Janganlah rutinitas mudik tahunan sebagai beban dan berlalu begitu saja, akan tetapi niatkan untuk mewujudkan harapan orang tuamu yang rindu akan kedatangan anaknya, semoga dengan niat tersebut Allah ta'ala mengganjar perjalananmu sebagai ibadah birrul walidain.
Maka jika mudikmu diniatkan ibadah, tentulah tak ada keluh kesah di dalam menjalankannya. Jadikan macet, letih, kurang tidur dan kesempitan-kesempitan lainnya sebagai kafarah dosa untukmu. Nikmati saja. Bukankah Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ ؛ وَلَا نَصَبٍ ؛ وَلَا هَمٍّ ؛ وَلَا حَزَنٍ ؛ وَلَا غَمٍّ ؛ وَلَا أَذًى – حَتَّى الشَّوْكَةُ يَشَاكُهَا – إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit, lelah, kegundahan, kesedihan, kegalauan, atau sesuatu yang menyakiti, sampai pun duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menjadikan hal tersebut sebagai kaffarah (penggugur) bagi dosa-dosanya.” (HR. Bukhari Muslim).
Jangan lupa, jalani peraturan pemerintah terkait aturan mudik, karena menaati peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan syariat, ada nilai ibadah juga di sisi Allah ta'ala.
Juga, Jjika tujuan mudikmu untuk ibadah, maka jadikanlah proses di dalam menjalankannya tidak terkotori oleh kemaksiatan-kemaksiatan, berupa meninggalkan shalat, misuh-misuh/marah-marah sepanjang perjalanan, menerjang pelanggaran lalu lintas dan lainnya.
Harapannya, semoga mudikmu mendapat keridhan dan barakah dari Allah ta'ala, aamiin.
Selamat mudik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar