Selasa, 19 April 2022

Berjalan ke Masjid dengan Sakinah dan Waqar



Asy Syaikh Abdul Muhsin al Abbad hafizhahullahu berkata, 


من آداب المشي إلى الصلاة أن يكون مشيه إليها بسكينة ووقار، والسكينة: و التأني في الحركات واجتناب العبث، والوقار في الهيئة كغض البصر وخفض الصوت وعدم الالتفات.


Termasuk adab seorang berjalan menuju shalat adalah ia berjalan dengan sakinah dan waqar.

As sakinah adalah tenang di dalam gerakan-gerakan dan menjauhi gerakan yang sia-sia, sedangkan al waqar adalah terkait dalam hal keadaan, seperti: menundukkan pandangan, merendahkan suara dan tidak banyak menoleh".


(Syarah Kitab Adabil Masyi, hal. 8, cet. Darul Furqan)


Kedua Orang Tuamu, Ternyata Orang yang Kamu Lupakan



Setelah Syaikh Abul Mundzir Munir as Sady hafizhahullahu membawakan sebuah hadits kisah baktinya seorang anak kepada kedua orang tuanya, beliau berkata,


بر عظيم، قد لا تجد له في زماننا نظيرا، بل تجد الغلظة والجفاء والقسوة والإعراض، لا أقول يقدم زوجة وولده على أبويه، وإنما أقول: يحرم أبويه من معروفه، يحرم أبويه من إحسانه، يحرم أبويه من بره مع كبرهما وضعفهما وشدة حاجتهما إليه، إلا أنه تولى عنهما، وأعطاهما ظهره، فلا يلتفت إليهما، فكيف نرجوا مع هذه القسوة والإعراض وكيف نرجو أن يبر بنا أولادنا ؟!والغفلة أن يرحمنا ربنا ؟!وكيف نرجو أن يفرج عنا كرباتنا ؟!


"Bakti yang agung, sungguh tidak akan engkau dapati di zaman sekarang yang serupa, bahkan engkau malah akan dapati sifat kasar, kaku, keras dan berpaling.


Tidaklah aku katakan mereka (si anak) lebih mengutamakan istri dan anak-anaknya dibanding kedua orang tuanya, hanya saja aku katakan bahwa memang kedua orang tuanya telah terharamkan (terhalangi) dari kebaikannya (si anak itu) dan kedua orang tuanya telah terharamkan (terhalangi) pula dari sifat ihsannya (si anak itu) serta kedua orang tuanya telah terharamkan (terhalangi) dari baktinya (si anak itu) padahal keduanya telah tua, lemah dan sangat butuh kepada anaknya dalam menunaikan hajat kebutuhannya.


Akan tetapi si anak malah berpaling dari kedua orang tuanya dan memberikan punggung untuk kedua orang tuanya (tidak perhatian), juga si anak tidak menoleh kepada kedua orang tuanya (tidak peduli).


Maka bagaimana kita bisa mengharapkan mereka atas sikap keras dan berpaling seperti ini? Bagaimana kita bisa berharap anak-anaknya akan berbakti kepada mereka dan lalai akan rahmat Rabb kita? Bagaimana kita bisa berharap mereka akan mendapat jalan keluar dari kesulitan masalah-masalahnya?


(Dinukil dari transkrip Khutbah Jumat Syaikh  Abul Mundzir Munir as Sady yang berjudul Atsarul Amalish Shalih fi Tafrijil Qurabaat, tgl 29 Dzulqa'dah 1442H).


Mendatangi Shalat Hendaknya dengan Ketenangan



Asy Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata,


والصلاة ليست من الأشياء التي تنتهب، بل هي من العبادات العظيمة التي يأتي إليها الإنسان هو مطمئن، ساكن القلب مطمئنا؛ لأنه قد يسرع، فيثور نفسه، فيدخل في الصلاة وهو ثائر النفس، وهذا مما يشغله عن الخشوع في الصلاة، أما إذا جاء في هدوء، ودخل في الصلاة بطمأنينة، فهذا أدعى لأن يخشع قلبه، ويسكن بين يدي الله سبحانه وتعالى


"Shalat bukanlah termasuk hal yang dirampas, akan tetapi ia termasuk ibadah agung yang datang kepada seorang insan di dalam shalatnya yakni ketenangan, ketentraman hati.


Karena sesungguhnya ia tergesa-gesa maka jiwanya akan tidak tenang dan ia masuk shalat dalam keadaan gelisah jiwanya, dan inilah yang menyibukkannya dari kekhusyuan dalam shalat.


Adapun jika dia datang dalam keadaan tenang, dan dia memasuki shalat dengan tenang, maka ini akan terasa nyaman karena hatinya khusyu dan tenang di antara Tangan Allah subhanahu wa ta'ala".


(Syaru Kitab Adabil Masyi ilash Shalah, Syaikh Fauzan, hal. 25, cet. Maktabah Adz Dzahabi)

Jalan Menuju ke Masjid untuk Shalat adalah Ibadah



Asy Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu berkata,


 والمشي إلى المساجد عبادة؛ لأنه وسيلة إلى الصلاة، فالذي يمشي إلى المسجد في عبادة، كل خطوة يخطوها يرفع له بها درجة، ويحط عنه بها خطيئة


"Berjalan menuju ke masjid adalah ibadah karena itu merupakan wasilah/pengantar kepada shalat, maka seorang yang berjalan ke masjid ia sedang di dalam ibadah, setiap langkah kaki yang ia langkahkan akan menaikkan derajat dan akan menghapuskan kesalahan".

 

(Syarhu Kitabi Adabil Masyi ilash Shalah, Syaikh Fauzan, hal. 14, cet. Maktabah Imam Adz Dzahabi)


Manakah yang Lebih Parah, Bidah atau Maksiat?


Asy Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullahu ditanya,


س : أيهما أشد عذابا : العصاة أم المبتدعة ؟


Beliau hafizhahullahu menjawab, 


ج / المبتدعة أشد؛ لأن البدعة أشد من المعصية، والبدعـة أحـب إلى الشيطان من المعصية؛ لأن العاصي يتوب، أما المبتدع فقليـلا مـا يتـوب لأنه يظن أنه على حق، بخلاف العاصي؛ فإنه يعلم أنه عـاص وأنه مرتكب ، لمعصية، أما المبتدع فإنه يرى أنه مطيع وأنه على طـاعة؛ فلذلـك صـارت البدعـة ـ والعياذ بالله ـ شرا من المعصية، ولذلك يحذر السلف من مجالس المبتدعة؛ لأنهم يؤثروون على من جالسهم، وخطرهم شديد. 

لا شك أن البدعة شر من المعصية، وخطر المبتدع أشـد علـى النـاس من خطر العاصي، ولهذا قال السلف : اقتصاد في سنة خير من اجتهاد في بدعة.


Manakah yang lebih keras azabnya, pelaku maksiat atau seorang yang melakukan bidah?


Pelaku bidah lebih keras (azabnya) karena bidah lebih bahaya dibanding maksiat dan bidah lebih disukai setan dibanding maksiat karena pelaku maksiat niscaya akan (diharapkan) bertaubat, adapun pelaku bidah sedikit (harapannya untuk) bertaubat karena ia menyangka bahwa dirinya sedang di atas al haq. 


Berbeda dengan seorang pelaku maksiat, sesungguhnya ia mengetahui bahwa dirinya sedang berbuat maksiat, adapun seorang pelaku bidah maka sesungguhnya ia memandang dirinya sedang melakukan ketaatan dan sedang berada di atas ketaatan.


Oleh karenanya jadilah bidah -waliyyadzubilah- lebih jelek dibanding maksiat.


Maka karena itu para salaf memperingatkan (untuk hati-hati) dari bermajelis dengan pelaku bidah karena mereka akan membuat pengaruh negatif atas orang yang duduk-duduk bersamanya dan efek bahayanya sangat tinggi.


Tidak ragu lagi bahwasanya bidah itu lebih berbahaya dibandingkan maksiat dan bahayanya seorang pelaku bidah lebih besar dibanding bahayanya pelaku maksiat, oleh karenanya para salaf berkata, "Sederhana di dalam sunnah itu lebih baik dibanding bersungguh-sungguh di dalam bidah".


(Silahkan lihat Al Ajwibah Al Mufidah pertanyaan no 5).

Walau Seratus Raka'at Tidak Akan Bisa Menggantikannya, tetapi Taubatlah yang Bisa Engkau Perbuat.



Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,


أن الصواب أن من ترك فريضة حتى خرج وقتها متعمدا بدون عذر فإنه لا صلاة له ولو صلى ألف مرة، ولكن ليس عليه إلا أن يتوب ويستغفر ويخلص الله جل في توبته


Sesungguhnya (pendapat) yang benar adalah barang siapa yang meninggalkan shalat wajib sampai keluar waktunya secara sengaja tanpa adanya udzur, maka sesungguhnya tidak ada shalat baginya (ia tidak perlu mengganti shalat yang ia tinggalkan) walaupun ia shalat sebanyak seratus rakaat (sebagai gantinya).


Akan tetapi tidak ada yang harus ia lakukan kecuali bertaubat dan beristighfar serta mengikhlaskan diri kepada Allah di dalam taubatnya."


(Fathu Dzil Jalal wal Ikram, Syaikh Ibnu Utsaimin, jil. 2, hal. 244, cet. Maktabatun Nur 2011)


Adanya Materi Pembagian Sesuatu, Syarat, Rukun, Perusak Amal adalah Sesuatu yang Dibutuhkan



Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata, 


فالصواب بـلا شـك أن تقسيم التوحيـد إلى ثلاثة أقسام وذكـر الـشروط، والأركان، والواجبات، والمفسدات في العبادات كل هـذا جـائز؛ لأنـه مـن بـاب: الوسائل والتقريب، وحصر الأشياء لطالب العلم.


"Yang benar tanpa diragukan lagi bahwasanya adanya pembagian tauhid kepada tiga bagian, penyebutan syarat-syarat, rukun-rukun, wajib-wajib, perusak-perusak di dalam ibadah-ibadah, ini semua adalah boleh karena itu masuk kepada bab perantara (untuk memudahkan), pendekatan (pemahaman) dan mengumpulkan pembahasan (agar mempermudah) bagi thalibul ilmi."


(Syarhu Aqidati Ahlissunnah wal Jama'ah, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 15, cet. Maktabatush Shafa)

Membahagiakan Orang Tua itu Mudah



Membuat orang tua itu tidak susah, tidak mesti harus memberikan sesuatu yang besar, banyak dan mahal. Memberi yang sedikit, kecil dan murah, insyaallah sudah cukup bagi mereka asalkan kita tulus dan sering.


berikanlah perhatian-perhatian kecil, seperti menanyakan kabar, ngobrol ringan dan yang semisal, baik langsung maupun lewat telpon. Berikan hadiah-hadiah kecil ketika kita mampu mampir ke rumah mereka, atau kirimlah hadiah-hadiah ringan melalui kargo jika mereka jauh. Mereka akan ridha dan senang, tanpa melihat apa yang kita berikan.


Asy Syaikh Zaid al Madkhali rahimahullahu berkata, 


والمعروف عند الناس أن الوالد العاقل يرضى من ولده ولو باليسير من البر


"Telah ma'ruf di sisi orang-orang bahwa kedua orang tua yang berakal akan merasa ridha dari bakti anaknya walau hanya sedikit." (Aunul Ahadish Shamad, jil. 1, hal. 15, cet. Darul Miratsin Nabawi)


Mari kita luangkan waktu tuk jalin komunikasi kala waktu senggang, walau hanya melalui pesan singkat. Wallahu alam.


Amalan itu Dirutini, Bukan Sesekali !


Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,


لا ينبغي للإنسان إذا فعل عبادة من العبادات أن يقطعها، فإن احب العمل إلى الله أدومه وإن قل بل يديم العمل، لأن كونه يقطع العمل الصالح بعد أن تلبس به قد يفتح له باب التهاون في جميع الأعمال الصالحة ويدع أحيانا من الرواتب، فالذي ينبغي أن يمرن الإنسان نفسه على العبادة ويستمر عليها ولو كانت قليلة ففيها خير وبركة.


Tidak seyogyanya bagi seorang insan jika ia telah melakukan suatu ibadah dari ibadah-ibadah yang ada untuk memutusnya (berhenti tidak mengamalkannya lagi), karena sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah ta'ala adalah yang ia rutini walau sedikit namun terus-menerus diamalkannya. Perbuatan memutus amalan shalih setelah amalan itu dirutini terkadang akan membuka pintu peremehan di sejumlah amalan-amalan shalih dan terkadang pula akan bisa meninggalkan dari yang rawatib (amalan yang rutin). 


Maka sudah seyogyanya untuk seorang insan agar menempa dirinya di atas ibadah dan berusaha merutininya walaupun sedikit, karena yang demikian itu terdapat kebaikan dan barakah."


(Fathu Dzil Jalal wal Ikram, Syaikh Ibnu Utsaimin, jil. 2, hal. 241, cet. Maktabatun Nur 2011)

Menyatukan Kalimat Muslimin termasuk Sebaik-baiknya Amal


Syaikh Abdurrahman as Sa'dy rahimahullahu berkata, 


ال الى

اوَنُوا۟ لَى لْبِرِّ لتَّقْوَىٰ لَا اوَنُوا۟ لَى لْإِثْمِ لْعُدْوَٰنِ


"Dan tolong-menolonglah kalian di atas kebaikan dan takwa, dan janganlah kalian tolong-menolong di atas perbuatan dosa dan permusuhan". (QS. Al Maidah: 2)


البر : السعي لمة المسلمين اتـفـاقـهـم ل ا الشعي لمة المسلمين التعاون لى الإثم العدوان .


Dan termasuk sebesar-besarnya al bir (perbuatan baik) adalah upaya di dalam tanpa kalimat kaum muslimin dan menyepakati mereka di setiap jalan, sebagaimana mestinya bahwa upaya untuk di dalam memecah belah kaum muslimin adalah termasuk sebesar-besarnya saling bantu bantu di dalam melakukan dosa dan permusuhan".


(Risalatun fil Hatsi ala Ijtima'i Kalimatil Muslimin, hal.20, cet. Darul Atsariyyah)