Setelah mempersiapkan perbekalan
yang cukup, berangkatlah seorang utusan sebuah kaum menuju ke negeri hijrah
rasulullah, Madinah. Tak sulit untuk menunaikan keperluanya. Dia diutus oleh
kaumnya untuk menemui seorang alim yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
seputar agama dari kaumnya. Dengan membawa sejumlah pertanyaan-pertanyaan itu,
orang tersebut datang kepada al-Imam Malik bin Anas, alim rabbani imam darul
hijrah Madinah.
Siapakah yang tak kenal Imam Malik
?
Seorang ulama besar di zamannya.
Terkumpul sejumlah ilmu-ilmu agama yang menyegarkan. Murni mengalir dari sumber
yang didapat, langsung menciduk dari sejumlah shahabat nabi ridwanallahu
ajma'in. Beliau juga adalah salah satu imam mazhab yang kefaqihannya disepakati
oleh para ulama. Suatu labuhan yang pantas jika utusan tersebut menghadapkan
titipan pertanyaannya kepada beliau.
Syahdan, bertemulah utusan
tersebut dengan Imam Malik. Sang utusan segera menunaikan urusannya kepada Imam
Malik. Diajukanlah pertanyaan-pertanyaan yang dia bawa dari negerinya tersebut.
Satu demi satu dibacakan pertanyaan-pertanyaan.
Mendapat suguhan ''Saya tidak
tahu'' heranlah utusan tersebut. Seorang sekaliber Imam Malik ternyata banyak
menjawab dengan jawaban singkat ''Saya tidak tahu''.
Di tengah keheranannya, utusan
tersebut berkata kepada Imam Malik: ''Wahai imam, sesungguhnya ini hanya
masalah sepele dan mudah..''
Mendapat pernyataan yang demikian,
marahlah Imam Malik seraya mengatakan: ''Tidak ada dalam ilmu itu sesuatu yang
sepele. Tidakkah engkau mendengar firman Allah subhanahu wa ta'ala:
Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat (Al-Muzammil:
5). Ilmu itu seluruhnya berat, terkhusus yang akan ditanyakan kelak di hari
kiamat''
Demikianlah petikan kisah Imam
Malik yang begitu menakjubkan. Sebuah kisah yang akan membuka cakrawala
pengetahuan, bahwa tindak 'sok tahu' dalam agama merupakan secela-celanya
perbuatan. Tidakkah perhatian terhadap ayat Allah ta'ala yang menyatakan yang
artinya: ''Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh
lidahmu secara dusta "Ini halal dan Ini haram", untuk mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung''. (An-Nahl: 116).
Tidaklah heran jika Imam Malik
untuk tidak malu-malu mengatakan: ''Saya tidak tahu'' karena pernah pula hal
ini terjadi pada Imam asy-Sya'bi sebelumnya. Beliau pernah ditanya tentang
suatu permasalahan dan beliau menjawab: ''Saya tidak tahu''. Maka shahabatnya
berkata kepada Imam asy-Sya'bi: ''Tidakkah ini akan memalukan bagimu'' ?. maka beliau
menjawab dengan ayat: ''Akan tetapi para malaikat tidak malu ketika mereka
mengatakan: Kami tidak mempunyai ilmu kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada
kami'' (Al-Baqarah: 32).
Subhanallah..
Jawaban yang sangat ringkas jelas
dan padat. Jawaban langsung dengan ayat.
Imam asy-Sya'bi mengingatkan
shahabatnya kepada ayat Allah yang menceritakan tentang makhluk yang mulia dari
kalangan malaikat. Dimana mereka tidak kelu lisannya untuk mengatakan tidak
tahu.
Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam pun sebagai sebaik-baik makhluk ketika ditanyakan sesuatu, maka beliau
tidak langsung menjawabnya kecuali telah turun ayat yang telah menjelaskannya.
Di antara ayat-ayat yang menerangkan hal ini adalah:
''Mereka menanyakan kepadamu:
"Apakah yang dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan
bagimu yang baik-baik'' (Al-Maidah: 4).
''Mereka akan bertanya kepadamu
(Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu
cerita tantangnya". (Al-Kahfi: 83).
''Mereka menanyakan kepadamu
tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah: "Sesungguhnya
pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang
dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia". (Al-A'raf: 187).
Adalah Abu Bakr ash-Shidddiq
radhiallahu'anhu seorang shahabat yang mulia mengatakan: ''Langit manakah yang
akan aku jadikan tempat naungan dan bumi manakah yang akan aku jadikan pijakan
apabila aku berkata tentang kitab Allah tanpa ilmu''
Begitu pula Abdullah ibnu Mas'ud
radhiallahu'anhu, beliau pernah mengatakan: ''Wahai sekalian manusia
barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu dan dia mengetahuinya, maka
bicaralah dengan ilmunya. Dan barangsiapa yang di sisinya tidak mempunyai ilmu
maka ucapkanlah: Allahu a'lam', karena sesungguhnya termasuk ilmu adalah ketika
engkau tidak mengetahui, engkau mengatakan: Allahu a'lam''
Maka kemanakah akal-akal kita
ketika telah mengetahui satu akhlak yang mulia ini ?
Tidakkah kita malu kepada
diri-diri kita sendiri, ketika kita dengan mudahnya kita menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan kepada kita ? Padahal Utbah bin Muslim,
salah seorang murid shahabat Abdullah bin Umar telah mempersaksikan bahwa
selama menemani gurunya (Ibnu Umar) 34 bulan, sering beliau ditanya, dan kebanyakan
beliau menjawab dengan jawaban: Saya tidak tahu.
Tengoklah pula apa yang telah
dikatakan oleh Ibnu Abi Laila. Dia berkata: ''Saya telah mendapati 120 orang
shahabat nabi dari kalangan Anshar, ketika ditanya salah seorang dari mereka,
maka dia akan menyerahkan pertanyaan itu kepada shahabatnya yang lain hingga
pada akhirnya pertanyaan itu kembali kepada orang yang pertama. Tidaklah salah
seorang dari mereka menyampaikan suatu hadits atau ditanyai sesuatu kecuali dia
suka agar shahabatnyalah yang mencukupinya''
Sungguh, telah jauh kita dari
akhlak yang mulia yang seperti ini.
Tak terasa, ternyata kita –sadar
atau tidak sadar- telah meninggalkan jalan para salafus shalih.
Apakah setelah ini kita akan
seenaknya menjawab pertanyaan agama dengan:
''Dalam masalah ini, menurut
saya….''
''Kalau pendapat saya sih tentang
hal ini….''
''Kayanya kalau berdasar logika
saya, jawabannya…''
''Sepertinya kalau hemat saya,
permasalahan ini jawabannya…''
Dan ucapan-ucapan lainnya yang
menunjukkan 'sok tahunya' kita di hadapan syariat ini. Mengapa harus terlontar
ucapan seperti itu jika memang kita tidak tahu. Seorang shahabat Uqbah bin Amr
menasehatkan kepada kita, beliau berkata: ''Belajarlah ilmu agama, sebelum
datangnya orang-orang 'zhaanin', yaitu orang-orang yang bicara dengan
perasaan''
Tidakkah dirimu takut kepada Allah
jika 'jawaban spekulasimu' itu ternyata nantinya akan menyesatkan umat? Jika
demikian, sungguh dirimu telah sesat sekaligus menyesatkan. Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam telah bersabda yang artinya: ''Sesungguhnya Allah
tidaklah mencabut ilmu dari manusia secara langsung, tetapi Allah akan mencabut
ilmu dengan mewaafatkan para ulama. Sampai ketika tidak tersisa seorang alim
pun, manusia lalu menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin, mereka ditanya
maka mereka memberi fatwa tanpa dasar ilmu sehingga mereka sesat dan
menyesatkan'' (HR. Bukhari dan Muslim)
Lalu bagaimana jika 'jawaban
spekulasi' tersebut benar?
Maka kita akan katakan: Wahai
orang yang tertipu, walaupun 'jawaban spekulasi' mu cocok dengan kebenaran,
maka dirimu tetap salah karena Allah telah berfirman yang artinya: ''Dan
janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya'' (Al-Isra: 36)
Islam tidak butuh 'jawaban
spekulasimu'. Semua dalam Islam telah sempurna.
Allah ta'ala berfirman yang
artinya: ''Hari ini telah Ku-sempurnakan agama kalian untuk kalian…''
(Al-Maidah: 3).
Setelah membaca catatan ringan
ini, semoga kita bisa lebih belajar lagi untuk bisa mengatakan: ''SAYA TIDAK
TAHU'' jika memang tidak tahu. Dan janganlah menjadi orang sok tahu padahal
dirinya tidak tahu. Wallahu 'alam.
Yang senantiasa mengharap rahmat dan
ampunan Allah,
Hanyaikhwanbiasa di
catatankajianku.blogspot.com
NB: tertulis catatan ini setelah
membaca buletin Al-Atsary terbitan ikhwan Cileungsi yang penuh manfaat.
Sumber riwayat-riwayat bisa lihat di 'Ilamul
Muwaqi'in karya Ibnul Qayyim dan Kitabul Ilmi karya Syaikh Utsaimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar