Rabu, 30 Desember 2015

Tanda Pemuda Idaman

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Di antara tujuh orang yang mendapat naungan Allah di hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, adalah sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kabarkan, "... Seorang pemuda yang (mengisi) kehidupannya di dalam peribadahan kepada Allah."
[HR. Bukhari dan Muslim].

Yaitu jika pemuda tersebut hidup di atas peribadahan kepada Allah dan tidak berbuat sebagaimana keumuman para pemuda lainnya, keinginannya tidak tertuju kepada perkara maksiat, akan tetapi kebanyakan dari kehidupan dan keinginannya diisi dengan ketaatan kepada Allah..."

(Taujihatun Muhimmatun lis Syabab-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 13-14, Dar Imam Ahmad 2005).

Menikah atau Puasa

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, "Wahai segenap pemuda, barang siapa di antara kalian yang sudah al ba'ah (mampu berjima dan menafkahi) maka menikahlah, karena yang demikian itu bisa lebih menundukkan pandangan dan menjaga farj (kemaluan).
Barang siapa yang tidak mampu menikah maka berpuasalah karena puasa akan menjadi wija (peredam syahwat)."
[HR. Bukhari dan Muslim].

Berkata Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu, "Para pemuda diperintahkan untuk menjaga farj-farj mereka, baik dengan cara menikah -jika mereka mampu-, atau bisa dengan sesuatu yang bisa melemahkan dan mengendurkan syahwat, yaitu dengan cara berpuasa, karena takut kalau mereka nanti terjatuh ke dalam fitnah.

Ini adalah termasuk bentuk penjagaan Nabi kepada umatnya.

Hal ini adalah wasiat nabi untuk para pemuda sampai hari kiamat.

Wajib atas para pemuda untuk berpegang teguh dengan wasiat ini.

(Taujihatun Muhimmatun lis Syabab-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 13, Dar Imam Ahmad 2005).

Menjilat Piring

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "... Demikian juga tentang menjilat piring, telah datang juga perintah syariat untuk menjilat piring (lihat Shahih Muslim no 2035).

Janganlah meninggalkan di piring sesuatu apapun dari sisa makanan, karena makanan tersebut nanti akan rusak (basi) atau nanti akan dibuang di tempat sampah.

Maka perkara ini (menjilat piring) adalah termasuk dari bagian memuliakan makanan.

Bahkan jika terdapat makanan tercecer yang berasal dari jatuhan suapannya, maka nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil ceceran makanan tersebut, kemudian dibersihkan jika terdapat kotoran, lalu hendaknya dia memakannya dan jangan tinggalkan makanan tesebut untuk setan (lihat Shahih Muslim no 2034).

Semua perbuatan ini adalah suatu bentuk memuliakan makanan dan mensyukuri nikmat, tidak meremehkan kenikmatan yang ada."

(Tas-hilul Ilmam-Syaikh Shalih Fauzan, jil. 6, hal. 164).

Meninggalkan Amal karena Manusia, Itulah Riya!

Fudhail ibn Iyadh rahimahullahu berkata, "Meninggalkan amal karena manusia adalah riya, sedangkan beramal karena manusia adalah syirik.
Ikhlash adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya."

Imam An Nawawi menjelaskan, "Makna ucapan beliau rahimahullahu ta'ala adalah barang siapa yang sudah bertekad untuk beribadah tapi kemudian meninggalkannya karena takut dilihat manusia maka ini adalah riya, karena dia telah meninggalkan amal karena sebab manusia.

Adapun kalau meninggalkannya karena ingin melakukannya di dalam keadaan khalwah (ketika nanti di tempat yang sepi) maka ini perkara yang mustahab (disukai).

Tapi perkara ini dikecualikan pada amalan yang fardhu (wajib) atau pada zakat yang wajib.

Dikecualikan juga pada keadaan seorang alim yang dijadikan panutan, kalo seperti ini maka menampakkan ibadah itu lebih afdhal (utama)."

(Diterjemah bebas dari Syarah Al Arbaun Nawawiyyah-Imam Nawawi, hal. 16, cet. Darul Mustaqbal 2005).

Yang Mubah pun Bisa Berpahala Jika...

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata, "... Terkadang sesuatu yang pada asalnya mubah (perkara yang boleh) akan ternilai sebagai ketaatan, jika seseorang yang mengamalkan perkara mubah itu meniatkan hal tersebut untuk suatu kebaikan.

Contohnya seorang yang meniatkan makan dan minumnya sebagai bentuk takwa karena di dasari atas ketaatan kepada Allah.

Oleh karenya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Makan sahurlah kalian, karena pada sahur terdapat barakah. (HR. Bukhari dan Muslim)."

(Lihat Ta'liqat Arbain Nawawiyah-Syaikh Utsaimin pada hadits yang pertama).

Jumat, 25 Desember 2015

Hukum Melafazhkan Niat

Sebagian muslimin melafazhkan niat ketika ingin shalat dengan mengucapkan "Ushalli fardha.. dst" berdalil dengan ucapan Imam Asy Syafi'i.

Bagaimana menjawab permasalahan ini?

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu menyatakan, "Ini adalah perkara yang tertolak dari beberapa sisi.

Pertama, bahwasanya ini tidak shahih berasal dari Imam Asy Syafi"i.

Kedua, kalau seandainya ini memang shahih dari Imam Asy Syafi'i maka ini bukan hujjah (dalil) karena Imam Asy Syafi'i adalah seorang mujtahid (pemberi fatwa) yang kadang salah dan kadang benar.

Adapun yang dijadikan hujjah (dalil) adalah ucapan nabi shallallahu alaihi wa sallam, bukan ucapan Imam Asy Syafi'i, Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah atau Imam Malik.

Ucapan seorang ulama tidak akan menjadi hujjah kecuali ucapannya memang selaras dengan dalil (Al Qur'an dan As Sunnah).

Ketiga, yang diriwayatkan dari ucapan Imam Asy Syafi'i adalah:
"Shalat tidak layaknya seperti ibadah yang lain. Shalat itu tidak dimulai kecuali dengan berdzikir kepada Allah".

Yang dimaksud dengan "dzikir kepada Allah" adalah takbir (takbiratul ihram).

Maka bagaimanapun juga, niat adalah amalan yang ada di hati.

Tidak boleh seorang untuk melafazhkan niat."

(Lihat Minhatur Rabbaniyyah-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 18, cet. Darul Alamiyyah 2013).

Niat Ikhlash

Berkata Syaikh Abdurrahman as Sa'di rahimahullahu, "... Oleh karenanya, wajib atas setiap hamba untuk berniat dengan niat yang sempurna pada setiap perkara.

Yaitu dengan memaksudkan niatnya untuk:
-Meraih wajah Allah
-Bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah
-Menuntut ganjaran yang baik dari Allah
-Mengharap pahala dari Allah
-Takut akan siksa Allah

Kemudian niat ini hendaknya senantiasa mengiringi setiap amalannya, ucapannya dan seluruh keadaannya dengan segenap semangat dalam penunaian amalnya di atas dasar keikhlasan dan kesempurnaan amal.

Bersamaan dengan itu, hendaknya dia juga menolak setiap apa yang menjadi kebalikannya, seperti:
-Riya (ingin dilihat)
-Sum'ah (ingin didengar)
-Ingin pujian di sisi makhluk
-Mengharap pemuliaan dari manusia

Jika hal itu semua ada pada dirinya, maka janganlah seorang hamba menjadikannya sebagai pusat tujuan dan akhir dari keinginannya.

Akan tetapi jadikanlah tujuannya sebagaimana asalnya, yaitu:
-Mengharap wajah Allah
-Mencari pahala Allah tanpa menoleh kepada makhluk
-Tidak mengharap sesuatu manfaat atau pujian manusia

Jika memang hal-hal yang disebutkan di atas itu ternyata didapat tanpa ada niatan maksud sebelumnya, maka hal ini tidak memudharatkan (membahayakan) pada dirinya sama sekali.

Bahkan itu adalah kabar gembira yang disegerakan untuk orang mukmin."

(Terjemah bebas dari Bahjatu Qulubil Abrar-Syaikh As Sa'di, hal. 8 dan 9, cet, Darul Furqan 2012).

Rabu, 23 Desember 2015

Memilih Istri yang Baik untuk Masa Depan Anak

Abul Aswad ad Duali berkata kepada anak-anaknya, "Aku telah berbuat baik kepada kalian ketika masih kecil dan ketika sudah besar.
Juga ketika sebelum kalian lahir."

Anak-anaknya bertanya, "Wahai ayahku bagaimanakah cara engkau berbuat baik ketika kami belum lahir?"

Abul Aswad menjawab, "Caranya adalah ku pilihkan untuk kalian seorang ibu yang tidak ada cela pada dirinya."

(Dinukil dari Tarbiyatul Aulad-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 21, cet. Darul Furqan 2008).

Selasa, 22 Desember 2015

Ibadahnya Orang Pilihan

Di Antara Ciri Ibadahnya Orang yang Terpilih

Al Imam Nawawi rahimahullahu menerangkan tentang keadaan sifat ibadahnya orang yang terpilih.

Beliau berkata, "... Tingkatan yang ketiga adalah seorang yang melakukan amalan dalam keadaan:

-Malu kepada Allah
-Menyadari bahwa ini adalah penunaian hak ubudiyah Allah
-Merupakan bentuk syukur kepada Allah

Bersamaan dengan itu semua, dia juga:

-Memandang dirinya masih kurang dalam menunaikan kewajibannya
-Hatinya pun diliputi rasa takut karena dia tidak tahu apakah amalannya diterima ataukah tidak.

Jika perkara-perkara di atas ada pada seorang hamba, maka inilah ibadahnya orang yang terpilih.

(Syarhul Arbain Nawawiyah, hal. 14-15, cet. Darul Mustaqbal 2005).

Senin, 21 Desember 2015

Menjilat Tangan, Sunnah yang Ditinggalkan


Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika salah seorang dari kalian makan sebuah makanan, maka jangan membersihkan tangannya sampai menjilatnya atau dijilat".
(HR. Bukhari 5456 dan Muslim 2031).

Syaikh Shalih al Fauzan hafizhahullahu menjelaskan, "Termasuk adab makan adalah sebagaimana yang terdapat pada hadits ini. Yaitu jika seseorang telah selesai makan hendaknya memuji Allah dengan berkata alhamdulillah.
Kemudian membersihkan sisa-sisa makanan yang ada di tangannya dengan cara menjilat dengan mulutnya sendiri.
Atau bisa juga dengan cara dijilat oleh budaknya, anaknya atau oleh orang lain yang bisa menjilatnya."
(Tah-silul Ilmam pada syarah hadits 1442)

Syaikh Abdullah al Bassam rahimahullahu memberikan nasehat, "Minimal yang kita lihat dari keadaan orang yang makan, biasanya mereka membersihkan sisa makanan yang ada di tangannya dengan tissue sampai bersih.
Kemudian setelah itu barulah mencuci tangannya.
Akan tetapi yang afdhal adalah mengikuti sunnah nabi (yaitu menjilatnya).
(Taudhihul Ahkam pada syarah hadits 1442)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu bahkan menyemangati kita untuk menghidupkan sunnah ini. Beliau berkata, "Janganlah kalian mengingkari masalah ini (menjilat tangan)!.
Jika ada yang mengatakan bahwa perkara ini (menjilat tangan) adalah menyelisihi kewibawaan, tidak didapati orang yang menjilat tangannya.
Kami (syaikh) katakan bukanlah demikian alasannya. Jika saja manusia kita biasakan melihat (amalan menjilat tangan), maka hal yang seperti ini niscaya akan menjadi suatu perkara yang biasa."
(Fathu Dzil Jalali wal Ikram pada syarah hadits 1442)

Imam Nawawi rahimahullahu menerangkan, "Disukainya menjilat tangan sebagai bentuk penjagaan terhadap barakahnya makanan dan kebersihan tangan."
(Syarah Shahih Muslim pada syarah hadits 2031)

Ikhwati fillah rahimakumullah, mari kita bersama-sama menghidupkan sunnah yang satu ini.

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu, "Seyogyanya kita makan dengan menggunakan tangan karena ini lebih baik dibandingkan makan dengan menggunakan sendok."
(Fathu Dzil Jalal wal Ikram).

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu juga berkata, "Hadits ini menunjukkan agar kita memuliakan kenikmatan dan jangan mencampakkannya walau hanya sedikit.
Walau hanya sebuah sisa makanan di jari tangan."
(Tah-silul Ilmam).

Wallahu alam.
Semoga bermanfaat.

Seorang Pengajar tidak Hanya Mengajar

Tugas Seorang Pengajar Tidak Hanya Mengajar

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Kalau seandainya ada salah seorang pelajar dari anak didikmu pergi kepada seorang pelajar lainnya.

Dalam keadaan engkau tahu jika anak didikmu itu mendatangi pelajar tersebut, maka dia akan terpengaruh dengan aqidah dan manhajnya (yang rusak).

Maka hal yang seperti ini, tidak mengapa untuk engkau marah dan mentahdzir dari pelajar tersebut.

Karena seorang pengajar tidak hanya berfungsi mengajar saja.

Akan tetapi seorang pengajar adalah seorang yang mengarahkan dan mendidik serta memberikan tauladan (yang baik)."

(Syarah Muqaddimah al Majmu-Syaikh Utsaimin, hal. 63, cet. Dar Ibnil Jauzi 2004).

Rabu, 16 Desember 2015

Tidak Shalat Jama'ah karena Alasan Uzlah

Meninggalkan Shalat Berjama'ah karena Uzlah

Al Busyanji. Adalah seorang penganut aliran sesat sufi yang mengamalkan amalan uzlah.

Uzlah adalah mengasingkan diri ke tempat-tempat sepi yang jauh dari keramaian dalam rangka menyelamatkan diri.

Di tengah aktifitasnya dia meninggalkan shalat berjama'ah ke masjid.

Al Imam Al Hakim berkata, "Aku mendengar ucapan dia tidak sekali, ketika dia dikecam karena meninggalkan shalat jama'ah.

Dia (al Busyanji) berkata:
Keutamaan itu terdapat pada shalat jama'ah akan tetapi keselamatan itu terdapat pada uzlah (mengasingkan diri).

Imam adz Dzahabi rahimahulahu dalam kitab Tarikh Islam 384, mengomentari ucapan al Busyanji di atas dengan mengatakan:
Ini udzur yang tidak bisa diterima!
Tidak ada keringanan untuk meninggalkan shalat jama'ah karena alasan uzlah dalam rangka mencari keselamatan.
Perkara ini telah disepakati berdasar ijma."
-selesai-

Ikhwatii fillah rahimakumullah, lalu bagaimana dengan keadaan orang yang meninggalkan shalat jama'ah karena malas?

Nas'alullaha salamah wal 'afiyah.

(Atsar di atas dinukil dari Al Fawaidu adz Dzahabiyah jil. 1, hal. 125, cet. Maktabatu ar Rusydi Nasyirun 2003).

Akhlak yang Baik

Syaikh Fauzan hafizhahullahu berkata, "Yang dimaksud (akhlak yang baik) adalah menampakkan wajah yang berseri-seri, mencurahkan kebaikan, tidak mengganggu manusia dan setiap perbuatan yang mengandung bentuk ihsan kepada manusia, maka semua ini adalah bagian dari akhlak yang baik."
(Tas-hilul Ilmam 6/160).

Syaikh Utsaimin rahimahullahu berkata, "Sebagian ulama mengatakan bahwa akhlak yang baik adalah engkau bergaul dengan manusia sesuai dengan segala perlakuan yang engkau cintai terhadap dirimu sendiri.
Definisi ini lebih global, jelas dan gamblang."
(Fathu Dzil Jalal 6/247).

Berkata Syaikh Utsaimin rahimahullahu, "Apakah marah karena Allah itu menafikan akhlak yang baik?
Jawabnya adalah sesungguhnya hal itu tidak menafikan akhlak yang baik.
Bahkan itu termasuk akhlak yang baik, karena maksud dari perbuatan tersebut adalah dalam rangka mendidik dan membimbing."
(Syarah Arbain hadits ke 27).

Intinya Fokus


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata, "Sudah menjadi maklum, bahwa siapa yang mengumpulkan tekadnya untuk fokus terhadap satu perkara, maka ini akan lebih menghasilkan dibanding seorang yang membagi tekadnya di dalam berbagai macam amalan."

(An Nubadz fi Adabi Thalabil Ilmi-Syaikh Hamd Ibrahim Utsman, hal. 79, cet. Dar Ibnil Qayyim 2002).

Perhatian kepada Ilmu Fikih Shalat

Berkata Syaikh ibn Baz rahimahullahu, "Bagi seluruh masyarakat pada umumnya, dan para imam shalat pada khususnya, untuk bisa memberikan perhatian yang besar terhadap ilmu fikih di dalam hukum-hukum shalat.

Hendaknya mereka menjadi tauladan yang baik di dalam menegakkan syariat yang agung ini.

Karena dia menjadi panutan bagi para makmum dan menjadi pengajar bagi mereka yang bodoh dan masih kecil."

(Silahkan lihat Risalah fish Shalah-Syaikh ibn Baz, hal. 12, cet. Darul Istiqamah 2012).

Unta Merah


Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Demi Allah, jika seandainya Allah memberikan hidayah kepada seseorang karena sebab perantaraan engkau, maka itu lebih baik untukmu dibanding mendapat seekor unta merah."
(HR. Bukhari dan Muslim).

Ibnu Hajar menerangkan bahwa maksud hadits di atas adalah lebih baik untuk kalian jika dibandingkan mendapat unta merah kemudian menshadaqahkannya.
Ada juga yang menyatakan lebih baik dibanding mempunyai dan memiliki unta merah.
Dahulu unta merah adalah hewan yang digunakan oleh orang-orang arab untuk ajang berbangga-bangga.
(lihat jelasnya di Fathul Bari 7/545).

Dinyatakan oleh Imam an Nawawi bahwa unta merah adalah harta yang paling mewah di kalangan bangsa arab.
Dimisalkan dengan unta merah bukan berarti perkara dunia mempunyai nilai jika dibandingkan dengan perkara akhirat, akan tetapi hal ini hanya sebagai pendekatan pemahaman saja.
Tentunya nilai yang didapat di akhirat tidak bisa dibandingkan dengan perkara dunia.
(Lihat jelasnya di Syarah Shahih Muslim an Nawawi 15/178).

Ibnul Qayyim menerangkan bahwa unta merah adalah harta pilihan dan merupakan kemulian bagi pemiliknya.
(Lihat di Miftah Daris Sa'adah 1/250).

Ibnu Hisyam membawakan riwayat Ibnu Ishaq bahwa salah satu orang Quraisy dahulu yang memiliki unta merah adalah Utbah ibn Rabiah.
Utbah membawa unta merahnya ke medan Badar, dan dia pun mati kafir ketika menjalani duel maut, sesaat sebelum perang pecah.
(Lihat jelasnya di As Sirah an Nabawiyah Ibnu Hisyam 1/383 dan 386).

Wallahu alam, semoga bermanfaat.

Selasa, 15 Desember 2015

Pendidikan yang Terlupakan


Imam Ma'mar rahimahullahu bercerita, "Dahulu Thawus pernah duduk-duduk bersama anaknya.

Tiba-tiba datang seorang lelaki yang berpemahaman Mu'tazilah.

Lelaki tersebut itu kemudian berbicara tentang sesuatu.

Thawus pun memasukkan kedua jari telunjuknya ke kedua telinganya seraya berkata, "Wahai anakku masukanlah kedua jari telunjukmu di ke kedua telingamu sampai engkau tidak bisa mendengar ucapan orang ini sedikitpun, karena hati ini lemah!."

Thawus terus-menerus berkata kepada anaknya, "Wahai anakku, tekan terus jarimu, tekan!"

Sampai akhirnya lelaki Mu'tazilah itu pun pergi."
-selesai-

Ikhwati fillah, ini adalah salah satu contoh bentuk pendidikan yang harus kita ajarkan kepada anak-anak kita.

Jangan memberikan kesempatan orang sesat memasukan kesesatannya ke telinga anak-anak kita.

Ikhwatii fillah rahimakumullah, kira-kira bagaimana sikap Imam Thawus jika ada orang tua yang sengaja memasukan putra-putri mereka ke lembaga-lembaga hizbiyyah?

Nas'alullaha salamah wal 'afiyah.

(Kisah Imam Thawus dinukil dari Al Amru bi Ittiba-Imam Asy Suyuthi, hal. 15, cet. Darul Istiqamah 2005).

Minggu, 13 Desember 2015

Diantara Kewajiban yang Harus Ditunaikan kepada Rasulullah

Berkata Syaikh Abdurrahman as Sa'dy rahimahullah, "Wajib atas kita untuk menauladani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di segala sesuatu.

Janganlah kita mendahulukan petunjuk dan ucapannya di atas petunjuk dan ucapan dari seorang pun, siapapun dia.

Wajib juga bagi kita untuk menghormati, memuliakan dan membela Rasulullah.

Kita bela agama (yang dibawanya) dengan jiwa, harta dan lisan-lisan kita.

Tentunya hal itu dikerahkan penuh sesuai kemampuan yang ada pada diri kita.

Semua hal itu termasuk kenikmatan yang paling agung, yang Allah limpahkan kepada kita."

(Nurul Bashair-Syaikh as Sa'dy, hal. 86, cet. Darul Minhaj 2003).

Perhatian terhadap Shalat Berrjama'ah di Mesjid

Berkata Syaikh ibn Baz rahimahullahu, "Telah shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, "Barang siapa yang mendengar panggilan (adzan) tapi dia tidak mendatangi (masjid), maka tidak ada shalat baginya kecuali ada udzur."
(HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Ibnu Abbas ditanya, "Seperti apakah udzurnya itu?"

Beliau menjawab, "Rasa takut (mencekam) atau sakit."

Syaikh ibn Baz melanjutkan, "Hadits-hadits yang ada, menunjukkan atas wajibnya menunaikan shalat berjama'ah.

Dan wajib untuk menunaikannya di rumah Allah (masjid). Dimana masjid adalah tempat yang Allah persilahkan hamba-hambanya untuk meninggikan dan menyebut nama-nama-Nya sebanyak-banyaknya.

Maka wajib atas setiap muslim untuk perhatian di dalam perkara ini.

Hendaknya juga saling berlomba-lomba dan saling berwasiat kepada anak-anaknya, keluarganya, tetangganya dan kepada seluruh saudaranya yang muslim.

Ini dilakukan dalam rangka perealisasian perintah Allah dan Rasul-Nya.

Juga dalam rangka memperingakan terhadap apa yang menjadi larangan-larangan Allah dan Rasul-Nya.

Juga sebagai bentuk menjauhi penyerupaan para munafik yang Allah telah mensifati sifat mereka dengan sifat yang tercela.

Dan diantara sifat yang terjeleknya adalah MALASNYA mereka untuk menegakkan shalat.

(Rasa'il fish Shalah-Syaikh ibn Baz, hal. 29-30, cet. Darul Istiqamah 2012).

Sabtu, 05 Desember 2015

Anak Punk

Pantang tuk Menjadi Anak Punk
(Versi Edit di Whatsapp)

Pernahkah anda melihat seorang yang berpenampilan lusuh dengan model rambut mohawk warna-warni, berkaos hitam lusuh, bercelana jins ketat, bersepatu boot ala tentara dilengkapi hiasan spike, rantai dan emblem khas semodel swastika atau model salip terbalik ?

Penampakkan makhluk aneh ini mungkin di daerah perkotaan sudah bukan pemandangan baru lagi.

Namun ternyata makhluk-makhluk aneh ini sudah mulai merebak ke pelosok-pelosok desa.

Allahu musta’an.

Pembaca yang budiman, mereka rela me ‘make up’ penampilannya demi menjalankan sebuah ekspresi naluri yang terbiaskan melalui sebuah wadah komunitas yang bernama punk.

Dibalik penampilan eksentrik seorang punker -baik dari sekedar kelas ikut-ikutan sampai kelas militan- ternyata mereka menyimpan sebuah ideologi yang khas.

Ideologi yang bermuara kepada kebebasan hidup, kesetaraan dan anti kemapanan.

Punk yang sebut sebagai salah satu pecahan aliran musik rock, asal muasalnya adalah merupakan reaksi akar rumput kaum muda pinggiran di Inggris yang muak dan bosan dengan rusaknya keadaan tatanan sosial dan sistem kapitalis penguasanya yang kian hari kian melahirkan tindak kriminalitas dan pengangguran.

Sikap protes ini mereka tumpahkan melalui lirik-lirik tajam dengan iringan musik ‘tiga jurus’ yang menghasilkan sebuah tempat curahan tersendiri dalam bentuk aksinya.

Jadilah punk sebagai musik sekaligus budaya.

Ada juga yang menganggap bahwa budaya punk tumbuh dari sekelompok pemuda ‘glue sniffer’ yang senang akan polah anarkisme dalam setiap kehidupannya.

‘Glue sniffer’ adalah sebutan bagi pecandu lem berbau tajam sebagai alternatif mahalnya minuman keras.

Pembaca yang budiman, seiring waktu berjalan, ternyata budaya punk kini kian merambah pesat ke negara-negara muslim.

Tak terlewat di negeri kita.

Tak heran, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sungguh, kalian akan mengikuti jalan yang ditempuh oleh orang-orang sebelum kalian, sehasta demi sehasta. Sampai seandainya mereka masuk ke dalam lubang Dhab [sejenis biawak] pasti kalian akan mengikuti mereka”.
Kami para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah apakah mereka dari kalangan Yahudi dan Nashrani?”.
Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka”.
[HR. Bukhari no. 7319]

Pembaca yang budiman, remaja kisaran umur belasan sampai dua puluh tahunan menjadi komoditi utama dalam menyuburkan budaya ini.

Tak salah, mengingat remaja ABG yang memiliki tingkat rasa ingin tahu yang tinggi, labil dan kurang banyak ‘makan garam’ kehidupan.

Di mata seorang punker sungguh indah hidup bebas tanpa aturan, tidak terkungkung norma-norma sosial dan tidak terbatasi oleh sistem yang mereka anggap kapital.

Di sisi mereka kesenangan hidup hanyalah bisa didapat sesaat setelah menghisap ganja atau ketika reaksi alkohol bekerja.

Padahal menjalani hidup seperti ini justru akan menambah kesengsaraan mereka.

Mereka tidak sadar bahwa ‘kenikmatan’ sesaat yang mereka rasakan sejatinya akan memupuskan harapan masa depan dunianya dan masa depan akhiratnya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya: “Tidakkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya. Apakah kamu dapat menjadi pemelihra baginya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tiada lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya”.
[Al-Furqan: 43-44]

Pembaca yang budiman, mereka pikir menjadi anak punk adalah sebuah solusi yang jitu dalam menampung apresiasi.

Padahal jika mau jujur, lambat laun seorang punker akan menyerah dan kalah dengan ‘solusi’nya.

Kumpul-kumpul sambil nge-fly, memainkan musik punk di konser-konser lokal dan segala riot yang mencacati tatanan sosial, pada saatnya akan terhempas diterjang usia kedewasaan.

“Punk Not Dead” ternyata hanya sekedar semboyan semu yang terlumat pada kenyataan hidup.

Demikianlah akhir hidup seorang punker yang telah terakui sendiri oleh pegiatnya.

Sebutlah Kent McLard, seorang punkers asal Amerika sekaligus manager rekaman dan bos penerbit majalah-majalah komunitas punk, ia berkata, “Menentang arus, menjadi seorang anarkis, tinggal di gedung kosong pada usia 20-an tampaknya menjadi sebuah hal yang menyenangkan. Tetapi pada usia 30-an, tampaknya akan lebih menyenangkan apabila kita justru menceburkan diri ke dalam arus dan mengikutinya”

Pembaca yang budiman, yang menjadi titik permasalahan, apakah demikian akhir dari sebuah perjalanan?

Apakah dengan kembali mengikuti arus hidup keduniawian?

Tidakkah mau seorang muslim untuk menjadikan hidupnya lebih bernilai dari sekedar meninggalkan kehidupan nge-punk?

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun”.
[Al-Hadid: 16].

Waktu yang dihabiskan dengan ‘barang haram’ dan hingar bingar ‘suara setan’ menjadi sejarah hitam repertoar kehidupan.

Putus asa dan pesimis hidup pun menjadi buah pahit.

Tidakkah mau untuk menjalani jalan yang lebih indah?

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah dengan semurni-murninya taubat. Mudah-mudahan Rabbmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”.
[At-Tahrim: 8]

Kembalilah kepada Islam, karena hanya dengan Islam kebahagiaan akan  datang.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Barangsiapa yang mencari tuntunan selain Islam, maka tidak akan diterima darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”.
[Ali Imran: 85].

Pembaca yang budiman, melalui tulisan ini, perlu kiranya kita semua waspada dari segala bentuk penetrasi budaya punk yang kini mulai dicicipi kaum muda.

Lindungi orang-orang yang kita cintai dari virus punk.

Suarakan dengan lantang untuk “PANTANG TUK MENJADI ANAK PUNK”

Rujukan utama:Majalah Asy Syariah Vol. VII/No. 76/1432H/2011
Majalah Tasfiyah Edisi 07/Vol. 01/1432H/2011
Dan sumber lain.

Kamis, 03 Desember 2015

Dampak Negatif dari Cerita Robin Hood

Kesimpulan Maut yang Terpetik dari Cerita Robin Hood
(VERSI EDIT DI WHATSAPP)


Robin Longstride atau lebih tenar dikenal dengan nama Robin Hood adalah seorang tokoh legendaris yang berhasil ditanamkan kepada publik sebagai sosok pahlawan pembela kebenaran.

Keberanian yang dihiasi kedermawanan menjadikan sang pemanah ulung ini memasuki deretan tokoh panutan di dalam cerita-cerita maupun cinema.

Dikisahkan dalam sepak terjang kehidupannya, Robin Hood kerap merampok orang-orang kaya yang lewat di hutan daerah kekuasaannya.
Namun hasil rampokannya tidak dia gunakan kecuali untuk dibagi-bagikan kepada kaum miskin di sekitarnya.

Dengan inilah sosok Robin Hood sebagai ksatria yang baik hati mendapat tempat.

Wallahu ‘alam, apakah memang demikian keadaan nyata Robin Hood atau semua hanya fiktif belaka.

Yang pasti imej orang ketika ditanya tentang siapa Robin Hood, niscaya tidak jauh dari apa yang digambarkan di atas.

Tidaklah berlebihan jika kita mau sedikit peka terhadap nilai pelajaran yang diserap dari cerita ‘sang pencuri baik hati’ ini.

Apakah itu?

Terdoktrinnya pemahaman bahwa bolehnya melakukan kemaksiatan dengan tujuan kebaikan.

Dengan kata lain mencuri bisa saja diperbolehkan asal niatnya baik seperti yang dilakukan Robin Hood.

Jika mau ditarik lebih luas lagi, mungkin di jaman sekarang pemahaman seperti itu melebar kepada bolehnya mencuri harta orang kaya yang zhalim atau merampok pejabat yang korup asalkan hasil curiannya dibagi-bagikan kepada fakir miskin.

Laa haula walaa quwwata illa billah

Bagaimanakah Islam menjawab hal ini?

Cukup sabda Nabi sebagai jawabnya.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Allah tidak menerima shadaqah dari harta hasil curian atau rampasan”.
(Shahih, HR. Muslim).

Bersabda pula Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang artinya, “Sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik”.
(Shahih, HR. Muslim).

Maka melalui tulisan ini semoga saja kita tidak lagi menganggap sosok Robin Hood sebagai pahlawan tauladan, dan tidak lagi memandang positif pelaku kasus-kasus pencurian yang dihiasi dengan ‘kedermawanan’ ala Robin Hood.

Pencuri tetaplah pencuri.

Penting juga untuk disampaikan dalam kesempatan ini, agar segenap orang tua muslim untuk tidak menyuguhkan cerita-cerita yang bukan berasal dari Islam.

Hendaknya kita harus lebih selektif lagi dalam memilih cerita-cerita untuk anak-anak kita.

Jika asupan makanan untuk jasmani anak kita saja bisa selektif dalam memilihnya, maka apakah kita akan telantarkan asupan rohani anak kita dengan memberikan bacaan-bacaan yang bisa merusak kesehatan aqidah anak kita?

Padahal Allah subhanahu wa ta’ala befirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka”.
(At-Tahrim: 6)

Semoga sajian ini bermanfaat.

Barometer Kebenaran

Kecerdasan dan Luasnya Pengetahuan Bukan Tolak Ukur Kebenaran
(VERSI EDIT DI WHATSAPP)

Sahabat muslim, apakah mesti orang pintar nan berilmu itu pasti di atas petunjuk?

Apakah menjadi kelaziman, orang yang cerdas nan berotak encer itu pasti ada di pihak yang benar?

Apakah bisa dipastikan orang yang berpengetahuan luas itu berarti yang memegang al haq?

Maka jawabnya belum tentu.

Mengapa demikian?

Coba kita tengok sejenak sedikit bagian dari kisah bangsa yahudi yang terlaknat.

Bangsa yahudi adalah bangsa yang dimurkai Allah.

Mereka adalah orang-orang yang berilmu dan mengerti akan jalan petunjuk, tapi mereka toh ternyata lebih suka memilih jalan kesesatan dan jalan kekafiran.

Bukti dari ini semua adalah firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu”. (Al-Baqarah: 89)

Sahabat muslim, orang-orang yahudi yang hidup di masa kenabian Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam itu tahu kalau sebentar lagi mereka akan kedatangan seorang utusan Allah yang terakhir.

Mereka dapat mengetahuinya dengan detail melalui kitab sucinya, Taurat.

Bahkan kaum Nasraninya pun tahu melalui Injilnya.

Disebutkan bahwa mereka mengetahui sifat-sifat dan karakteristik nabi tersebut melebihi pengetahuan mereka terhadap anak-anak mereka sendiri.

Allah subhanahuwata’ala berfirman yang artinya, “Orang-orang yang telah kami berikan Kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah)”. (Al An’am: 20).

Dalam kitab Shahihul Musnad min Asbabin Nuzul karya asy Syaikh Muqbil rahimahullah disebutkan bahwa orang-orang Yahudi kerap kali mengancam orang-orang arab kala itu dengan berita kedatangan nabi terakhir.

Mereka dengan lantang mengancam akan memerangi mereka bersama nabi tersebut.

Sahabat muslim, Inilah segelintir bukti bahwa mereka berilmu dan mengetahui dengan jelas akan datangnya seorang nabi yang akan menutup untaian risalah kenabian.

Namun apakah yang terjadi setelah itu?

Ketika Allah menetapkan pengemban kenabian itu kepada seorang pemuda Quraisy keturunan Nabiyullah Ismail ‘alaihissalam dan bukan dari keturunan Nabiyullah Ishaq, bangsa yahudi pun menolak mentah-mentah kenabian tersebut.

Mereka tidak mau terima keputusan Allah yang Maha Hikmah.

Mereka mendurhakai rasul yang mulia Muhammad ibn Abdillah ibn Abdul Muthalib.

Mereka campakkan ilmu yang telah mereka pelajari.

Mereka seakan lupa bahwa mereka adalah orang-orang yang baru saja membaca kitab suci yang menjelaskan tentang kedatangan rasul tersebut.

Mereka telah terjangkiti penyakit sebagaimana penyakit Iblis la’natullah ‘alaihi.

Sombong dan penyakit hasad.

Ya. Sombong dan Hasad.

Laknat Allah atas Iblis dan yahudi.

Sahabat muslim, Inilah bukti bahwa tidak mesti orang yang berilmu akan mengikuti dan mengamalkan ilmunya.

Hal ini selaras dengan ucapan Imam adz Dzahabi rahimahullah (secara makna): “Bukanlah ilmu jika semata banyaknya periwayatan dan banyaknya kitab, akan tetapi ilmu itu sejatinya adalah bentuk ittiba’ (pengikutan thd syariat)”

Maka janganlah yang menjadi tolak ukur kebenaran itu adalah semata-mata kecerdasan atau encernya pemahaman juga luasnya pengetahuan.
Tapi semestinya kita hanya meyakini bahwa hal-hal itu semua merupakan sebab saja.

Dan tetap kita katakan dengan tegas bahwa tolak ukur kebenaran adalah segala yang datang dari Allah dan RasulNya melalui nash-nash yang shahih yang telah diaplikasikan oleh para shahabat nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.

Sungguh indah apa yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (secara makna): “Banyak orang yang diberi kecerdasan tapi (Allah) tidak memberinya kesucian”.

Sahabat muslim, dengan demikian jangan heran kalau ada kita dapati orang-orang yang mempunyai daya pemahaman yang biasa-biasa saja atau IQ yang pas-pasan ternyata dipilih oleh Allah ta’ala sebagai Dzat yang Maha Hikmah sebagai pengemban hidayah As Sunnah dan Allah anugerahkan keikhlashan kepada mereka dalam menghidupkan dan membela sunnah-sunnah nabiNya shalallahu ‘alaihi wasallam.

Sebaliknya, janganlah heran ketika kita dapati ada orang-orang yang cerdas, pintar, berotak encer, ber IQ tinggi tapi Allah jadikan mereka sebagai orang-orang yang menolak dakwah As Sunnah, bahkan menjadi penentang dakwah As Sunnah. Na’udzubillah.

Hidayah adalah milik Allah, dan Allah jua lah yang menentukan siapa yang pantas atau tidaknya hidayah tersebut diberikan.

Sahabat muslim, Dimanakah posisi kita?

Apakah kita masih merasa sombong untuk tunduk kepada syariat ini?

Apakah kita merasa sok ini dan sok itu untuk menerima al haq?

Apakah kita rela kelak di hari kiamat disatukan dalam barisan orang yahudi?

Tentu tidak!

Semoga bermanfaat.

Racun Hati Lebih Dahsyat Dibanding Racun Jasmani

Racun Hati Lebih Dahsyat Dibanding Racun Jasmani
(VERSI EDIT DI WHATS APP)


Sahabat muslim, Tak dipungkiri setiap manusia pasti menginginkan kesehatan pada jasmaninya.

Beragam cara akan ditempuh untuk hal ini.

Dari mulai pencegahan sampai pengobatan.

Perkara yang akan membuatlanggengnya kesehatan jasmani akan dilakoni.

Mulai dari mengkosumsi makanan bergizi, minuman sehat dan olahraga.

Bahkan sebagian rela mengeluarkan koceknya untuk membeli suplemen-suplemen yang bisa menunjang kesehatannya.

Sebaliknya, perkara apa saja yang akan mengancam keberlangsungan kesehatannya, niscaya akan dipantang.

Demikianlah, semua ini kembali dalam rangka menjaga kesehatan jasmani.

Namun dari itu semua, ternyata ada sebagian manusia -atau bahkan mungkin mayoritas- melalaikan perkara
yang lebih penting dari sekedar memperhatikan jasmaninya.

Yaitu memperhatikan kesehatan hatinya.

Mereka lupa bahwa hati juga bisa sakit.

Terkadang ini menjadi suatu ironis, di sisi lain mereka bersungguh-sungguh menjaga jasmaninya tapi di sisi lain mereka lalai dari yang lebih penting.

Menjaga hatinya.

Sahabat muslim, seperti halnya jasmani, hatipun bisa sakit.

Di sana terdapat racun yang akan mengancam kesehatan jasmani kita.

Begitu pula terdapat racun yang akan mengancam hati kita.

Perlu diketahui, racun-racun yang mengenai jasmani kita sejatinya masih lebih ringan jika dibandingkan racun-racun yang mengenai hati kita.

Lalu apakah yang dimaksud dengan racun-racun yang akan merusak hati?

Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan dalam kitabnya ad Daau wad Dawa’ bahwa racun yang akan mengancam keberlangsungan sehatnya hati kita, yaitu adalah dosa dan kemaksiatan.

Mengapa demikian?

Perhatikan pemaparan di bawah ini:

Jika jasmani kita yang terkena racun maka dampak binasanya akan mengenai diri kita di dunia saja.

Minimalnya sakit dan maksimalnya mati.

Selesai.

Tapi lain hal jika hati kita yang terkena racun dosa dan kemaksiatan.

Dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan tak hanya merugikan di dunia saja tapi juga akan merugikan di akhirat juga.

Coba perhatikan, dengan sebab apa bapak kita Nabi Adam alaihissalam dikeluarkan oleh Allah subhanahuwata’ala dari kehidupan surga yang di dalamnya penuh dengan kenikmatan kepada kehidupan yang dunia yang di dalamnya penuh dengan kesusahan dan kepayahan?

Dengan sebab apa pula Iblis yang dahulunya hidup bersama para malaikat yang mendapat Rahmat Allah kini menjadi makhluk yang terusir nan terlaknat?

Mengapa pula datangnya angin yang memporak porandakan kaum ‘Aad sehingga mereka binasa di rumah-rumah mereka layaknya batang-batang kurma kering tiada guna?

Mengapa pula ditimpakan azab yang sangat dashyat kepada kaum Nabi Luth sehingga bumi di putar balik untuk membenamkan mereka diiringi turunnya bebatuan dari langit yang menguburnya?

Mengapa pula ditimpakan azab bagi Kaum Tsamud, Kaum Syu’aib, Fir’aun, Qarun dan yang lainnya?

Perhatikanlah, tidaklah semua kebinasaan dan azab yang mereka dapatkan di dunia ini melainkan karena efek racun yang mematikan yang bernama dosa dan kemaksiatan.

Inilah efek binasa yang mereka dapatkan di dunia.

Maka bagaimana pula keadaan mereka di akhirat?

Allahul Musta’an, Allahlah satu-satunya tempat memohon pertolongan.

Sahabat muslim, jika racun yang mengancam jasmani kita mempunyai tingkatan dalam efek daya binasanya, maka racun dosa dan kemaksiatan yang mengancam hati kitapun demikian.

Semua terkait dengan kadar efek daya binasanya.

Dan yang paling membinasakannya adalah dosa kekufuran dan kemusyrikkan.

Semakin besar daya binasa suatu dosa tersebut maka semakin besar pula kebinasaan yang kita dapatkan.

Maka sudah menjadi perhatian bagi kita semua, ketika para ulama menyatakan: “Kemaksiatan-kemaksiatan adalah perantara menuju kekufuran”.

Jangan anggap remeh suatu dosa kemaksiatan, karena tidaklah api yang besar melainkan awalnya terbentuk dari kayu-kayu kecil.

Sahabat muslim, Maka hati-hatilah terhadap suatu dosa.

Tidak ada perkara yang bisa membinasakan kita di negeri akhirat yang kekal kelak kecuali karena sebab dosa dan kemaksiatan.

Sudah sepatutnya bagi kita untuk lebih memperhatikan kesehatan hati kita ketimbang kesehatan jasmani kita.

Janganlah kita bersungguh-sungguh menjaga kesehatan jasmani tapi melalaikan kesehatan hati.

Kenalilah racun-racun hati itu dengan menuntut ilmu agama Allah.

Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang telah terinfeksi racun-racun hati dalam keadaaan kita tidak menyadarinya.

Sampai akhirnya, binasa perlahan di hari tiada guna lagi harta dan tahta.

Na’udzubillahi min dzalik.

Wallahu ‘alam.


Firasat dalam Mengenal Dosa adalah Anugerah bagi Orang yang Hatinya Selamat


Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu, "Barang siapa yang selamat hatinya, maka sesungguhnya Allah menganugerahkan firasat kepadanya untuk mengenali suatu dosa.

(yaitu ketika mendapati perkara dosa) Jiwanya tidak tenang dan tidak merasa lapang pada perkara dosa tersebut.

Ini termasuk dari (bagian) nikmat Allah atas hamba-Nya."

(Fathu Dzil Jalali wal Ikram-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 249, cet. Maktabatul Islamiyah)

Sabar adalah Dikejadian Pertama

Sabar Adalah Pada Kejadian Pertama

Penting untuk kita ketahui bahwa kesabaran akan bernilai ketika ditempatkan pada awal kejadian.

Kesabaran yang hakiki bukan datang ketika selesai menumpahkan sumpah serapah dan keluh kesah dahulu.

Kesabaran teranggap ketika pas di awal kejadian pertama.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, "Sesungguhnya sabar itu (teranggap) pada awal kejadian"
(HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Anas ibn Malik radhiallahu ‘anhu).

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah, janganlah kita menjadi orang yang cengeng dengan bergampang-gampang mengeluh kepada makhluk.

Keluhkanlah segala kegundahan dan kegalauanmu kepada Allah.

Berdo’alah kepada Allah dan yakinlah bahwa Allah adalah sebaik-baik tempat mengadu.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, ia berkata, " (artinya: Cukuplah Allah bagiku sebagai sebaik-baik pelindung), adalah kalimat yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika beliau dilemparkan ke dalam api.

Dan juga dikatakan oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam ketika orang-orang kafir mengatakan: Sesungguhnya manusia (kaum musyrikin Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang engkau, karena itu takutlah kau kepada mereka.(maka Ibnu Abbas membaca ayat Ali Imran: 173 yang artinya) “Maka perkataan itu menambah keimanan orang-orang beriman dan mereka menjawab: Cukuplah Allah bagiku sebaik-baik pelindung” (HR. Bukhari)".

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua kepada jalan yang diridhai-Nya.
Amin.

Minggu, 29 November 2015

Mengenal Kalimat Tauhid adalah Keutamaan

Bisa Mengenal Makna dan Kandungan Laailahaillallah adalah Kenikmatan yang Besar

Sufyan ibn Uyainah rahimahullah berkata, "Tidaklah Allah memberikan kenikmatan atas hamba-Nya suatu nikmat yang lebih afdhal, dari seorang yang mereka mengenal laa ilaha illallah.

Sesungguhnya laa ilaha illallah bagi mereka adalah laksana air di dunia."

(Mausuah Ibni Abid Dunya 1/494. Di nukil dari Hayatus Salaf, hal. 23, cet. Dar Ibnil Jauzi 2012).

Doanya Sang Anak

Kedudukan Mulia Doanya Seorang Anak kepada Kedua Orang Tuanya

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits riwayat Muslim yang dibawakan oleh shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu menyatakan bahwa jika anak adam meninggal maka terputuslah amalannya kecuali tiga amalan.

Di antaranya adalah seorang anak shalih yang mendoakan orang tuanya.

Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan terkait hadits ini, "Ini dalil bahwa doanya seorang anak yang shalih kepada ayahnya atau ibunya itu lebih afdhal dibandingkan anak tersebut bersedekah, shalat, puasa untuk mereka, atau amalan yang semisal itu."

(Lihat Syarah Muqaddimatil Majmu-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 49, cet. Dar Ibnil Jauzi 2004).

Yang Afdhal adalah yang Memulai Salam

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika bertemu dengannya (seorang muslim) maka berikan salam kepadanya." (HR. Muslim)

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu, "... Yang nampak dari hadits ini, hendaknya seseorang untuk memulai salam.

Baik yang ditemui tersebut adalah orang yang lebih besar darimu atau orang yang lebih kecil darimu.

Baik juga yang lebih banyak orangnya atau yang lebih sedikit.

Inilah yang semestinya!

Bahwa yang AFDHAL adalah orang yang MEMULAI salam.

Walaupun yang disalami tersebut adalah orang yang di bawahmu.

Karena jika orang yang di bawahmu tersebut menelantarkan apa yang menjadi hak-mu (tidak mau salam duluan), maka engkau janganlah menjadi orang yang menelantarkan sunnah seluruhnya (maka salamlah)."

(Disadur dari Fathu Dzil Jalali wal Ikram-Syaikh Ibnu Utsaimin, jilid 6, hal. 240, cet. Maktabah Islamiyyah).

Ketika Ali ibn Hasan Dighibahi

Bagaimana rasanya jika ada orang lain yang bicara negatif tentang diri kita?

Mungkin batin akan berkata: Dasar, beraninya di belakang. Pengecut!

Lisan pun kadang tak kuasa meluapkan kejengkelan.

Ghibah pun di balas ghibah.

Pembaca yang budiman, apakah harus seperti itu?

Mari kita tengok contohan teladan salafush shalih dalam hal ini.

Adalah Ali, putra dari Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

Di dalam kitab Shifatush Shafwah karya Ibnul Jauzi, beliau menuturkan:

Sufyan berkata, "Suatu ketika datang seorang lelaki kepada Ali bin Hasan.

Dia mengadukan seseorang kepadanya: "Sesungguhnya si Fulan telah membicarakan dan mencelamu."

Maka Ali ibn Hasan pergi menemui orang tersebut bersama kami.

Kami menyangka beliau akan membela diri.

Ketika Ali ibn Hasan bertemu dengan orang yang mencelanya, dia berkata, "Wahai Fulan jika apa yang kau katakan tentang diriku itu benar, maka semoga Allah mengampuniku.

Tapi jika apa yang kau katakan tentang diriku itu tidak benar, maka semoga Allah mengampunimu."
-selesai-

Pembaca yang dirahmati Allah, apakah kita mampu untuk berbuat demikian?

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita agar mampu mengamalkannya.
Amin.

(Kisah Ali ibn Hasan dinukil dari Shifatush Shafwah-Ibnul Jauzi, jilid 1, hal. 354, cet. Darul Hadits 2000.)

Jangan Terburu-buru dalam Menyebarkan Berita

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata, "Jika ada berita yang sampai kepadamu tentang seseorang bahwasanya dia telah melakukan kesalahan atau telah melakukan amalan yang keliru, maka janganlah terburu-buru (menyebarkannya).

Kadang bisa jadi berita yang sampai kepadamu itu adalah tidak benar.

Jika engkau langsung menyebarkan berita yang tidak benar tersebut, maka engkau telah menyebarkan kedustaan.

Oleh karenanya ada hadits yang berbunyi: Cukuplah seseorang itu dikatakan berdusta ketika dia sampaikan semua yang dia dengar. (HR. Muslim)."

(Syarhul Kabair-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 88, cet. Ar Risalatul Alamiyah 2012).

Rahib Yahudi Dahulu

Rahib Yahudi Dahulu pun Menyuruh Orang Untuk Mengikuti Rasulullah

Syaikh Al Albani rahimahullah berkata, "Abu Nuaim dan Muhammad ibn Hayyan meriwayatkan dari Usamah ibn Zaid, beliau berkata, Zaid ibn Amr ibn Nufail bercerita:

Seorang rahib dari rahib-rahib Yahudi di negeri Syam memberi informasi kepadaku, dia berkata:

Sungguh, telah keluar di negerimu seorang nabi atau dia telah ada, karena telah nampak bintangnya.

Kembalilah dan benarkanlah dia kemudian ikutilah dia."

(Sanadnya hasan. Lihat Shahih Sirah Nabawiyah-Syaikh Al Albani, hal. 14, cet. Maktabatul Ma'arif 2007).

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, orang-orang Yahudi tahu jalan kebenaran tapi mereka tidak mau ikut jalan tersebut.

Maka jika kita dimudahkan Allah dalam mengenal jalan kebenaran, apakah kita ingin meniru orang-orang Yahudi?

Tentunya amalan Anda sendirilah yang menentukan jawabnya.

Taubat Ada Dua Tahapan

Semoga Taubat Kita Diterima Allah

Berkata Syaikh as Sa'dy rahimahullahu, "Taubatnya seorang hamba itu ada dua:

Pertama adalah diberikannya taufik oleh Allah untuk bertaubat,

Kedua adalah taubatnya diterima setelah mereka bertaubat."

(Taisir Karimir Rahman-Syaikh as Sa'dy, jil. 1, hal. 497, cet. Darul Aqidah 2009).

Yang Fakir Hendaknya Bisa Bersyukur Juga

Berkata Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu, "Seorang yang fakir hendaknya melihat kepada yang lebih fakir dari dirinya.

Jangan melihat kepada orang yang kaya.

Jika saja Allah menghendaki, niscaya Allah akan menjadikan tingkat kefakiranmu pada tingkat kefakiran yang tidak punya apa-apa sama sekali.

Akan tetapi Allah menjadikan tingkat kefakiranmu pada tingkat kefakiran yang masih punya stok makanan untuk santapan hari ini.

Sedangkan di sana ada orang lain yang tingkat kefakirannya sampai pada tingkat tidak punya makanan sama sekali untuk disantap hari ini.

Maka engkau sebenarnya masih lebih baik keadaannya jika dibandingkan dengan dia.

Syukurilah apa yang ada!

Jangan melihat kepada orang yang kaya, karena hal itu akan menghantarkan dirimu kepada rasa jengkel kepada Allah dan membawa kepada sikap tidak ridha terhadap takdir Allah.

Engkau pun akan berkata:
"Kenapa aku tidak seperti si Fulan?"
"Kenapa aku tidak seperti orang berada layaknya fulan?"

Seorang yang berkata seperti ini berarti dia telah menyia-nyiakan kenikmatan yang ada."

(Lihat Tash-hilul Ilmam-Syaikh Fauzan, jil. 6, hal. 158).

Kisah Ibnu Abi Hatim di Mesir


Dalam kitab Siyar Alamun Nubala karya Imam Adz Dzahabi dan juga di kitab Tadzkiratul Huffazh karya Imam Khatib al Baghdadi, dikisahkan bahwa seorang ulama besar yang bernama Abdurrahman bin Abi Hatim pernah menuturkan sebuah kisah perjalanan dalam belajarnya menimba ilmu agama.

Ini kisahnya...

Kami pernah berada di negeri Mesir selama 7 bulan.

Selama itu tidak pernah kami makan maraqah (sejenis kuah daging).

Sepanjang siang kami membagi waktu hanya untuk belajar bersama para syaikh (guru besar).

Sementara di malam hari kegiatan kami adalah menulis, menyalin dan saling memperbaiki catatan.

Pada suatu hari seperti biasanya kami beserta sahabat yang lain berangkat mendatangi syaikh untuk belajar.

Murid-murid yang lain berkata kepada kami bahwa syaikh sedang sakit.

Maka kami pun pulang.

Di tengah perjalanan, kami melihat ikan segar yang begitu menggoda.

Maka kami pun membelinya.

Tatkala kami pulang ke rumah, tak sadar, ternyata waktu belajar telah tiba.

Tidak mungkin bagi kami untuk memasak ikan tersebut.

Akhirnya kami pun memutuskan berangkat untuk mengikuti pelajaran.

Kami tinggalkan ikan itu.

Demikan secara tak sadar, hal ini berlangsung selama 3 hari.

Kami pun teringat akan ikan tersebut.

Ketika dicek, ternyata keadaannya sudah berubah.

Tidak segar lagi.

Namun akhirnya kami tetap memakannya walau keadaan yang demikian.

Kami santap ikan itu mentah-mentah karena memang sudah tidak ada waktu lagi bagi kami untuk mengolahnya.

Memanglah, Ilmu itu tidak akan didapat dengan badan yang santai.
-selesai-

Pembaca yang dirahmati Allah...
Yang hebat di sini bukanlah sisi makan ikan setengah basinya.

Akan tetapi yang hebat dari kisah ini adalah sisi bagaimana para ulama ketika belajarnya lebih mengutamakan waktu mereka untuk menimba ilmu ketimbang yang lainnya.

Mereka tidak rela waktu belajarnya ditukar dengan apapun.

Wajar, jika agama ini senantiasa terjaga.

Karena dijaga oleh 'orang-orang besar'.

Bagaimana dengan kita?

Allahul musta'an (Allah lah tempat meminta pertolongan).

Jumat, 20 November 2015

Sungguh Luas Ampunan-Mu Yaa Rabb

Yaa Allah Ampuni Kami yang Penuh Dosa Ini

إن الله غفور رحيم
"Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"

Berkata Syaikh as Sa'dy rahimahullahu, "Sifat Allah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang adalah dua sifat yang tidak akan luput pada makhluk-makhluk-Nya.

Akan selalu ada kedua sifat itu pada seluruh alam, di atas atau di bawah.

Kalau saja Allah menyiksa manusia karena semata-mata sebab dari kezhalimannya, niscaya Allah tidak akan menyisakan seekor binatang pun di alam ini."

(Taisir Karimir Rahman-Syaikh as Sa'dy, jil. 1, hal. 497, cet. Darul Aqidah

Sabtu, 14 November 2015

Yahudi pun Tahu Malam itu Rasul Lahir

Orang Yahudi pun Tahu Malam Rasulullah Lahir

Syaikh Al Albani rahimahullah berkata, "Muhammad ibn Ishaq meriwayatkan dari Hassan ibn Tsabit radhiallahu anhu, beliau berkata:

Demi Allah, sesungguhnya dahulu aku adalah seorang anak yang sudah besar tapi belum baligh, berumur 7 atau 8 tahun. Ketika itu aku sudah bisa memahami apa yang aku dengar.

Pada suatu hari tiba-tiba aku mendengar seorang Yahudi berteriak di atas benteng kota Yatsrib, "Wahai sekalian orang-orang Yahudi.."

Hingga berkumpullah orang-orang di sekitarnya.

Orang-orang Yahudi yang berkumpul berkata kepada orang itu, "Celaka engkau, ada apa dengan dirimu?"

Orang yang berteriak itu menjawab, "Telah tampak di malam hari bintang Ahmad yang menandakan telah lahirnya dia."

(Sanadnya hasan. Lihat Shahih Sirah Nabawiyah-Syaikh Al Albani, hal. 14, cet. Maktabatul Ma'arif 2007).

Adakah yang Paling Agung Dibanding Kenikmatan Surga?

Berkata Syaikh as Sa'dy rahimahullahu, "Keridhaan Allah ta'ala itu lebih agung dibanding kenikmatan-kenikmatan surga."

(Taisir Karimir Rahman-Syaikh as Sa'dy, jil. 1, hal. 496, cet. Darul Aqidah 2009).


Ikhwatii fillah, mari kita semangat untuk mengamalkan amalan-amalan yang bisa mendatangkan keridhaan Allah.

Sabar dan Istighfar

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "... Sabar dan istighfar adalah dua perkara yang dituntut ketika terkena musibah.

Sabar terhadap musibah.

Dan istighfar dari dosa. Karena sebah dosa-lah datang suatu musibah."

(Dinukil dari Al Istighfar Ahammiyatuhu wa Hajatul Abdi ilaihi-Ibnu Taimiyyah, hal 33, cet. Darul Imam Ahmad 2006).

Khusyu ketika Shalat

Petikan Nasehat Syaikh Ibn Baz Agar Khusyu dalam Shalat

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata, "Wajib atas kalian wahai muslimin untuk bertakwa kepada Allah di setiap urusan kalian pada umumnya dan di shalat kalian pada khususnya.

Hendaknya kalian menegakkan shalat dan menjaganya.

Menjaganya dari segala yang membatalkannya atau segala yang mengurangi kesempurnaannya.

Seperti misalnya: Mengakhir-akhirkan shalat dari waktu yang utama tanpa ada udzur syar'i.

Atau merasa berat untuk menunaikannya bersama jama'ah di masjid.

Atau mengerjakan shalat tanpa khusyu.

Atau lalai untuk menghadirkan hati terhadap keagungan Dzat yang dirinya ada di Kedua Tangan-Nya.

Juga hatinya lalai dari mentadabburi kalam-Nya.

Dan lalai ketika bermunajat kepada-Nya, seperti sibuk dengan perkara-perkara di luar gerakan shalat.

Atau melakukan gerakan-gerakan yang tidak syar'i di dalam shalat, seperti berbuat sebagian perbuatan yang sia-sia misalnya banyak memperbaiki pakaiannya baik mengangkat dan menggulung.

Memandang-mandang kepada jam tangan.

Atau mengusap-usap jenggotnya.

Dan yang semisal itu setelah perkara yang tidak boleh untuk dilakukan.

Semuanya ini bisa melenyapkan kekhusyuan.

Khusyu adalah inti dari shalat dan ruhnya shalat.

Pengaruh khusyu juga merupakan sebab diterimanya shalat, kurangnya dan lemahnya kualitas shalat."

(Silahkan lihat Rasail fi Shalat-Syaikh Ibn Baz, hal 20, cet. Darul Istiqamah 2012).

Ilmu yang Bermanfaat adalah...

Berkata Syaikh as Sa'dy rahimahullahu, "Sesungguhnya ilmu yang paling bermanfaat di antara ilmu-ilmu yang bermanfaat adalah:

Mengenal batasan-batasan (syariat) yang telah diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya.

Yakni berupa pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya.

Seperti mengenal batasan-batasan iman, islam, ihsan, ketakwaan, kesuksesan, ketaatan, kebaikan, hubungan kekerabatan, kekufuran, kenifakan, kefasikan, kemaksiatan, perzinaan, khamr, riba dan semisalnya.

Karena dengan mengetahuinya, niscaya akan menghendaki untuk ditunaikan.

Jika itu berupa perintah maka dilaksanakan, jika berupa larangan maka ditinggalkan."

(Taisir Karimir Rahman-Syaikh as Sa'dy, jil. 1, hal. 496, cet. Darul Aqidah 2009).

Dahulukan Mana yang Lebih Penting


Ibnul Jauzi rahimahullah dalam Shayyidul Khatir 130 berkata, "... Adapun ilmu, aku tidak mengatakan: Kenyangkanlah dengan ilmu dan jangan merasa cukup dengan sebagiannya.

Akan tetapi aku katakan: Dahulukanlah mana yang lebih penting.

Karena ilmu itu (terus ada) sepanjang umur dan amalnya terus menuntutnya..."


Beliau melanjutkan, "Jika seorang yang berakal mengetahui bahwa umur itu pendek sedangkan ilmu itu banyak, niscaya dia akan cela orang yang sibuk menuntut ilmu dengan perkara yang kurang penting.

Seperti misalnya orang yang mencari hadits dengan mengumpulkan nukhshah (teks-teks) yang ada, dengan tujuan agar mendapatkan semua teks hadits, jalan periwayatan dan semua gharibnya.

Ini tidak akan cukup jika dilakukan kalau hanya mengandalkan kesempatan yang ada dalam mencapai tujuan yang dimaukan, walaupun selama lima belas tahun.

Terkhusus, peringatan ini diperuntukkan bagi orang yang sibuk bergelut dengan nukhshah (teks hadits) tapi tidak menghafal Al-Qur'an.

Atau sibuk dengan ilmu-ilmu mendetail seputar Al Qur'an tapi tidak mengenal hadits.

Atau sibuk dengan khilaf (perbedaan-perbedaan) di dalam ilmu fikih tapi tidak mengenal sumbernya yang menjadi inti permasalahan."

(Diterjemah bebas dengan penambahan. Dinukil dari An Nubadz fi Adabi Thalibil Ilmi-Syaikh Hamd Ibrahim al Utsman, hal. 76, cet. Maktabah Ibnul Qayyim 2002).

Mementingkan Sunnah Nabi

Syaikh Abdussalam ibn Barjas rahimahullah berkata, "Sesungguhnya mementingkan sunnah baik secara global atau rinci harus sudah menjadi suatu kebiasaan seorang muslim.

Hal itu (kedudukannya) lebih tinggi ketimbang sekedar berangan-angan untuk menegakkannya saja.

Yang lebih tinggi lagi dari semua itu adalah berlomba-lombanya seorang muslim untuk saling mengamalkan sunnah.

Karena seorang yang masuk ke dalam ranah sunnah Rasulullah secara menyeluruh adalah bukti atas pengagungannya terhadap pribadi Rasulullah.

Mengagungkan Rasulullah dan mencintainya merupakan perkara yang pasti atas setiap mukmin dan mukminat.

Bahkan seseorang tidaklah teranggap masuk ke dalam lingkup Islam jika tidak ada penghormatan kepada Nabi dan tidak mau menegakkan (agamanya) dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam."

(As Sunnatu wal Bid'atu wa Atsaruhuma fil Ummah-Syaikh Abdussalam Barjas, hal. 25, cet. Darul Minhaj 2012).

Jangan Remehkan Kewajiban-Kewajibamw Syariat


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Sesungguhnya meninggalkan kewajiban itu lebih besar (urusannya) dibandingkan melakukan keharaman.

Ketika orang sudah meninggalkan kewajiban maka nantinya akan masuk kepada meninggalkan iman dan tauhid.

Barang siapa yang masih ada keimanan dan tauhid maka tidak akan kekal di neraka walaupun dia mengamalkan amalan apapun.

Barang siapa yang tidak mempunyai keimanan dan tauhid maka dia akan kekal di neraka walaupun dosanya sedikit jika dibandingkan dengan amalannya, seperti halnya orang-orang zuhud dan para ahli ibadah dari kalangan musyrikin ahlul kitab..."

(Dinukil dari Al Istighfar Ahammiyatuhu wa Hajatul Abdi ilaihi-Ibnu Taimiyyah, hal 7, cet. Darul Imam Ahmad )

Rabu, 04 November 2015

I'll be Watching You..

Untuk Abi dan Umi yang Ingin aku Menjadi Anak Shalih

Jika aku ditanya oleh seseorang, "Wahai Nak, apa cita-citamu?"

Niscaya akan aku jawab, "Menjadi anak shalih."

Ya. Menjadi anak shalih.

Itulah yang abi dan umi pesankan kepadaku.

Aku harus menjadi anak yang shalih.

Abi dan umi selalu saja berpesan, "Nak, rajin-rajinlah engkau tuk menghafal Al Qur'an dan janganlah malas belajar agar engkau nanti menjadi anak yang shalih!"

Wahai abi dan umi, dengarlah..

Ketika engkau menginginkan aku tuk menjadi anak shalih, maka bantulah aku.

Bantulah aku..!

Dari semua yang diharapkan padaku, aku ingin engkau menjadi tauladan yang baik untukku.

Jadilah engkau orang yang aku banggakan.

Janganlah engkau harapkan aku tuk menjadi anak yang shalih, tapi engkau jauh dari gambaran orang shalih di hadapanku.

Janganlah engkau mengharapkan aku tuk menjadi anak yang rajin menghafal Al Qur'an, padahal engkau jarang terlihat di hadapanku melantunkan Al Qur'an.

Janganlah engkau mengharapkan aku tuk menjadi anak yang rajin belajar, di sisiku engkau terlihat sebagai orang yang malas hadir di majelis ilmu.

Tidakkah engkau tahu wahai abi dan umi..

Aku selalu melihatmu..

Aku selalu memperhatikanmu..

Aku selalu mengikutimu..

Betapa bahagianya diriku ketika aku melihat abi dan umi adalah orang yang selalu menghiasi diri dengan nilai keshalihan.

Betapa bangganya diriku ketika mempunyai figur seorang abi dan umi yang rajin menghadiri majelis-majelis ilmu.

Wahai abi dan umi..

Jadikanlah engkau sebagai tauladan yang baik bagiku dan janganlah engkau menjadi seorang yang mengecewakan.

Ketakwaan dan Kemaksiatan Kembali Kepada Pelakunya

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata, "... Allah tidaklah terkena mudharat oleh kemaksiatan orang yang berbuat maksiat.

Allah juga tidak mendapatkan manfaat dari ketaatan orang yang melaksanakan ketaatan.

Amal ketaatan hanya bermanfaat bagi pelakunya saja.

Dan kemaksiatan akan mudharatkan kepada pelakunya saja..."

(Lihat Ianatul Mustafid-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 27, cet. Muassasah ar Risalah Nasyirun 2013)

Mojok Berduaan atau Telpon-telponan, Sama Saja!

Khalwat (Lelaki dan Wanita Berdua-duaan Tanpa Ada Mahramnya)

Apakah khalwat itu hanya sebatas seorang lelaki dengan seorang wanita berdua-duaan menyepi di rumah tanpa ada orang yang melihat saja..?

Atau apakah termasuk dikatakan khalwat juga jika ada seorang lelaki dan wanita berduaan di tempat ramai?

Jawab
Bukan maksudnya khalwat yang haram itu dipahami sebatas menyendirinya seorang lelaki dengan seorang wanita di suatu rumah yang jauh dari pandangan manusia saja.

Akan tetapi dikatakan khalwat mencangkup juga seorang lelaki dan wanita yang masing-masing berada di tempat yang berjauhan, tetapi keduanya saling berbincang.

Walaupun itu terjadinya di hadapan keramaian, akan tetapi tidak ada seorang pun yang bisa mendengar percakapan mereka.

Sama saja walaupun di pesawat, di kendaraan, di pelataran rumah atau yang selainnya.

Khalwat tidak boleh dilakukan karena menghantarkan kepada perkara zina dan bisa mengakibatkan perzinaan..

(Fatawa Lajnah Daimah 17/57. Dinukil dan diterjemah bebas dari Fatawal Adab wal Bir wash Shilah-Lajnah Daimah, hal. 8, cet. Darul Muhsin 2008

Sabtu, 31 Oktober 2015

Penasmi Al Qur'an

Sungguh, apa yang kau amalkan saat ini sangat berarti.

Tidak semua orang mampu menjalaninya.

Amalan ini membutuhkan kesungguhan, kesabaran dan penuh pengorbanan.

Tidak mampu menjalaninya kecuali orang-orang yang tangguh.

Siapakah mereka?

Mereka adalah para penasmi Al Qur'an di ma'had-mah'ad ahlussunnah.

Ya. Mereka adalah orang-orang yang bersungguh-sunguh untuk mempersiapkan generasi rabbani yang kuat dalam berhujjah kelak.

Mereka juga adalah orang-orang yang penuh kesabaran dalam menjaga dan mengoreksi hafalan Al Qur'an di dada-dada manusia.

Wahai para penasmi Al Qur'an, engkau mau korbankan waktu dan tenagamu di saat orang-orang merasa sibuk dan lelah.

Wahai para penasmi, sungguh engkau telah mengisi salah satu central lini dakwah ini.

Menjaga kalamullah di dada-dada generasi dakwah.

Semoga Allah membalas engkau dengan kebaikan yang banyak.

Semoga Allah memperbanyak orang-orang sepertimu dan terus mengistiqamahkan amalanmu.

Amin.

Bencong Ooh Bencong

Sosok makhluk aneh ini kian hari kian tampak.

Semerbak harum menyengat seakan memaksa mata tuk menatap.

Kodrat kejantanan hilang terbalut gerak gemulai mengundang laknat.

Inilah bencong, sosok makhluk halus nan gagah berpostur tegap.


Ikhwati fillah rahimakumullah..
Fenomena bencong akhir-akhir ini cukup membuat resah.

Hampir di sudut-sudut keramaian, sosok bencong telah merambah.

Pro dan kontra akan keberadaannya menjadi bukti akan minimnya masyarakat akan ilmu syariah.

Sebagian orang menilai keberadaan bencong adalah suatu perkara yang lumrah.

Parahnya lagi, bagi sebagian yang mengaku sebagai pemerhati sosial, menganggap keberadaan bencong adalah suatu bentuk hak asasi yang mesti dilindungi.

Allahu musta’an.

Ikhwati fillah rahimakumullah..
Jika kita mau menengok aktifitas dunia intertaiment, akan terlihat bahwa keberadaan bencong seakan telah menjadi peran yang signifikan.

Di dunia hiburan misalnya, eksistensi bencong akan menjadi superstar ketika berlaga di panggung hiburan.

Bencong seakan menjadi peran penting dalam meramaikan suasana.

Seakan tidak ramai jika ada acara tanpa lawakan bencong.

Aksi iklan pun tak ketinggalan, sebagian promotor produk telah menganggap sosok bencong adalah lahan basah untuk digarap.

Ikhwati fillah rahimakumullah..
Bencong dengan berbagai jenis dan kelasnya telah menembus setiap lini aktifitas.

Disamping eksistansinya di dunia kaca, aksi-aksi bencong-bencong kelas akar rumput tidak kalah parahnya.

Mereka sejatinya adalah orang-orang yang tidak beradab.

Ya. Sangat tidak beradab.

Lihatlah aksi pengamen bencong kelas rendahan!

Mereka kerap memamerkan pakaian seronok, tanpa malu-malu menebar show erotis nan menjijikan di depan publik.

Di depan umum mereka bebas mempertontonkan aksi-aksi menjijikkan.

Tak jarang, anak-anak pun mendapat sajian asusila, live on the street!

Berekspresi liar.

Berlindung di bawah naungan HAM dan balutan seni.

Belum lagi jika kita amati ke sisi dalam kehidupan underground mereka.

Aksi bencong lacur yang bertebar menjajakan tubuhnya kepada sesama jenis.

Perilaku homoseks yang dianut para sebagian bencong,kini ramai dikampanyekan oleh klub-klub gay.

“I am a gay”

Telah menjadi slogan 'keberanian' bagi bencong sejati.

Pemilihan “Miss Bencong” pun tak ketinggalan, tanpa segan dan malu mereka gelar.

Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Mereka berani tentu karena tahu bahwa di luar komunitasnya, telah ada para pembela yang mendukung gaya perbencongan nusantara.

Duhai betapa mirisnya kenyataan ini.

Lalu bagaimana Islam memandang hal ini?

Berkata Shahabat yang mulia Abdullah ibnu Abbas radhiallahu ’anhuma yang artinya:"Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki." (HR. Al-Bukhari no. 5885)

Pehatikan pula kalam dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda (yang artinya): "Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth (homo), Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth".

(HR Ahmad dan selainnya dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma, lihat As-Shahihah No. 3462).

Dengan kenyataan yang demikian, sungguh mengherankan jika ada seorang muslim yang menyatakan:

“Biarkan saja, mereka kan juga cari uang, anggap saja itu hiburan!”.

“Bencong juga manusia, kenapa sih diusik-usik?”

“Jangan sok suci, siapa tahu bencong lebih baik daripada dirimu..”

“Emang ada apa dengan bencong? Menurutku no problem”

Allahu akbar !

Betapa jauhnya pernyataan di atas dengan perlakuan Rasulullah terhadap seorang bencong!

Pernah didatangkan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam" Al-Mukhannats" (waria) yang telah mewarnai tangan dan kakinya dengan hina’ (pewarna alami untuk kuku,rambut atau kulit. Pent).

Maka Rasulullah "shalallahu ‘alaihi wasallam "berkata ; “Ada apa dengan orang ini ??”

Maka dikatakan pada beliau, "Wahai Rasulullah dia menyerupai wanita"

Maka beliau memerintahkan suatu hukuman agar orang tersebut diasingkan ke daerah "AnNaqie’ "(tempat sejauh perjalanan dua malam dari Kota Madinah).

Maka para shahabat berkata : ” Wahai Rasulullah , Apakah tidak kita bunuh saja?

Beliau menjawab, ”Sesungguhnya aku dilarang untuk membunuh orang-orang yang shalat"

(HR. Abu Dawud No. 4928 Dishahihkan oleh Al-Albani Rahimahullah)

Lihatlah, bagaimana Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam memperlakukan seorang yang mewarnai tangan dan kakinya dengan pewarna.

Tentunya ini hal yang tidak lazim bagi lelaki.

Rasulullah akhirnya memerintahkan agar orang tersebut diusir agar jauh dari komunitas muslimin.

Ikhwati fillah,
Lalu bagaimana jika keadaannya di zaman sekarang?

Ketika aksi-aksi nista dipertontonkan dan pamer aurat pun di obral tanpa segan.

Apakah kita diam saja?

Tidak!

Ikhwati fillah,
Mari kita lihat, bagaimana Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha Perkasa telah mengazab pelaku homoseks.

Dalam Firman-Nya (yang artinya): “Kami jadikan kaum Luth itu yang berada di atas menjadi di bawah (dibalikkan) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar secara bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Rabbmu. Dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zhalim” (Al-Hud: 82-83)

Allahu akbar!

Duhai betapa hajatnya kita kepada pertolongan Allah.

Ikhwati fillah rahimakumullah..
Jangan berpangku tangan.

Sayangi kaum muslimin.

Mari kita tebarkan kepada kaum muslimin ilmu, amal dan dakwah yang benar.

Kita berikan pencerahan kepada muslimin dengan menebar pemahaman bagaimana bersikap yang benar terhadap bencong.

Tentu yang selaras dengan Al Qur'an dan As Sunnah dengan pemahaman salafush shalih.

Dan tentunya juga butuh kesabaran dalam menjalaninya.

Wallahu alam.


* Disempurnakan dari artikel "Jangan Mau Jadi Penolong Bencong" di catatankajianku.blogspot.com.

Selasa, 27 Oktober 2015

Islam Banyak Alirannya. Yang Benar yang mana?

Bingung dengan perpecahan yang terjadi di umat Islam?

Tidak usah bingung.

Abul Aliyah rahimahullahu seorang murid shahabat nabi berkata, "Kalian wajib berpegang dengan perkara yang dijalani oleh orang-orang terdahulu sebelum mereka berpecah. (yaitu para shahabat nabi, pent)."

Berpegang dengan amalan para shahabat nabi?

Teorinya gampang, akan tetapi susah dalam prakteknya.

Selalu saja 'ide-ide liar' (bid'ah) dalam beragama kian bermunculan.

Makanya, butuh kesabaran.

Imam al Auza'i rahimahullah berkata, "Sabarlah dirimu di atas sunnah. Berhentilah di mana berhentinya kaum tersebut (yaitu para shahabat nabi, pent). Bicaralah dengan apa yang mereka bicara, berhentilah dengan apa yang mereka berhenti. Tempuhlah jalan pendahulumu yang shalih, karena yang demikian itu mencukupimu sebagaimana mereka telah cukup."

Oleh karenanya yang penting adalah sesuai sunnah atau tidak.

Sufyan ats Tsauri rahimahullah berkata, "Janganlah engkau menetapi ucapan dan amalan kecuali dengan yang mencocoki sunnah."

Intinya beragama itu mudah dan tidak perlu dibuat susah.

Sederhana saja.

Abdullah ibnu Mas'ud radhiallahu'anhu katakan, "Sederhana di dalam sunnah itu lebih baik daripada sungguh-sungguh di dalam bid'ah."

Wallahu alam.

(Atsar-atsar di atas diambil dari kitab Al Amru bil Ittiba' wan Nahyu 'anil Ibtida'-Imam as Suyuthi, hal. 9-10, cet. Darul Istiqamah 2013).

Minggu, 25 Oktober 2015

Belajar atau Ngajar Sama Saja

Tahukan Anda, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah seorang pengajar Al Qur'an bagi anak-anak.

Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma menuturkan, "Dahulu Rasulullah mengajari kami bacaan tasyahud sebagaimana beliau mengajari kami sebuah surat dalam Al Qur'an." (HR. Muslim).

Apakah Anda juga seorang pengajar Al Qur'an?

Jika ya, maka berbahagialah karena Anda telah menapaki amalan Rasulullah.

Dan memang itulah yang semestinya dilakoni oleh seorang Ahlussunnah. Menjadi seorang pengajar Al Qur'an.

Terdepan dalam mengajari anak-anak kaum muslimin untuk bisa mengenalkan huruf-huruf Al Qur'an dan ilmu-ilmu yang berkaitan tentang Al Qur'an baik tajwid atau makhrajnya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari).

Kalau Anda tidak mampu mengajari Al Qur'an, Anda masih bisa mendapat predikat sebaik-baik manusia.

Yaitu menjadi seorang yang belajar Al Qur'an.

Ikhwatii fillah rahimakumullah, mari kita semangat untuk menjadi seorang pengajar Al Qur'an atau seorang yang belajar Al Qur'an.

Wahai Anak-anakku, Dengarlah Ayah

Wahai Anak-Anakku, Dengarlah Ayah Kalian ini

Wahai anak-anakku, kuberitahukan kepada kalian bahwa ayah kalian ini tidak bangga dengan tingginya pangkat dan jabatan kalian, yang ayah maukan adalah tingginya ilmu agama kalian.

Ayah kalian ini tidak berharap kalian kelak menjadi orang-orang yang berharta banyak, tapi yang bapak harap adalah banyaknya bekal amal shalih kalian di akhirat.

Bukan pula ayah kalian ini bahagia ketika melihat rumah-rumah kalian lapang dan luas, akan tetapi kebahagian ayah adalah ketika melihat kelapangan diri-diri kalian ketika ayah nanti sudah tua dan lemah.

Kalian hendaklah bersabar dengan keadaan ayah.

Sabar melayani dan mengurusi ayah.

Ketika ayah kalian ini sakit, sudi kiranya kalian mau menemani ayah di pembaringan.

Menunggu ayah, membantu ayah untuk bersuci dan berwudhu kemudian mengingatkan kapan masuknya waktu shalat.

Terus bersabar sampai...

Di saat detik-detik di sisa kehidupan ayah, kalian tidak lupa untuk menuntunkan kepada ayah...

"Laa ilaha illallah.."

Semoga kalimat terakhir ayah kalian ini adalah kalimat tauhid yang bisa dijadikan harapan untuk ayah masuk surga Allah ta'ala.

Wahai anak-anakku...
Inilah yang ayah harapkan dari kalian.

Ayah ajari dan didik kalian dengan ilmu agama, tidak lain dan tidak bukan karena ayah ingin kalian menjadi anak-anak yang shalih.

Yang bisa mendoakan dan bisa memohonkan ampun atas dosa-dosa ayah kalian kepada Allah.

Yaa Allah, jadikanlah anak-anak kami menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah dan anak-anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya.

Aamiin.

Selasa, 20 Oktober 2015

Ahlul Bid'ahnya Pintar dan Cerdas!

Jangan Tertipu dengan Kebaikan dan Kecerdasan Mereka

Syaikh Rabi ibn Hadi berkata, "Kebanyakan manusia tertipu dengan kebaikan yang ada pada ahlul ahwa.

Juga tertipu dengan kecerdasan yang ada pada ahlul ahwa.

Maka dengan sebab itu, mereka pun menjalin hubungan dan berinteraksi dengan ahlul ahwa.

Allah pun membiarkan mereka (pada kesesatannya) dan akhirnya mereka pun terjatuh pada kesesatan.

Ini suatu yang nyata!

Hal ini sudah diisyaratkan oleh Imam Ibnu Bathah rahimahullah, beliau berkata, "Kami telah mengetahui adanya orang yang dahulunya mereka mencela dan mencerca ahlul bid'ah, tapi ketika orang tersebut duduk-duduk dan bergaul dengan mereka, maka orang itu pun akhirnya bersahabat dengan mereka."

Ini nyata terjadi di setiap zaman dan tempat..!"

(Syarhu Ushulis Sunnah-Syaikh Rabi ibn Hadi, hal. 10, cet. Maktabatu Hadyil Muhammadi 2008).

Kunci Surga Mesti Bergerigi

Kunci Surga Mesti Bergerigi

Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata, "Kunci surga adalah 'Laa ilaha illallah'.

Akan tetapi bukan maksudnya adalah lafazhnya saja.

Yang dimaksud adalah lafazhnya, maknanya dan juga amal dari konsekuensi kalimat tersebut.

Oleh karenanya Wahb ibn Munabih pernah ditanya, "Bukankah Laa ilaha illallah adalah kunci surga?"

Wahb menjawab, "Ya benar, akan tetapi tidaklah kunci itu kecuali ada geriginya. Jika engkau memiliki kunci yang terdapat geriginya maka engkau akan dibukakan pintu surga, tapi jika tidak bergerigi maka pintu surga tidak akan bisa dibukakan untukmu"

Gerigi dari kunci surga ini diantaranya adalah amalan-amalan seperti shalat, zakat, puasa dan haji.

Maka tidaklah cukup sebuah kunci tanpa gerigi..!"

(At Ta'liqul Mukhtashar ala Abyati Washfil Jannah-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 12, cet. Al Miratsu Nabawi 2011).

Penuntut Ilmu Harus Tawadhu

Seorang Penuntut Ilmu Hendaknya Bersifat Tawadhu

Ayub as Sikhtiyani rahimahullah berkata, "Sudah sepantasnya bagi seorang alim untuk menaburkan tanah di atas kepalanya sebagai bentuk ketawadhuan kepada Allah."

Dan mereka (para ulama) berkata, "Ketawadhuan dari seorang penuntut ilmu akan menghasilkan ilmu yang banyak sebagaimana tempat yang rendah akan lebih banyak menampung air."

(Awaiquth Thalab-Syaikh Abdussalam Barjas, hal. 38, cet. Darul Minhaj 2003).

Sabtu, 17 Oktober 2015

Susah Mendapat Ilmu

Pantas Saja Kok Dapat Ilmu Itu Susah

"Ngaji udah lumayan lama tapi kok merasa gini-gini aja ya... Kenapa ya?"

Mari kita simak bersama penuturan Syaikh Utsaimin di bawah. Mudah-mudahan ada pencerahan.

Berkata Syaikh Utsaimin rahimahullah, "... Sesungguhnya ilmu tidaklah didapat oleh seseorang karena dari dirinya semata.

Manusia dalam mendapatkan ilmu sangat membutuhkan Allah.

Tidaklah ilmu itu diperoleh karena sebab hasil dari usahanya saja.

Betapa banyak manusia menghabiskan waktunya bertahun-tahun untuk menimba ilmu, tapi ternyata ilmu tersebut tidak bisa didapat-dapat.

Tapi ada juga seseorang yang bisa mendapat ilmu di dalam tempo waktu yang pendek.

Semuanya tergantung kepada bagaimana kualitas penyandaran orang tersebut kepada Rabb-nya dan bagaimana pula kualitas doa orang tersebut dalam meminta tambahan ilmu kepada Rabb-nya."
-selesai-

Nah lho...
Kira-kira seberapa besar kualitas doa kita ya..?

Jangan-jangan selama ini kita kurang perhatian sama hal ini..?

Hmmm...
Pantes.

(Ucapan Syaikh dikutip dari Syarh Muqaddimatil Majmu'-Syaikh Utsaimin, hal. 45, cet. Dar Ibnil Jauzi 2004).

Imam Ahmad pun Pernah Lupa ketika Shalat

Imam Ahmad ibn Hanbal. Siapa yang tidak kenal beliau. Rahimahullahu ta'ala.

Yahya ibn Ma'in berkata tentang beliau, "Jika seandainya kita duduk-duduk bermajelis untuk memuji Imam Ahmad, niscaya kita tidak mampu menyebutkan semua keutamaan yang ada pada dirinya."

Itulah gambaran yang mewakili sosok siapa Imam Ahmad.

Tapi tahukah Anda, ternyata seorang Imam Ahmad pernah suatu kali terlupa gerakan di dalam salah satu shalatnya.

Abu Ishaq al Jauzajani bercerita, "Dahulu Imam Ahmad pernah shalat sebagai seorang imam. Di belakang beliau ada gurunya, Abdurrazaq.

Imam Ahmad pun lupa.

Setelah selesai shalat, Abdurrazaq bertanya kepada Imam Ahmad, mengapa beliau bisa terlupa di salah satu gerakan shalatnya.

"Aku belum makan apapun sejak tiga hari yang lalu." Demikian beliau menuturkan alasannya."

Allahu akbar!

3 hari tidak makan?

Luar biasa..

Coba Anda bayangkan bagaimana keadaan seseorang yang tidak makan 3 hari?

Wajar tentunya jika beliau lupa.

Ikhwatii fillah, bagaimana dengan kita?

Kita alhamdulillah bisa makan 3 kali sehari.

Itu pun masih protes tentang kualitas berasnya atau kuantitas lauknya.

Hmmm..

Sudah seharusnya kita lebih banyak lagi tuk membaca repertoar kaum salaf.

Agar kita bisa lebih bersyukur.

(Kisah Imam Ahmad dinukil dari Shuwar min Shabril Ulama 'ala Syadaidil Ilmi wat Tah-shil, hal. 118, cet. Darul Ghadil Jadid 2009).

Minggu, 11 Oktober 2015

Teruslah Berdakwah

Teruslah Menyebarkan Dakwah Salaf dan Jangan Lihat Hasilnya Sekarang!

Kadang ketika kita menasehati seseorang ada saja bisikan-bisikan keputus asaan.

Merasa nasehat dan dakwahnya kurang direspon positif.

Stagnan, tidak ada perubahan, biasa saja, adem-adem saja. Dingin.

Lalu bagaimana?

Mari kita simak nasehat ulama berikut ini.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Wajib bagi seseorang untuk menunggu jalan keluar dari setiap dakwahnya.

Hendaknya dia bersabar dan terus menjalaninya dengan iringan ketakwaan kepada Allah.

Maka hasil yang baik niscaya akan segera didapat.

Kami katakan (Syaikh Utsaimin): 'Segera mendapatkan hasil yang baik', bukan maknanya berarti hasilnya harus didapat sekarang juga, di saat kita masih hidup.

Ini bukan syarat!

Kadang bisa jadi hasil atau pengaruh positif yang baik pada dakwah seseorang yang menyuarakan al haq, terjadi ketika sang penyeru al haq tersebut telah meninggal."
-selesai-

Jadi jangan patah semangat ya. Maju terus pantang mundur!

(Ucapan Syaikh Utsaimin disadur dari Syarah Aqidah Ahlussunnah-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 18, cet. Maktabatush Shafa 2005).

Habis Shalat Subuh Ngapain?

Habis shalat shubuh apa yang Anda lakukan?

Buka gadget lihat berita di portal online?

Atau membuat strategi usaha?

Atau mungkin duduk santai sambil ngopi plus menikmati cemilan?

Atau bahkan tidur lagi?

Mari kita simak pengalaman Ibnul Qayyim rahimahullah ketika suatu hari shalat shubuh bersama Ibnu Taimiyyah.

Apa kebiasaan Ibnu Taimiyyah setelah shalat shubuh?

Ibnul Qayyim bercerita, "Suatu saat aku pernah melaksanakan shalat shubuh bersama Ibnu Taimiyyah.

Setelah melaksanakan shalat shubuh, beliau kemudian duduk untuk berdzikir kepada Allah sampai hari tampak menerang.

Kemudian beliau menoleh kepadaku dan berkata: Ini adalah asupan giziku. Kalau aku tidak tercukupi dengan asupan giziku ini, niscaya kekuatanku akan melemah.

Demikian penyataan beliau atau ucapan yang semisal kepadaku."


Ternyata beda ya, kebiasaan kita dengan ulama.

Lalu, bagaimana dengan kita?

Kiranya doa tuk meminta pertolongan Allah kemudian membajakan kesungguhan, adalah langkah bijak bagi yang ingin 'mirip dikit' dengan amalan Ibnu Taimiyyah.

Wallahu alam.


(Ucapan Ibnul Qayyim terdapat di Al Wabilush Shayyib hal. 196. Dinukil dari Fiqhul Mufadhalah-Syaikh Hamd Ibrahim al Utsman, hal. 31, cet. Darul Furqan 2012).

HIJAB HUNT


Di mana-mana 'Hijab Hunt'.

Seakan menjadi idol baru bagi muslimah muda yang ingin terkenal tapi tetap syar'i. Katanya.

Bagi sebagian orang, menjadi publik figur adalah impian yang selalu dinanti, apalagi Islami.

'Hijab Hunt' pun jadi batu loncatan.

Tapi dibalik itu semua tahukah Anda, kini istilah 'hijab' dikebiri.

Ya. Istilah 'hijab' dalam artian pakaian syar'i yang menutup seluruh tubuh, kini disalah artikan.

Istilah 'hijab' kini difahami sebatas berkerudung.

Kok bisa?

Tentu.

'Hijab Hunt' ternyata menampilkan sosok muslimah muda yang berkerudung.

Kerudung gaul plus polesan dandanan yang semakin membuat menarik penampilan.

Elok memukau walau berhijab. Sekali lagi, katanya.

Allahu musta'an.

Kerudung kini berganti istilah menjadi 'hijab'.

'Wanita berhijab' kini bukan istilah sakral lagi.

Publik memahami bahwa 'muslimah berhijab' adalah muslimah yang tetap cantik walau memakai kerudung.

Yang seharusnya hikmah berhijab adalah 'menyembunyikan sosok muslimah', kini sudah berbalik 180 derajat.

Pergeseran makna 'hijab' telah kabur.

Seakan ada doktrin yang ingin ditanam bahwa kerudung adalah hijab, dan hijab adalah kerudung.

Sepintas biasa.

Namun dampak pengaburan makna hijab ini akan berdampak kurang baik.

Ketika ada ayat atau hadits nabi yang memerintahkan seorang wanita untuk berhijab, dikhawatirkan presepsi ideal wanita berhijab di benak masyarakat adalah wanita berkerudung yang tetap anggun mempesona.

Hanya sebatas berkerudung yang menutup rambut. Tidak lebih.

Laa haula wala quwwata illa billah.

Padahal makna 'hijab' dalam ranah syariat adalah menutup seluruh badan seorang wanita.

Bahkan tak hanya itu, syariat berhijab yang benar pula adalah menutupi juga bentuk lekuk tubuh seorang wanita agar tidak menjadi sebab lelaki tergoda.

Sekali lagi, hijab bukan hanya sekedar menutup kepala.

Ikhwani fiddin rahimakumullah,
Mari kita bendung pergeseran makna 'hijab' ini dengan menyebarkan pengetahuan yang benar tentang makna hijab.

Hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.

Termasuk Musibah Besar


Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata, "Termasuk dari musibah yang besar, bahwasanya ada sebagian orang yang belajar ilmu. Akan tetapi dia tidak mengamalkan ilmunya tersebut.

Tidak diragukan lagi, bahwa hal yang demikian adalah musibah yang besar.

Perbuatan ini mirip seperti kelakuan musuh Allah dari kalangan yahudi dan semisal mereka dari kalangan ulama yang jelek, dimana Allah telah murka kepada mereka karena sebab tidak adanya amal dari ilmu yang dimiliki.

(Wajibusy Syabab-Syaikh Ibnu Baz, hal. 22, cet. Darul Minhaj 2009)

From This Moment...

Di Momen Shubuh yang Aku Rindukan

Di mulai ketika fajar kadzib (fajar pertama) membumbung tinggi ke langit, para santri pun mulai terlihat sibuk.

Di dalam masjid sebagian santri sudah terlihat ada yang shalat witir, ada pula yang tengah berdoa dan ada juga yang khusyu membaca Al Qur'an.

Menyatu di dalam dinginnya sepertiga malam terakhir.

Terlihat sebagian santri masih ada yang sibuk di area wudhu dan MCK.

Kesibukan yang mengarah ke satu muara..

Persiapan shalat shubuh berjama'ah.

Seiring sinar fajar shidiq (fajar kedua) menampak di langit timur, adzan pun kian bersahutan.

Perlahan tapi pasti, masjid yang terletak di lokasi halaman utama mahad, semakin lama semakin padat.

Shalat sunnah fajar dua raka'at pun mengawali aktivitas ibadah selepas adzan.

Tak berselang lama iqamah-pun terlantun.

Shaf (baris) pertama dan kedua seketika itu penuh.

Menyusul shaf ketiga, keempat dan seterusnya.

Penuh.

Usai shalat shubuh, masing-masing santri dan jama'ah membuka mushaf Al Qur'an-nya.

Ada yang membacanya.

Ada yang menyetorkan hafalannya.

Ada pula yang terlihat saling menyimak bacaan.

Ada juga yang sedang dibimbing hafalannya .

Bahkan ada yang menghafal sendiri.

Semua melantunkan ayat-ayat suci nan menyejukkan.

Berpadu seakan kawanan lebah yang bersuara.

Selalu ku rindukan momen indah ini.

Yaa Allah semoga kami bisa terus berada di momen indah ini.

Momen kekhusyuan di sepertiga malam terakhir.

Momen shalat shubuh berjama'ah bersama saudara pecinta sunnah nabi-Mu

Momen mendengar suara salafiyin melantunkan kalam-Mu yang agung.

Ya. Di momen shubuh yang aku rindukan.

Selalu aku rindukan.

Amin.

Tengoklah Orang Sakit


Syaikh Shalih Fauzan berkata, "Jika terdapat saudaramu (yang muslim) ada yang sakit, maka sudah semestinya engkau menengoknya dalam rangka:

Melapangkan dirinya
Menenangkan kekhawatirannya
Mendoakan kesembuhan untuknya.

Ketika engkau mengunjunginya, maka akan menghasilkan suatu pengaruh positif padanya, di antaranya adalah:
Akan baik jiwanya dan lapang dadanya.
Karena orang sakit itu jiwanya terasa sempit.

Ketika ada saudaranya datang menjenguknya, maka tidak diragukan lagi, rasa sakitnya akan terasa ringan.

Tapi jangan engkau katakan ketika menjenguknya dengan ucapan:

"Kamu ini orang sakit"
Atau ucapan,
"Sakitmu sepertinya bertambah parah"

Laa haula wala quwwata illa billah!

Hendaknya engkau ucapkan:
"Masya Allah, engkau hari ini terlihat lebih membaik"
Atau ucapan yang semisal.

Kecuali jika memang pada dirinya terdapat tanda-tanda kematian, maka engkau ingatkan kepadanya urusan wasiat dan syahadah"

(Silahkan lihat Tas-hilul Ilmam-Syaikh Shalih Fauzan, jil. 6, hal. 155-156).

Salah Kaprah Lihat Ke Bawah

Lihatlah ke Bawah!

Berkata Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah, "Ini merupakan kaidah yang agung, yaitu: LIHATLAH ORANG YANG DIBAWAH KALIAN!

Ini baik dalam harta, kesehatan atau dalam perkara-perkara dunia lainnya, kecuali dalam perkara ibadah.

Di dalam perkara ibadah jangan engkau lihat kepada orang yang dibawahmu!

Janganlah engkau melihat kepada orang-orang yang malas atau yang lemah.

Akan tetapi lihatlah kepada orang-orang yang beruntung dan bertakwa, agar engkau bisa bergabung dan bisa menyontoh mereka."

(Tas-hilul Ilmam-Syaikh Shalih Fauzan, jil. 6, hal. 158)

Dunia Hanya Digenggaman

Jadikan Dunia Berada Digenggamanmu!*

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Seyogyanya bagi seorang insan agar tidak mengikat sepenuh jiwanya dengan dunia.

Jadikanlah dunia itu hanya berada di tanganmu, jangan ada di hatimu. Hendaknya arahkan hatimu kepada Allah, karena itulah kesempurnaan zuhud.

Bukanlah berarti maknanya engkau tidak boleh mengambil sesuatu dari perkara dunia. Bukan!

Akan tetapi maknanya, ambillah olehmu apa-apa yang halal dari dunia dan jangan lupakan bagianmu dari dunia, akan tetapi bersamaan dengan itu, jadikanlah dunia itu sebatas di tanganmu, bukan di hatimu.

Ini adalah perkara yang penting.

(Syarah Riyadhush Shalihin-Syaikh Ibnu Utsaimin, jil. 2, hal. 220, cet. Dar Ibnil Jauzi 2006).

* Maksud 'jadikan dunia di genggamanmu' maksudnya perkara dunia kitalah yang mengendalikan/mengontrol, bukan kita yang dikendalikan/dikontrol oleh dunia. Wallahu 'alam.

Keterkaitan Bersin dan Hamdalah

Apa keterkaitan antara bersin dengan mengucapkan hamdalah?

Syaikh Shalih Fauzan menerangkan, "... Kami sebutkan bahwa bersin adalah suatu nikmat dari Allah, karena keluarnya benda asing yang menyebakan bersin.

Maka ini adalah kenikmatan dari Allah yang patut kita syukuri.

(Silahkan lihat Tahshilul Ilmam-Syaikh Shalih Fauzan, jil. 6, hal. 155).

Ada yang Kelewat, Jangan Sedih

Jangan Bersedih dengan Luputnya Dunia yang tidak Allah Berikan kepada kita

Berkata al Hafizh Ibnu Hajar al Atsqalani rahimahullah, "Barang siapa yang di dalam perkara dunia dia melihat kepada orang yang di atasnya, kemudian dia merasa bersedih karena sebab ada yang terluput pada dirinya, maka dia tidak akan tercatat sebagai orang yang bersyukur dan bersabar."

(Fathul Bari-Imam Ibnu Hajar, jil. 14, hal. 311, cet. Darul Alamiyah 2013).

Minggu, 04 Oktober 2015

Syahadat-nya Pun Batal


Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata, "Barang siapa yang menentang dari suatu perkara yang diwajibkan Allah untuknya, yakni berupa ajaran agama yang sifatnya sudah jelas tentang kewajiban hukumnya, maka dia kafir musyrik."

Seperti orang yang menentang akan wajibnya shalat atau wajibnya zakat. Atau dia menentang akan wajibnya puasa Ramadhan atau wajibnya haji bagi orang yang mampu. Atau juga menentang akan haramnya zina.

Atau ada yang mengatakan: Sesungguhnya minuman keras itu tidak haram, atau ada yang menganggap homo seksual, riba, durhaka kepada orang tua atau yang semisal dari ajaran agama yang sudah maklum akan hukum halal atau haramnya semua adalah boleh, maka sesungguhnya dia akan menjadi seorang kafir musyrik.

Syahadat Laa ilaha illah-nya telah batal.

(Wajibusy Syabab-Syaikh Ibnu Baz, hal. 16, cet. Darul Minhaj 2009)

3 Perkara Penting

Kejujuran, Hafalan dan Baiknya Catatan

Marwan ibn Muhammad rahimahullah berkata, "Tiga perkara yang mesti ada pada shahibul ilmi (pemilik ilmu):

Kejujuran
Hafalan dan
Baiknya catatan

Jika shahibul ilmi tersebut berbuat satu kesalahan kepadamu, maka kesalahan itu tidak memudharatkanmu (kredibilitasnya tidak jatuh karena sebab keluhuran akhlak jujurnya).

Jika kesalahan itu pada sisi hafalannya, maka tidak memudharatkanmu ketika bisa dicocokkan pada catatan miliknya yang baik (catatannya lah yang membenarkan kesalahan hafalannya)."

(Silahkan lihat An Nubadz fi Adabi Thalabil Ilmi-Syaikh Hamd Ibrahim al Utsman, hal. 53, cet. Maktabah Ibnil Qayyim 2002).

Sabtu, 26 September 2015

Hukum Membaca Bismillah ketika Wudhu di Kamar Mandi

Hukum At Tasmiyah (Membaca 'Bismillah') ketika berwudhu di kamar mandi

Syaikh Utsaimin rahimahullah dalam Syarhul Mumti' berkata, "Apabila seseorang berada di dalam kamar mandi maka mengucapkan "Bismillah" di dalam hati dan tidak diucapkan dengan lisan.

Karena kewajiban membaca "Bismillah" ketika wudhu atau mandi bukanlah dengan ucapan, dimana Imam Ahmad berkata: Tidak ada berita yang shahih dari nabi shalallahu wa ala alihi wasallam dalam perkara tasmiyah ketika wudhu.

Hal yang seperti ini mencocoki pula sang penulis kitab 'Al Mughni' dan selainnya, bahwa at tasmiyah ketika wudhu hukumnya sunnah dan tidaklah wajib."

(Dinukil dari Al Halal wal Haram fil Islam Syaikh Muhammad Shalih Utsaimin, hal. 123, cet. Darul Muslim 2008)

Bolehkah Kencing Berdiri?

Hukum Buang Air Kecil (Kencing) dalam Keadaan Berdiri

Syaikh Utsaimin rahimahullah dalam Syarhul Mumti' berkata, "Buang air kecil dalam keadaan berdiri adalah boleh dengan dua syarat

Yang pertama hendaknya aman dari percikan air kencingnya

Yang kedua hendaknya auratnya aman dari penglihatan manusia."

(Dinukil dari Al Halal wal Haram fil Islam Syaikh Muhammad Shalih Utsaimin, hal. 121, cet. Darul Muslim 2008)