Dengan santainya dia menjawab, "Sorry, gue jadi tukang mabok kan udeh ditakdirin dari sononya..."
Allahu musta'an..
Tidak tahu dapat dari mana si pemabuk ini bisa berhujjah.
Ketika dinasehati, dia melegalkan maksiatnya dengan takdir.
Beginilah faham Qadariyah jika telah masuk ke kepala.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "... Maka batilah orang yang bermaksiat, berhujjah (beralasan) dengan takdir Allah.
Kita katakan kepadanya: Engkau menganggap bahwa sekarang engkau telah ditakdirkan oleh Allah bermaksiat. Maka engkau pun bermaksiat.
Maka, kenapa engkau tidak beranggapan saja kepada anggapan bahwa engkau sekarang telah ditakdirkan oleh Allah untuk melakukan ketaatan, lalu engkau pun melakukan ketaatan?!
Sesungguhnya perkara takdir adalah perkara yang rahasia dan tidak ada yang tahu kecuali Allah saja! Kita tidak ada yang tahu apa yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah kecuali setelah terjadinya suatu kejadian.
Jika engkau lebih mendahulukan maksiat dalam takdir, maka kenapa engkau tidak mendahulukan ketaatan saja dalam takdir? Dan engkau berkata: Sesungguhnya saya ini taat dengan ketentuan dan takdir Allah..!"
[Lihat Syarah Arbain Nawawi-Syaikh Utsaimin, hal. 85, cet. Darul Mushtafa 2012].
Allahu musta'an..
Tidak tahu dapat dari mana si pemabuk ini bisa berhujjah.
Ketika dinasehati, dia melegalkan maksiatnya dengan takdir.
Beginilah faham Qadariyah jika telah masuk ke kepala.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "... Maka batilah orang yang bermaksiat, berhujjah (beralasan) dengan takdir Allah.
Kita katakan kepadanya: Engkau menganggap bahwa sekarang engkau telah ditakdirkan oleh Allah bermaksiat. Maka engkau pun bermaksiat.
Maka, kenapa engkau tidak beranggapan saja kepada anggapan bahwa engkau sekarang telah ditakdirkan oleh Allah untuk melakukan ketaatan, lalu engkau pun melakukan ketaatan?!
Sesungguhnya perkara takdir adalah perkara yang rahasia dan tidak ada yang tahu kecuali Allah saja! Kita tidak ada yang tahu apa yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah kecuali setelah terjadinya suatu kejadian.
Jika engkau lebih mendahulukan maksiat dalam takdir, maka kenapa engkau tidak mendahulukan ketaatan saja dalam takdir? Dan engkau berkata: Sesungguhnya saya ini taat dengan ketentuan dan takdir Allah..!"
[Lihat Syarah Arbain Nawawi-Syaikh Utsaimin, hal. 85, cet. Darul Mushtafa 2012].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar