Minggu, 03 Mei 2015

Anda Marah Ya?

Mata memerah, otot leher pun menegang, hati bergejolak tak menentu, darah pun naik, lisan dan tangan siap bergerak, memuntahkan amarah, melampiaskan kekesalan.

Tunggu dulu..
Anda marah?

Sebelum Anda melampiaskannya, coba perhatikan nasehat-nasehat berikut ini!

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, pernah suatu ketika Rasulullah mendapati dua orang yang saling marah memaki, hingga memerah wajah keduanya.

Ketika didapati demikian, Rasulullah berkata: Sesungguhnya aku mengetahui sebuah kalimat yang jika diucapkan niscaya akan hilang apa yang mereka alami (marah). Yaitu ucapan:
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
(Mutafaqun 'alaihi)

Yang Anda harus lakukan adalah berta'awudz.
Itu yang pertama.

Yang kedua, perhatikan penuturan Abdullah bin 'Aun di dalam kitab Hilyatul Aulia: Apabila aku tertimpa rasa marah kepada seseorang, maka aku hanya mengatakan kepada orang tersebut:
بارك الله فيك
(Al Hilyah 3/39)

Jadi kalau marah, lisan jangan berkata yang macam-macam ya.

Supaya tangan dan kaki terkendali, coba perhatikan sabda Nabi berikut ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud -hadits ini hasan-: Apabila salah seorang dari kalian marah dan posisi dia sedang berdiri maka duduklah. Jika marahnya tidak hilang maka berbaringlah.
(HR. Abu Daud, dihasankan sanadnya oleh Syuaib al Arnauth dlm Syarhus Sunnah).

Kata Imam al Khathabi dalam Syarah Ma'alimis Sunan bahwa tujuan sabda Nabi di atas adalah agar orang yang marah bisa terhindar dari aksi yang akan membuat penyesalan setelahnya.
(Syarah al Ma'alim 7/116).

Ya. Namanya penyesalan adalah di akhir dan tiada guna.

Berkata Muraq al 'Ajali: Aku mempelajari ash shamt selama 10 tahun. Tidaklah aku berkata apapun jika aku marah. Karena hanya penyesalan yang akan kudapat jika telah reda marahku (jika aku umbar lisanku ketika marah).
(Al Hilyah 2/235).

Semoga untaian nasehat di atas bisa meredam aksimu ketika marah.
Wallahu alam.

* Disadur bebas dari sumber:
-Majmu'ah Rasail Syaikh Jamil Zainu, jil. 1, hal. 304-305, cet. Maktabah Shahabah 2005.
-At Tahdzibul Maudhu'i li Hilyatil Aulia, hal. 582-583, cet. Daruth Thayyibah 2005.

Tidak ada komentar: