Pada surat Al Isra ayat 23, tepatnya pada lafazh,
وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا
"Dan bicaralah kepada kedua orang tuamu dengan tutur kata yang baik".
Seorang tabiin besar, Said ibnul Musayyib menjelaskan tafsir ayat ini dengan,
قَوْلُ العَبْدِ المُذْنِبِ لِلسَّيِّدِ الفَظِّ.
"Ucapan seorang budak yang bersalah kepada tuannya yang keras/kasar." (Lihat Tafsir Al Qurthuby).
Itulah permisalan yang digambarkan oleh Said ibnul Musayyib. Seorang anak hendaknya ketika berbicara atau berbincang dengan kedua orang tuanya, memposisikan dirinya layaknya seorang budak yang melakukan kesalahan di hadapan tuannya yang horor dan killer. Tentulah bisa kita bayangkan bagaimana si budak itu akan berperilaku dan bertutur.
Ibnu Asakir dalam Tarikh Ad Dimasqi (53/216) mencontohkan bagaimana sosok seorang Muhammad ibnu Sirrin rahimahullahu ketika berbincang dengan ibunya. Dinyatakan sendiri oleh saudarinya, Hafshah bintu Sirrin,
وما رأيته رافعًا صوته عليها، كان إذا كلَّمها كالمصغي إليها
Aku tidak pernah melihat dia (Muhammad bin Sirrin) meninggikan suara di hadapan ibunya. Jika ia berbincang dengan ibunya maka ia seperti orang yang benar-benar memperhatikan (fokus)".
Bahkan dalam Ath Thabaqatul Kubra karya Ibnu Sa'ad (7/148), dibawakan sebuah riwayat,
أنَّه إذا كان عند أمِّه لو رآه رجلٌ لا يعرفه ظنَّ أنَّ به مرضًا من خفض كلامه عندها
Bahwasanya ia (Muhammad ibnu Sirrin) jika di hadapan ibunya, maka orang yang tidak mengenalnya akan mengira ia (Muhammad bin Sirrin) sedang sakit dikarenakan sangat lirihnya suara beliau di sisi ibunya".
Allahul musta'an, betapa jauhnya kita dengan amalan para salaf ini.
Betapa seringnya kita membentak orang tua. Menyalahkannya, bahkan mencercanya sampai terhina. Oleh siapa? Oleh kita, anaknya sendiri!
Di hadapan orang lain kita bisa menahan lisan dan sikap. Tapi mengapa di hadapan orang tua sendiri, kita orang yang paling kejam dan bengis?
قَوْلُ العَبْدِ المُذْنِبِ لِلسَّيِّدِ الفَظِّ.
"Ucapan seorang budak yang bersalah kepada tuannya yang keras/kasar."
Seakan-akan berbalik. Bukan kita berposisi sebagai budaknya, tetapi kita yang berposisi sebagai tuannya, innalilahi wa innailaihi raji'un.
Mari benahi diri. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar