Abu Abdirrahman Thawus bin Kaisan al Yamani al Hamadani rahimahullah, salah seorang jajaran tabi'in yang berada di ketinggian ilmu qira'ah dan tafsir dari negeri Yaman. Beliau terlahir dari seorang ayah suku Himyar dan seorang ibu yang berasal dari negeri Persia. Ibnul Jauzi di dalam kitabnya Al Alqab menyatakan bahwa nama Thawus yang sebenarnya adalah Dzakwan, sedangkan Thawus adalah julukannya, dan thawus bermakna indah. Beliau mendapat julukan tersebut karena suaranya yang indah ketika membaca Al Quran, sehingga beliau terkenal dengan julukannya ketimbang namanya sendiri.
Al Imam asy Syuyuthi rahimahullahu membawakan salah satu kisah beliau di dalam mendidik putranya,
وقال معمر: كان طاووس جالساً يوماً وعنده ابنه، فجاء رجل من المعتزلة، فتكلم في شيء، فأدخل طاووس إصبعيه في أذنيه، وقال: يا بني أدخل إصبعك في أذنيك حتى لا تسمع من قوله شيئاً؛ فإن هذا القلب ضعيف. ثم قال: أي بني أشدد، فما زال يقول أشدد حتى قام الرجل.
Imam Ma'mar rahimahullahu bercerita, "Pada suatu hari Thawus pernah duduk-duduk bersama anaknya. Tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan sekte Mu'tazilah (kelompok yang mengagungkan akal dibanding syariat) dan lelaki tersebut itu kemudian berbicara tentang sesuatu. Thawus pun memasukkan kedua jari telunjuknya ke kedua telinganya seraya berkata, "Wahai anakku masukanlah kedua jari telunjukmu di ke kedua telingamu sampai engkau tidak bisa mendengar ucapan orang ini sedikitpun, karena sesungguhnya hati ini lemah!. Kemudian Thawus berkata, "Ayo anakku, tekan terus..!", Thawus terus mengatakan itu kepada putranya hingga lelaki itu pergi".
Ikhwati fillah, ini adalah salah satu contoh bentuk pendidikan yang harus kita ajarkan kepada anak-anak kita, yakni jangan memberikan kesempatan orang-orang yang berpemahaman sesat memasukan perkataannya ke telinga mereka sehingga nanti akan mempengaruhi akidah dan akhlaknya.
Di zaman ini, sebagian orang tua telah menganggap remeh perkara ini, mereka sekolahkan anak-anaknya ke lembaga-lembaga hizbi bahkan lebih dari itu, mereka bebaskan anak-anaknya berguru kepada siapa saja dan menelan semua keyakinan yang ada melalui ponsel pintar yang diberikan orang tuanya. Jika sudah seperti ini, janganlah orang tua mencela kecuali dirinya sendiri. Berbuatlah sebelum semua terlambat!.
(Kisah Imam Thawus dinukil dari Al Amru bi Ittiba-Imam Asy Suyuthi, hal. 15, cet. Darul Istiqamah 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar