Jumat, 13 April 2012

Kecerdasan atau Luasnya Pengetahuan Bukan Tolak Ukur Kebenaran

Sahabat muslim, apakah mesti orang pintar berilmu itu pasti di atas petunjuk? Atau apakah merupakan suatu kelaziman orang yang cerdas berotak encer itu pasti ada di pihak yang benar? Atau apakah bisa dipastikan orang yang berpengetahuan luas itu berarti yang memegang al haq?

Maka jawabnya belum tentu.

Mengapa demikian?


Coba kita tengok sejenak sedikit bagian dari kisah bangsa yahudi yang terlaknat.

Bangsa yahudi adalah bangsa yang dimurkai Allah. Mereka adalah orang-orang yang berilmu dan mengerti akan jalan petunjuk tapi mereka toh ternyata lebih suka memilih jalan kesesatan dan jalan kekafiran. Bukti dari ini semua adalah firman Allah ta’ala yang artinya: “Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, Maka setelah datang kepada mereka apa yang Telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la'nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu”. (Al-Baqarah: 89)

Orang-orang yahudi yang hidup di masa turunnya kenabian Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam itu tahu kalau sebentar lagi mereka akan kedatangan seorang utusan Allah yang terakhir. Mereka dapat mengetahuinya dengan detail melalui kitab sucinya kala itu, Taurat. Bahkan kaum Nasraninya pun tahu melalui Injilnya.

Disebutkan bahwa mereka mengetahui sifat-sifat dan karakteristik nabi tersebut melebihi pengetahuan mereka terhadap anak-anak mereka sendiri. Allah subhanahuwata’ala berfirman yang artinya: “Orang-orang yang Telah kami berikan Kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah)”. (Al An’am: 20)

Dalam kitab Shahihul Asbab Annuzul karya asy Syaikh Muqbil rahimahullah disebutkan bahwa orang-orang Yahudi kerap kali mengancam orang-orang arab kala itu dengan berita kedatangan nabi terakhir. Mereka dengan lantang mengancam akan memerangi mereka bersama nabi tersebut.

Sahabat muslim, Inilah segelintir bukti bahwa mereka berilmu dan mengetahui dengan jelas akan datangnya seorang nabi yang akan menutup untaian risalah kenabian.

Namun apakah yang terjadi setelah itu?

Ketika Allah menetapkan pengemban kenabian itu kepada seorang pemuda Quraisy keturunan Nabiyullah Ismail ‘alaihissalam dan bukan dari keturunan Nabiyullah Ishaq, bangsa yahudi pun menolak mentah-mentah kenabian tersebut. Mereka tidak mau terima keputusan Allah yang Maha Hikmah. Mereka mendurhakai rasul yang mulia tersebut. Muhammad ibn Abdillah ibn Abdul Muthalib.

Mereka campakkan ilmu yang telah mereka pelajari. Mereka seakan lupa bahwa mereka adalah orang-orang yang baru saja membaca kitab suci mereka yang menjelaskan tentang kedatangan rasul tersebut. Mereka telah terkena penyakit sebagaimana Iblis la’natullah ‘alaihi terkena.

Penyakit sombong dan penyakit hasad. 

Laknat Allah atas Iblis dan yahudi.

Sahabat muslim, Inilah bukti bahwa tidak mesti orang yang berilmu akan mengikuti dan mengamalkan ilmunya. Ini selaras dengan ucapan Imam adz Dzahabi rahimahullah (secara makna): “Bukanlah ilmu jika semata banyaknya periwayatan dan banyaknya kitab, akan tetapi ilmu itu sejatinya adalah bentuk ittiba’ (pengikutan thd syariat)”

Maka janganlah dijadikan tolak ukur kebenaran itu semata kepada kecerdasan, encernya pemahaman, luasnya pengetahuan dan lainnya. Tapi semestinya kita yakini bahwa itu semua merupakan sebab saja dan tetap kita katakan dengan tegas bahwa tolak ukur kebenaran adalah apa-apa yang datang dari Allah dan RasulNya melalui nash-nash yang shahih yang telah diaplikasikan oleh para shahabat nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.

Sungguh indah apa yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (secara makna): “Banyak orang yang diberi kecerdasan tapi (Allah) tidak memberinya kesucian”
dan ucapan Syaikh Abdurrahman al ‘Adani hafizhahullah (secara makna): “Batapa banyak orang yang pintar tapi tidak bersih (hatinya)”

Dengan demikian jangan heran kalau ada kita dapati ada orang-orang yang mempunyai daya pemahaman yang biasa-biasa saja atau IQ yang pas-pasan ternyata dipilih oleh Allah ta’ala sebagai Dzat yang Maha Hikmah sebagai pengemban hidayah As Sunnah dan Allah anugerahkan keikhlashan kepada mereka dalam menghidupkan dan membela sunnah-sunnah nabiNya shalallahu ‘alaihi wasallam. Sebaliknya, janganlah heran ketika kita dapati ada orang-orang yang cerdas, pintar, berotak encer, ber IQ tinggi tapi Allah jadikan mereka sebagai orang-orang yang menolak dakwah As Sunnah, bahkan menjadi penentang dakwah As Sunnah. Na’udzubillah.

Hidayah adalah milik Allah, dan Allah jua lah yang menentukan siapa yang pantas atau tidaknya hidayah tersebut diberikan.

Sahabat muslim, Dimanakah posisi kita?
Apakah kita masih merasa sombong untuk tunduk kepada syariat ini?
Apakah kita merasa sok ini dan sok itu untuk menerima al haq?
Apakah kita rela kelak di hari kiamat disatukan dalam barisan orang yahudi?

Wallahu ‘alam.


(Tertulis catatan ini setelah mengaji kitab Syarah Masa’il Jahiliyyah karya Syaikh Shalih al Fauzan hal. 48 bersama Al Ust. Abdurrahman Mubarak Ata)

Tidak ada komentar: