Tenang dan tetap fokus merupakan sikap baik yang tidak semua orang bisa capai. Terlebih lagi ketika datang hantaman dan goncangan yang sebelumnya tak ada, bahkan mungkin tidak terpikirkan.
Frustasi dan terpuruk akan menjadi akhir dari sikap emosi dan lepas kendali yang sebelumnya telah terluap. Oleh karena itu tetap kalem dan berpikir positif adalah titik awal seseorang dalam mencapai ketenangan di dalam pikiran dan tetap fokus terhadap langkah dan solusi terbaik pada permasalahan.
Salah satu kisah yang mungkin bisa menginspirasi hal ini adalah sebuah kisah yang telah dicontohkan shahabat Anas ibnun Nadhr radhiallahuanhu dalam Perang Uhud.
Syawwal, pada tahun 3 Hijriah. Di saat tengah Perang Uhud terjadi, kaum musyrikin Quraisy berhasil menguasai medan perang, kaum muslimin serentak mundur, mencari perlindungan. Anas ibnun Nadhr radhiallahuanhu bertanya kepada mereka yang mundur, "Apa yang kalian lakukan?". "Rasulullah telah terbunuh", jawab mereka. Lalu Anas ibnun Nadhr berkata, "Lantas apa yang akan kalian lakukan sepeninggal beliau (Rasulullah)? Bangkitlah kalian dan gugurlah di atas apa yang beliau wafat!".
Kemudian para shahabat pun berbalik arah, mereka segera kembali maju menerjang musuh. Tak lama kemudian, Anas ibnun Nadhr bertemu dengan Sa'ad ibnu Mu'adz radhiallahuanhu. Lalu Anas pun berkata kepada Sa'ad, "Wahai Sa'ad, demi Allah sesungguhnya Aku menemukan aroma al jannah di bawah Uhud". Maka Anas pun maju ke tengah peperangan hingga ia hilang dan terdapat 70 luka di sekujur badannya". (Lihat Al Fushul, Ibnu Katsir, hal. 116, cet. Maktabatul Ma'arif KSA).
Kisah di atas merupakan potret seorang sahabat yang masih mampu tenang dan fokus terhadap tujuan hidup. Ketika berita hoax akan wafatnya Rasulullah di medan Uhud ditebarkan oleh pasukan Musyrikin, maka sebagian para shahabat tercengang dan terpukul. Siapa yang tidak tergoncang ketika dikabarkan orang yang paling dicintainya telah tiada? Terlebih lagi seorang komandan di tengah perang.
Di tengah serangan balik yang hebat dari kalangan musyrikin, sebagian shahabat ada memutuskan untuk mundur ke belakang, karena memang keadaan yang sulit waktu itu. Mendapat serangan dan tak ada sang komandan yang mengarahkan pertempuran, menjadi sebuah alasan kuat bagi mereka yang mundur.
Namun lihatlah kisah di atas! Anas ibnun Nadhr radhiallahuanhu dengan tegar, tetap tenang dan fokus. Mengingatkan bahwa apa tujuan hidup kita sebenarnya? Bukankah hidup kita ini untuk meraih kebahagiaan hakiki di akhirat? Bukankah kita telah mengikrarkan diri untuk setia dalam mengikuti Rasulullah?
Lalu, kenapa kita lari di saat Rasulullah telah wafat? Marilah kita mati di atas jalan Rasulullah wafat, yaitu di jalan Islam yang selamat! Demikian pola pikir cerdas seorang Anas ibnun Nadhr. Sehingga Allah pun membuktikan kejujuran ucapan beliau dengan amal nyata, yakni maju menerobos ke tengah campuh perang sehingga Allah taala mengabulkan apa yang diinginkan, yakni dengan mati syahid di atas jalannya Rasulullah menutup umurnya. Di jalan perjuangan Islam.
Pembaca, hidup di dunia bukanlah tujuan kita. Ada kehidupan yang kekal setelah kehidupan sekarang. Kehidupan yang hanya ada dua pilihan. Neraka atau surga. Maka, jika kita menemukan masalah dan ketidaknyamanan hidup, ingatlah ini adalah sebuah kewajaran. Semua akan menuntut kedewasaan kita. Semakin kita bisa mengendalikan emosi dan menstabilkan pikiran, maka solusi dan jalan keluar akan lebih cepat datang, ba'dallah tentunya.
Oleh karenanya, mari kita introspeksi diri, sudahkah kita jujur dengan tujuan hidup kita? Amal apa yang telah, sedang dan yang akan kita lakukan di dalam membuktikannya? Ingat, setelah hidup ini ada dua tempat pilihan di kehidupan lain. Kita mau yang mana?
Wallahu alam, semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar