Wanita, tak ada yang tak menarik. Awal mungkin terasa biasa, bukan level-nya, tidak ada rasa, tidak minat dan lain-lain menjadi alasan tak tertarik, namun jika terus bertemu, tentulah lama-lama akan tumbuh rindu. Jika dilanjut dengan siraman komunikasi hangat, perlahan benih rindu itupun tumbuh menjadi rasa sayang yang kuat.
Pembaca, ini bukan khayalan drakor ar rumantisy, tapi ini adalah kenyataan. Betapa banyak cinlok terjadi, ikhtilath telah melahirkan banyak kisah-kisah nyata romantis berujung petaka, betapa penuh lembaran-lembaran sejarah bucin yang berujung tragis.
Terlihat seperti indah berbunga, tapi sejatinya mereka telah tersiksa dengan love heart-nya masing-masing, hingga akhirnya ditutup dengan sad ending yang menyedihkan, semakin menambah hitamnya track record cerita kematian para pelaku mayat-mayat cinta di dunia nyata.
Oleh karenanya hati-hatilah dengan fitnah wanita, karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
"Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku sebuah fitnah yang lebih membahayakan atas seorang lelaki dibandingkan seorang wanita" (HR. Bukhari dan Muslim)
Seorang boleh mengaku kuat fisiknya, bolehlah ia sesumbar yang paling sehat raganya, tapi jika setan telah menyodorkan wanita, lambat laun ia akan menjadi bucin yang lemah dan menjadi sakit hatinya, Allahul mustaan.
Pantaslah pernyataan seorang tabiin mulia yang dinukil oleh Ibnul Jauzi rahimahullahu, bahwa Said ibnul Musayyab rahimahullahu berkata,
مَا يَئِسَ الشيطَانُ مِنِ ابنِ آدَمَ قَط إلا أَتَاهُ مِنْ قِـبَـلِ النِّسَاءِ
"Syaithan tidaklah berputus asa dari anak adam sedikitpun kecuali ia datang (untuk menggoda manusia) dari sisi wanita". (Dzammul Hawa-Ibnul Jauzi, hal. 164)
Pembaca yang budiman, cinta di dalam Islam bukan diaplikasikan dengan pacaran atau menjalin hubungan di luar nikah. Cinta di dalam Islam mendapat kedudukan yang tinggi. Oleh karenanya Islam telah memposisikan rasa cinta ini dengan keteraturan yang indah tanpa ujung yang suram.
Kita semua adalah hamba atau budak, maka tempatkanlah puncak cinta kita hanya kepada Allah, karena mencintai Allah adalah puncak dari tambatan cinta dari seorang hamba/budak, maka sudah semestinya kita menempatkan rasa cinta ini seluruhnya di bawah cinta kepada Allah.
Jika ia lebih mengutamakan cinta kepada Allah, maka ia akan berusaha menjadi hamba/budak yang tidak berani untuk menduakan cintanya, ia pun akan berusaha meraih keridhaan Allah di dalam semua perbuatannya, karena keridhaan Dzat yang dicintainya adalah tujuan tertinggi dari cintanya. Wallahu alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar