Durarul Bahiyyah fi Masailil Fiqhiyyah-Syaik Zaid al Madkhali, hal. 36-37, cet. Darul Miratsin Nabawi 2018)

Shalat akan Mensucikan Ruh

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Wahai kaum mukminin, shalat-shalat yang lima waktu telah Allah wajibkan atas seorang hamba di dalam sehari semalam, shalat-shalat tersebut akan mensucikan ruh-ruh mereka dari dosa-dosa sebagaimana tersucikannya badan-badan dan pakaian-pakaian mereka oleh air dari segala kotoran dan noda-noda, dan Allah telah menjadikan shalat bagi agama sebagai rukun (pondasi) yang asasi".

(Al Khuthabul Minbariyyah, jil. 1 hal. 30, cet. Maktabah Taubatil Islamiyyah 2014).

Ilmu yang Dihafal Lebih Utama dan Lebih Bermanfaat

AQasim bin Khallad rahimahullahu berkata, dikatakan bahwasanya menjaga hafalan dengan apa yang berada di dalam dada seorang lelaki itu lebih utama dibandingkan pelajaran yang tertulis di bukunya, dan satu huruf yang engkau hafal yang berada di dadamu itu lebih bermanfaat bagimu dari seribu hadits yang berada di catatanmu".


(Al jami'u li Akhlaqir Rawi-Khathib al Baghdadi, juz 2, hal. 266)

Manakah yang lebih utama antara fardhu ain dan fardhu kifayah?

Sikh Muhammad ibn Ibrahim alu Syaikh rahimahullahu di dalam Taqrirul Waraqat menyatakan, "Mereka (para ulama) telah berbeda pendapat di antara keduanya, mana yang lebih utama. 


Yang maruf dan yang masyhur adalah fardhu ain dikarenakan kewajiban yang dibebankan atas tiap individu itu lebih ditekankan, dan ini adalah (pendapat) yang shahih dan rajih.


Ada pula yang menyatakan bahwasanya yang ini lebih ditekankan dari satu sisi dan yang satunya lebih ditekankan dari satu sisi yang lainnya, sebagaimana ini terjadi pada sebagian permasalahan tafdhil (tingkatan keutamaan).


Maka jadilah adanya penggabungan di antara dua pendapat, yakni fardhu ain lebih ditekankan karena sesungguhnya dia tidaklah diwajibkan melainkan karena ditujukkan kepada individunya langsung, dan fardhu kifayah lebih ditekankan karena sesungguhnya jika dia ditinggalkan maka berdosalah orang banyak".


(Fatawa wa Rasail Samahatusy Syaikh Muhammad ibn Ibrahim, hal. 8, cet. Mathba'atul Hukumah bi Makkah Al Mukarramah 1399H)