والله ما أستطيع أن أقول: إني ذهبتُ يومًا قطُّ أطلبُ الحديث أُريدُ به وجهَ الله - عزَّ وجلَّ.
Demi Allah, aku tidak sanggup untuk mengatakan: Sesungguhnya aku pergi pada satu hari saja untuk menuntut ilmu hadits mengharapkan wajah Allah azza wa jalla".
Ucapan di atas menunjukkan keikhlasan adalah bukan perkara yang main-main. Namun dengan sikap kesungguhan di dalam menjaga kesimbambungan dalam thalabul ilmi, insyaallah lambat atau cepat, Allah ta'ala akan berikan sifat ikhlas itu pada dirinya. Rabi ibnu Khutsaim rahimahullah berkata,
ما لا يُبْتغى به وجْهُ الله - عزَّ وجلَّ - يضمحلّ.
"Segala hal yang tidak ditujukan dengannya wajah Allah azza wa jalla, maka akan sirna".
Maka dengan ucapan di atas bisa memberikan kita pelajaran bahwa tanda amalan yang tidak ikhlas, adalah amalan yang lambat laun akan hilang dan sirna. Oleh karenanya semakin lama seseorang mengenal hidayah ilmu, semestinya semakin lama bukan semakin turun dan merosot semangat talabul ilmi-nya, namun tetap sama baik di awal maupun sekarang, bahkan hingga nanti. Tetap thalabul ilmi!
Imam Malik pernah ditanya perihal karya beliau Al Muwatha'. Mengapa menyusun kitab tersebut padahal telah banyak ada kitab-kitab yang semisal. Maka beliau menjawab
ما كان لله بقي
"Sesuatu yang dilandasi karena Allah, pasti akan lebih langgeng."
Nyatanya, banyak manfaat dari karya Imam Malik tersebut. Bahkan para Imam setelahnya, semisal Imam Syafi'i dan Abdurrahman bin Mahdi sangat memuji keberadaan Al Muwatha'.
Maka perlu kita tanyakan kepada diri-diri kita masing-masing:
Apa motivasi kita membaca dan menghafal Al-Qur'an? Jika ia ikhlas pasti ia akan sabar di dalam membaca atau menghafal Al-Qur'an. Bahkan sebagai bentuk kecintaannya kepada Allah azza wa jalla, ia tidak bosan atau jenuh di dalam melantunkan kalam-kalamNya.
Apa motivasi kita dalam berinfak dan bersedekah? Jika ia ikhlas, maka ia akan terus menjaga apa yang ia telah keluarkan sebelumnya.
Apa motivasimu di dalam menuntut ilmu?
Percayalah, suatu kebaikan jika diiringi dengan keikhlasan maka hasil dari kebaikan tersebut akan tetap ada, langgeng dan bertahan.
Abu Bakar bin Khalal, adalah seorang tokoh mazhab Imam Ahmad yang menulis semua ucapan Imam Ahmad terkait masalah fikih, hadits dan ilmu-ilmu lainnya, pergi dari negeri satu ke negeri lainnya dalam rangka menemui murid-murid Imam Ahmad. Satu demi satu beliau catat ucapan-ucapan Imam Ahmad hingga terkumpulah susunan fatwa-fatwa Imam Ahmad sebanyak 20 jilid, dan dinamakan kitab tersebut Al jami' fil fiqhi li Imam Ahmad. Di mana di dalam kitab tersebut mencakup pula 3 jilid tentang masalah 'Ilal hadits dan 3 jilid terkait masalah sunnah.
Yang menarik pada kisah di atas adalah bagaimana Al Imam Ahmad sangat melarang para murid-muridnya untuk menulis ucapan-ucapan beliau dan Imam Ahmad hanya mengizinkan menulis Al-Qur'an dan hadits-hadits nabi dari lisan beliau. Akan tetapi ketika hal itu didasari dengan keikhlasan maka Allah melanggengkan ucapan-ucapan Imam Ahmad melalui abu Bakar bin Khalal, di mana beliau mengumpulkan serpihan-serpihan ucapan imam Ahmad yang yang telah dihafal oleh para murid-muridnya ke dalam sebuah susunan kitab.
Maka sebagai bahan renungan untuk kita, jawablah dengan jujur oleh diri-diri kita,
Untuk apa selama ini kita berta'awun di dalam dakwah, membuat poster-poster dakwah, menyebarkan kajian atau faedah-faedah ilmu?
Tujuan apakah kita selama ini mengajari anak-anak kaum muslimin di tempat-tempat belajar mereka?
Inilah pentingnya kita saling mengingatkan diri-diri kita untuk senantiasa ikhlas di dalam setiap amalan.
Wallahu alam
Semoga bermanfaat.
Faidah Tausiah Bada Shubuh oleh Al Ustadz Abu Nasim Mukhtar hafizhahullahu ta'ala di Ma'had Riyadhul Jannah Cileungsi, 20 Syaban 1443H / 19 Maret 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar