Jumat, 14 Juni 2013

KALAU TIDAK TAHU JANGAN SOK TAHU


Setelah mempersiapkan perbekalan yang cukup, berangkatlah seorang utusan sebuah kaum menuju ke negeri hijrah rasulullah, Madinah. Tak sulit untuk menunaikan keperluanya. Dia diutus oleh kaumnya untuk menemui seorang alim yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar agama dari kaumnya. Dengan membawa sejumlah pertanyaan-pertanyaan itu, orang tersebut datang kepada al-Imam Malik bin Anas, alim rabbani imam darul hijrah Madinah.

Siapakah yang tak kenal Imam Malik ?

Seorang ulama besar di zamannya. Terkumpul sejumlah ilmu-ilmu agama yang menyegarkan. Murni mengalir dari sumber yang didapat, langsung menciduk dari sejumlah shahabat nabi ridwanallahu ajma'in. Beliau juga adalah salah satu imam mazhab yang kefaqihannya disepakati oleh para ulama. Suatu labuhan yang pantas jika utusan tersebut menghadapkan titipan pertanyaannya kepada beliau.

Syahdan, bertemulah utusan tersebut dengan Imam Malik. Sang utusan segera menunaikan urusannya kepada Imam Malik. Diajukanlah pertanyaan-pertanyaan yang dia bawa dari negerinya tersebut. Satu demi satu dibacakan pertanyaan-pertanyaan.
 Ternyata, seorang Imam Malik lebih banyak menjawab dengan jawaban: ''Saya tidak tahu'' atau dengan nada yang semisalnya yang menunjukkan ketidaktahuan beliau tentang perkara-perkara yang ditanyakan.

Mendapat suguhan ''Saya tidak tahu'' heranlah utusan tersebut. Seorang sekaliber Imam Malik ternyata banyak menjawab dengan jawaban singkat ''Saya tidak tahu''.

Di tengah keheranannya, utusan tersebut berkata kepada Imam Malik: ''Wahai imam, sesungguhnya ini hanya masalah sepele dan mudah..''
Mendapat pernyataan yang demikian, marahlah Imam Malik seraya mengatakan: ''Tidak ada dalam ilmu itu sesuatu yang sepele. Tidakkah engkau mendengar firman Allah subhanahu wa ta'ala: Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat (Al-Muzammil: 5). Ilmu itu seluruhnya berat, terkhusus yang akan ditanyakan kelak di hari kiamat''

Demikianlah petikan kisah Imam Malik yang begitu menakjubkan. Sebuah kisah yang akan membuka cakrawala pengetahuan, bahwa tindak 'sok tahu' dalam agama merupakan secela-celanya perbuatan. Tidakkah perhatian terhadap ayat Allah ta'ala yang menyatakan yang artinya: ''Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan Ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung''. (An-Nahl: 116).

Tidaklah heran jika Imam Malik untuk tidak malu-malu mengatakan: ''Saya tidak tahu'' karena pernah pula hal ini terjadi pada Imam asy-Sya'bi sebelumnya. Beliau pernah ditanya tentang suatu permasalahan dan beliau menjawab: ''Saya tidak tahu''. Maka shahabatnya berkata kepada Imam asy-Sya'bi: ''Tidakkah ini akan memalukan bagimu'' ?. maka beliau menjawab dengan ayat: ''Akan tetapi para malaikat tidak malu ketika mereka mengatakan: Kami tidak mempunyai ilmu kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami'' (Al-Baqarah: 32).

Subhanallah..
Jawaban yang sangat ringkas jelas dan padat. Jawaban langsung dengan ayat.

Imam asy-Sya'bi mengingatkan shahabatnya kepada ayat Allah yang menceritakan tentang makhluk yang mulia dari kalangan malaikat. Dimana mereka tidak kelu lisannya untuk mengatakan tidak tahu.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam pun sebagai sebaik-baik makhluk ketika ditanyakan sesuatu, maka beliau tidak langsung menjawabnya kecuali telah turun ayat yang telah menjelaskannya. Di antara ayat-ayat yang menerangkan hal ini adalah:
''Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik'' (Al-Maidah: 4).
''Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya". (Al-Kahfi: 83).
''Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia". (Al-A'raf: 187).

Adalah Abu Bakr ash-Shidddiq radhiallahu'anhu seorang shahabat yang mulia mengatakan: ''Langit manakah yang akan aku jadikan tempat naungan dan bumi manakah yang akan aku jadikan pijakan apabila aku berkata tentang kitab Allah tanpa ilmu''

Begitu pula Abdullah ibnu Mas'ud radhiallahu'anhu, beliau pernah mengatakan: ''Wahai sekalian manusia barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu dan dia mengetahuinya, maka bicaralah dengan ilmunya. Dan barangsiapa yang di sisinya tidak mempunyai ilmu maka ucapkanlah: Allahu a'lam', karena sesungguhnya termasuk ilmu adalah ketika engkau tidak mengetahui, engkau mengatakan: Allahu a'lam''

Maka kemanakah akal-akal kita ketika telah mengetahui satu akhlak yang mulia ini ?
Tidakkah kita malu kepada diri-diri kita sendiri, ketika kita dengan mudahnya kita menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan kepada kita ? Padahal Utbah bin Muslim, salah seorang murid shahabat Abdullah bin Umar telah mempersaksikan bahwa selama menemani gurunya (Ibnu Umar) 34 bulan, sering beliau ditanya, dan kebanyakan beliau menjawab dengan jawaban: Saya tidak tahu.

Tengoklah pula apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Abi Laila. Dia berkata: ''Saya telah mendapati 120 orang shahabat nabi dari kalangan Anshar, ketika ditanya salah seorang dari mereka, maka dia akan menyerahkan pertanyaan itu kepada shahabatnya yang lain hingga pada akhirnya pertanyaan itu kembali kepada orang yang pertama. Tidaklah salah seorang dari mereka menyampaikan suatu hadits atau ditanyai sesuatu kecuali dia suka agar shahabatnyalah yang mencukupinya''

Sungguh, telah jauh kita dari akhlak yang mulia yang seperti ini.
Tak terasa, ternyata kita –sadar atau tidak sadar- telah meninggalkan jalan para salafus shalih.
Apakah setelah ini kita akan seenaknya menjawab pertanyaan agama dengan:
''Dalam masalah ini, menurut saya….''
''Kalau pendapat saya sih tentang hal ini….''
''Kayanya kalau berdasar logika saya, jawabannya…''
''Sepertinya kalau hemat saya, permasalahan ini jawabannya…''

Dan ucapan-ucapan lainnya yang menunjukkan 'sok tahunya' kita di hadapan syariat ini. Mengapa harus terlontar ucapan seperti itu jika memang kita tidak tahu. Seorang shahabat Uqbah bin Amr menasehatkan kepada kita, beliau berkata: ''Belajarlah ilmu agama, sebelum datangnya orang-orang 'zhaanin', yaitu orang-orang yang bicara dengan perasaan''


Tidakkah dirimu takut kepada Allah jika 'jawaban spekulasimu' itu ternyata nantinya akan menyesatkan umat? Jika demikian, sungguh dirimu telah sesat sekaligus menyesatkan. Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam telah bersabda yang artinya: ''Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu dari manusia secara langsung, tetapi Allah akan mencabut ilmu dengan mewaafatkan para ulama. Sampai ketika tidak tersisa seorang alim pun, manusia lalu menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin, mereka ditanya maka mereka memberi fatwa tanpa dasar ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan'' (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalu bagaimana jika 'jawaban spekulasi' tersebut benar?

Maka kita akan katakan: Wahai orang yang tertipu, walaupun 'jawaban spekulasi' mu cocok dengan kebenaran, maka dirimu tetap salah karena Allah telah berfirman yang artinya: ''Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya'' (Al-Isra: 36)
Islam tidak butuh 'jawaban spekulasimu'. Semua dalam Islam telah sempurna.
Allah ta'ala berfirman yang artinya: ''Hari ini telah Ku-sempurnakan agama kalian untuk kalian…'' (Al-Maidah: 3).

Setelah membaca catatan ringan ini, semoga kita bisa lebih belajar lagi untuk bisa mengatakan: ''SAYA TIDAK TAHU'' jika memang tidak tahu. Dan janganlah menjadi orang sok tahu padahal dirinya tidak tahu. Wallahu 'alam.

Yang senantiasa mengharap rahmat dan ampunan Allah,
Hanyaikhwanbiasa di catatankajianku.blogspot.com

NB: tertulis catatan ini setelah membaca buletin Al-Atsary terbitan ikhwan Cileungsi yang penuh manfaat.
Sumber riwayat-riwayat bisa lihat di 'Ilamul Muwaqi'in karya Ibnul Qayyim dan Kitabul Ilmi karya Syaikh Utsaimin

Tidak ada komentar: