Minggu, 29 Desember 2013

Tidak Cukup Sekedar Ucapan “AKU TAKUT”


Pada asalnya manusia itu lemah, dan memang demikian adanya. Sekuat apapun dirinya, tetap saja celah-celah kelemahan itu akan ada. adalah Iblis, musuh bebuyutan bani adam yang kahot dalam mendeteksi kelemahan manusia akan selalu gencar dalam menjerumuskan manusia ke kubangan dosa dan durhaka. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman yang artinya: ''Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur'' [QS. Al-A'raf: 16-17]

Sesumbar Iblis ini tidak main-main, Allah subhanahu wa ta'ala Yang Maha Hikmah telah memberi tangguh kematiannya sampai hari kiamat. Jadilah Iblis makhluk yang sarat dengan pengalaman dalam menyesatkan. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman yang artinya: ''Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan Aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil'' [QS. Al-Isra: 62]

Pembaca yang semoga dirahmati Allah, setelah kita tahu nash-nash di atas maka wajib bagi kita untuk memiliki dua sikap. Sikap bagai dua sisi keping mata uang. Rasa takut (khauf) dan rasa harap (raja’).

Rasa takut kepada Allah adalah rasa takut seorang hamba yang akan membuahkan sikap ketakwaan. Sehingga dirinya akan senantiasa mendekat kepada Allah dan menjauh dari semua penyebab murka Allah. Ketika Iblis membisikkan kepadanya sebuah dosa, maka hamba tersebut segera mengingat siksa Allah yang pedih. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya penduduk neraka yang mendapatkan siksa yang paling ringan pada hari kiamat adalah orang yang di bagian lekuk kedua telapak kakinya diletakkan dua bara api, (dimana bara api tersebut) bisa mendidihkan dirinya hingga otaknya. Dan dia menyangka bahwa tidak ada seorangpun yang lebih berat siksanya dibanding dirinya, padahal dia adalah penduduk neraka yang paling ringan siksanya” [HR. Bukhari dan Muslim dari shahabat Nu’man bin Basyir radhiallahu’anhuma]. Wal’iyyadzubillah.

Adapun rasa harap, adalah sikap akan membuahkan seorang hamba senantiasa beristighfar dan memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang telah ia lakukan baik sadar atau tidak sadar. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya: “Wahai Bani Adam sesungguhnya kalian selalu berbuat salah di malam hari dan siang hari, sedangkan Aku adalah Dzat yang mengampuni dosa seluruhnya. Maka, mohon ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ampuni” [HR. Muslim dari shahabat Abu Dzar radhiallahu’anhu]

Pembaca yang semoga dirahmati Allah, janganlah kita seperti orang yang selalu takut dan takut sehingga putus asa dari rahmat Allah. Juga tidak selalu menjadi orang yang selalu berharap dan berharap, sehingga merasa aman dari siksa Allah. Akan tetapi ketika kita dalam kondisi lapang dan sehat, maka utamakanlah sikap takut kepada Allah. Jika dalam kondisi sempit dan sakit, maka utamakanlah sikap harap kepada Allah.

Ketika takut dan harap yang seperti ini dikumpulkan, maka jadilah kedua sikap ini bagai sayap yang akan menerbangkan seorang hamba kepada jalan Allah dengan selamat. Di sisi lain dia beribadah dengan sekuat kemampuannya dan takut melakukan dosa, di sisi lain dia terus memohon rahmat dan ampunan Allah akan dosa-dosanya.

Yaa Rabbi, berikanlah kepada hamba-Mu ini kemudahan dalam menetapi ketakwaan dan kemudahan dalam menjauhi kemaksiatan. Amin.

Hanyaikhwanbiasa di catatankajianku.blogspot.com


 Silahkan baca juga:
 

Tidak ada komentar: