Jumat, 25 Januari 2019

Bagaimana bisa "laa ilaha illallah" itu mencangkup atas seluruh macam-macam tauhid?


Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu menjawab, "Kalimat itu mencangkup atas seluruh macam-macam tauhid, bisa karena memang kandungan di dalamnya, atau karena ada suatu bentuk ilzam (keharusan) di dalamnya.

Oleh karenanya ketika ada seorang yang mengucapkan "asyhadu alla ilaha illallah" maka terlintas di benak bahwa yang dimaukan dari kalimat itu adalah tauhid ibadah -yang mana dinamakan juga tauhid uluhiyyah-, dan ini mengandung tauhid rububiyyah, karena setiap ibadah hanya kepada Allah saja dan sesungguhnya tidak ada yang pantas menjadi Dzat yang diibadahi, sampai Dia adalah Dzat yang mempunyai sifat rububiyyah.

Demikian juga terkandung di dalamnya tauhid asma wa sifat, karena seorang insan tidak akan beribadah kecuali kepada Dzat yang telah diketahui bahwa memang Dzat tersebut adalah berhak untuk diibadahi yang mempunya nama-nama dan sifat-sifat. Oleh karenanya Nabi Ibrahim berkata,

يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا

Artinya,
"Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?" (QS. Maryam: 42).

Maka tauhid ibadah mencangkup juga kepada tauhid rububiyyah dan tauhid al asma wash shifat."

(Disadur dari Fatawa Arkanil Islam wal Aqidah-Syaikh Utsaimin, hal. 79, cet. Maktabatush Shaffa 2007)

Tidak ada komentar: