Pernyataan sebagian kaum muslimin d'kita harus adil dalam dunia dan akhirat' sering kita dengar.
Pernyataan tersebut kita yakini tidak tepat. Karena seorang mukmin harus memberatkan urusannya kepada kepentinan akhiratnya. Adapun dunia, hendaknya dia jadikan hanya sebagai sarana menuju kepentingan akhiratnya.
Walaupun pernyataan 'seimbang antara dunia dan akhirat' sebenarnya tidak tepat, tapi la'bas. Tidak mengapa. Anggap kita sepaham dengan mereka.
Mari kita koreksi bersama, amalan mereka yang berpaham 'seimbang' ini.
1. Jika mereka takut terlambat bangun tidur karena bisa menjadi sebabnya terlambat masuk kerja, apakah mereka juga takut terlambat shalat shubuh berjama'ah? Padahal shalat berjama'ah di mesjid adalah wajib bagi lelaki.
2. Jika mereka takut bolos masuk kerja karena khawatir kehilangan pekerjaan, apakah mereka juga takut bolos dari majelis ilmu? Padahal meninggalkan majelis ilmu adalah salah satu sebab yang bisa menghilangkan hidayah.
3. Jika setiap hari mereka update situs-situs berita manca negara, apakah setiap hari juga mereka meng-update berita kejadian di zaman nabi? Dimana dengannya, mereka akan mengetahui sunnah-sunnah yang bisa menyelamatkan kehidupan.
4. Jika dibenak mereka selalu ingin selangkah lebih maju dalam urusan dunianya, dan tidak mau monoton apalagi menurun karena itu teranggap sebagai kerugian, maka apakah dalam urusan akhiratnya dia mau selangkah lebih maju lagi dengan melakukan ibadah-ibadah dan amal shalih?
5. Jika pada mereka terluput dari perkara dunianya, mereka menyesal dan sedih. Tapi ketika ada perkara akhiratnya yang terluput, apakah mereka juga merasa menyesal dan sedih?
6. Jika mereka selalu ingin menambah penghasilan dunianya dengan lembur kerja, apakah mereka juga ada keinginan menambah ilmu dan ibadah dengan melemburkan diri?
7. Jika mereka takut berbuat salah karena khawatir dimarahi atasan, apakah mereka juga takut kalau bermaksiat? Padahal maksiat adalah salah satu sebab kemurkaan Allah.
Sebenarnya masih banyak lagi yang ingin kami paparkan kepada mereka yang berpaham 'seimbang' ini. Tapi, semoga cukup untuk bahan renungan kita semua.
Artikel ini asalnya adalah nasehat untuk diri penulis sendiri.
Al Fakir ila Rahmatillah,
hanyaikhwanbiasa@catatankajianku.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar