Minggu, 24 Desember 2017

Menyalami dan Menjabat Tangan Ahlul Bid'ah Bukan Hal yang Remeh di Sisi Salaf

Said ibn Amir rahimahullah berkata,

"مَرِضَ سُلَيْمَانُ التَّيْمِيُّ فَبَكَى فِي مَرَضِهِ بُكَاءً شَدِيدًا ،
فَقِيلَ لَهُ : مَا يُبْكِيكَ أَتَجْزَعُ مِنَ الْمَوْتِ ؟
قَالَ : " لا ، وَلَكِنْ مَرَرْتُ عَلَى قَدَرِيٍّ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ ، فَأَخَافُ أَنْ يُحَاسِبَنِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ " 

Artinya:
"Suatu hari Sulaiman at Taimi terjatuh sakit, di dalam sakitnya beliau menangis dengan sangat, maka beliau ditanya, "Mengapa engkau menangis? Apakah engkau takut dengan al maut?". Beliau menjawab, "Tidak, akan tetapi aku pernah melewati seorang qadari (orang yang berpemahanan qadariyah), aku pun menyalaminya, maka aku takut kalau Rabb-ku akan menghisabku karenanya."

Sufyan ats Tsauri rahimahullahu berkata,

"من سمع مبتدع، لم ينفعه الله بما سمع، ومن صفحه فقد نقص الاسلام عروة عروة"

Artinya:
"Barang siapa yang mendengar dari seorang mubtadi (ahlul bid'ah) niscaya Allah tidak akan memberikan manfaat dengan apa yang dia dengar. Barang siapa yang menjabat tangannya, maka sesungguhnya dia telah melemahkan (tali) islam seutas demi seutas.".

(Atsar dinukil dari Talbis Iblis-Ibnul Jauzi [tahqiq Syaikh Zaid al Madkhali], hal. 33-34, cet. Darul Wasitiyyah 2015)

Tidak ada komentar: