Hadits Arbain no 4
(Bagian kedua-selesai)
فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
[رواه البخاري ومسلم]
"Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar untuk diibadahi selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan penduduk surga (amalan ketaatan) hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta, akan tetapi catatan takdir telah mendahuluinya, dia pun melakukan perbuatan penduduk neraka (amalan kemaksiatan) , maka masuklah dia ke dalam neraka.
Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan penduduk neraka (amalan kemaksiatan) hingga jarak antara dirinya dengan neraka tinggal sehasta, akan tetapi catatan takdir telah mendahuluinya, dia pun melakukan perbuatan penduduk surga (amalan ketaatan) , maka masuklah dia ke dalam surga.
(HR. Bukhari dan Muslim).
☆☆☆
Penjelasan hadits
Ibnu Daqiqil Ied menyatakan bahwa hal di atas adalah kejadian yang jarang terjadi dan bukanlah suatu kejadian yang memang sudah menjadi keumuman. (Syarah Arba'in).
Al Imam Nawawi menyatakan, "Di dalam hadits ini terdapat dalil untuk tidak memastikan seseorang itu masuk surga atau masuk neraka, walaupun dia telah mengamalkan seluruh amalan kebaikan atau dia telah mengamalkan seluruh amalan kejelekkan.
Dan jangan pula seseorang untuk menyandarkan dirinya semata-mata berdasarkan amalan atau merasa takjub dengan amalannya, karena dirinya tidak tahu bagaimana akhir hidupnya nanti. Akan tetapi hendaknya dia memohon perlindungan kepada Allah dari akhir hidup yang jelek (su'ul khatimah) dan balasan yang jelek." (Syarah Arba'in).
Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan hikmah pada hadits di atas, "Bahwa seseorang yang melakukan amalan penduduk surga (amalan ketaatan) dalam hadits di atas, itu adalah yang tampak pada manusia. Padahal pada hakikatnya dia tengah menyembunyikan suatu niat yang jelek.
Maka niat yang jelek itu terus menguasainya hingga akhirnya dia pun menutup hidupnya dengan akhir yang jelek (su'ul khatimah). Kami berlindung kepada Allah dari hal yang demikian." (Ta'liqat Arba'in).
Syaikh Ismail ibn Muhammad al Anshari menyatakan bahwa, "Hendaknya seorang pun janganlah tertipu dengan keadaan zhahirnya saja karena akhir hidup seseorang itu tidak diketahui. Oleh karenanya disyariatkan untuk berdoa untuk kokoh di atas agama dan mendapat akhir hidup yang baik (husnul khatimah). (At Tuhfatur Rabbaniyyah).
Syaikh Abdul Muhsin al Abbad menuturkan, "Sesungguhnya seorang insan wajib untuk berada di antara perasaan takut (khauf) dan perasaan harap (raja') karena ada sebagian manusia yang sepanjang hidupnya mengamalkan amalan baik, akan tetapi di akhir hayat hidupnya ternyata menutup dengan amalan yang jelek.
Seorang insan juga seyogyanya untuk tidak berhenti dari rasa harapan (mendapat kebaikan) karena terkadang ada seseorang yang dirinya telah menghabiskan sepanjang hidupnya dengan kemaksiatan, akan tetapi kemudian Allah menganugerahkan kepadanya suatu jalan petunjuk hidayah, sehingga dia pun mendapat petunjuk hidayah di akhir umurnya." (Fathul Qawil Matin).
Syaikh Shalih alu Syaikh menjelaskan makna petikan hadits yang menerangkan adanya seorang yang melakukan perbuatan penduduk surga (amalan ketaatan), ini adalah apa yang terlihat pada zhahirnya.
Adapun di dalam hatinya, maka Allah lah yang tahu sebagaimana kita tidak tahu, bahwa ternyata di dalam hati mereka tengah menyimpan penyimpangan. Maka Allah sesatkan hati-hati mereka.
Kita meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah telah memutuskan dengan keadilan, dan tidak akan mungkin untuk menzhalimi manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itu lah yang menzhalimi dirinya sendiri." (Syarah Arba'in).
Selesai.
Wallahu alam.
Rujukan:
1. Syarah Arba'in Imam Ibnu Daqiqil Ied
2. Syarah Arba'in Imam an Nawawi
3. Ta'liqat Ahaditsil Arba'in Syaikh Ibnu Utsaimin
4. Syarah Arba'in Syaikh Ibnu Utsaimin
5. Syarah Arba'in Syaikh Shalih alu Syaikh
6. Al Minhatur Rabbaniyyah fi Syarhil Arba'in Syaikh Shalih Fauzan
7. Fathul Qawil Matin fi Syarhil Arba'in Syaikh Abdul Muhsin al 'Abbad
8. At Tuhfatur Rabbaniyyah fi Syarhil Arba'in Syaikh Ismail ibn Muhammad al Anshari.
(Bagian kedua-selesai)
فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
[رواه البخاري ومسلم]
"Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar untuk diibadahi selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan penduduk surga (amalan ketaatan) hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta, akan tetapi catatan takdir telah mendahuluinya, dia pun melakukan perbuatan penduduk neraka (amalan kemaksiatan) , maka masuklah dia ke dalam neraka.
Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan penduduk neraka (amalan kemaksiatan) hingga jarak antara dirinya dengan neraka tinggal sehasta, akan tetapi catatan takdir telah mendahuluinya, dia pun melakukan perbuatan penduduk surga (amalan ketaatan) , maka masuklah dia ke dalam surga.
(HR. Bukhari dan Muslim).
☆☆☆
Penjelasan hadits
Ibnu Daqiqil Ied menyatakan bahwa hal di atas adalah kejadian yang jarang terjadi dan bukanlah suatu kejadian yang memang sudah menjadi keumuman. (Syarah Arba'in).
Al Imam Nawawi menyatakan, "Di dalam hadits ini terdapat dalil untuk tidak memastikan seseorang itu masuk surga atau masuk neraka, walaupun dia telah mengamalkan seluruh amalan kebaikan atau dia telah mengamalkan seluruh amalan kejelekkan.
Dan jangan pula seseorang untuk menyandarkan dirinya semata-mata berdasarkan amalan atau merasa takjub dengan amalannya, karena dirinya tidak tahu bagaimana akhir hidupnya nanti. Akan tetapi hendaknya dia memohon perlindungan kepada Allah dari akhir hidup yang jelek (su'ul khatimah) dan balasan yang jelek." (Syarah Arba'in).
Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan hikmah pada hadits di atas, "Bahwa seseorang yang melakukan amalan penduduk surga (amalan ketaatan) dalam hadits di atas, itu adalah yang tampak pada manusia. Padahal pada hakikatnya dia tengah menyembunyikan suatu niat yang jelek.
Maka niat yang jelek itu terus menguasainya hingga akhirnya dia pun menutup hidupnya dengan akhir yang jelek (su'ul khatimah). Kami berlindung kepada Allah dari hal yang demikian." (Ta'liqat Arba'in).
Syaikh Ismail ibn Muhammad al Anshari menyatakan bahwa, "Hendaknya seorang pun janganlah tertipu dengan keadaan zhahirnya saja karena akhir hidup seseorang itu tidak diketahui. Oleh karenanya disyariatkan untuk berdoa untuk kokoh di atas agama dan mendapat akhir hidup yang baik (husnul khatimah). (At Tuhfatur Rabbaniyyah).
Syaikh Abdul Muhsin al Abbad menuturkan, "Sesungguhnya seorang insan wajib untuk berada di antara perasaan takut (khauf) dan perasaan harap (raja') karena ada sebagian manusia yang sepanjang hidupnya mengamalkan amalan baik, akan tetapi di akhir hayat hidupnya ternyata menutup dengan amalan yang jelek.
Seorang insan juga seyogyanya untuk tidak berhenti dari rasa harapan (mendapat kebaikan) karena terkadang ada seseorang yang dirinya telah menghabiskan sepanjang hidupnya dengan kemaksiatan, akan tetapi kemudian Allah menganugerahkan kepadanya suatu jalan petunjuk hidayah, sehingga dia pun mendapat petunjuk hidayah di akhir umurnya." (Fathul Qawil Matin).
Syaikh Shalih alu Syaikh menjelaskan makna petikan hadits yang menerangkan adanya seorang yang melakukan perbuatan penduduk surga (amalan ketaatan), ini adalah apa yang terlihat pada zhahirnya.
Adapun di dalam hatinya, maka Allah lah yang tahu sebagaimana kita tidak tahu, bahwa ternyata di dalam hati mereka tengah menyimpan penyimpangan. Maka Allah sesatkan hati-hati mereka.
Kita meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah telah memutuskan dengan keadilan, dan tidak akan mungkin untuk menzhalimi manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itu lah yang menzhalimi dirinya sendiri." (Syarah Arba'in).
Selesai.
Wallahu alam.
Rujukan:
1. Syarah Arba'in Imam Ibnu Daqiqil Ied
2. Syarah Arba'in Imam an Nawawi
3. Ta'liqat Ahaditsil Arba'in Syaikh Ibnu Utsaimin
4. Syarah Arba'in Syaikh Ibnu Utsaimin
5. Syarah Arba'in Syaikh Shalih alu Syaikh
6. Al Minhatur Rabbaniyyah fi Syarhil Arba'in Syaikh Shalih Fauzan
7. Fathul Qawil Matin fi Syarhil Arba'in Syaikh Abdul Muhsin al 'Abbad
8. At Tuhfatur Rabbaniyyah fi Syarhil Arba'in Syaikh Ismail ibn Muhammad al Anshari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar