Jumat, 25 Januari 2019

Terjemah Al Hadits, wa Makanatuhu fit Tasyri al Islami-Syaikh Muhammad Khalil Harras 7

Kesungguhan Ulama dalam Penyusunan Hadits

Syaikh Muhammad Khalil Harras rahimahullah berkata, "Terus menerus para ulama dalam kesungguhannya menyusun hadits-hadits, maka tampilah seorang yang bernama Ahmad ibn Hanbal rahimahullah dengan musnad-nya sebagai imam bagi manusia.

Ketika masa semangat-semangatnya gerakan untuk mengumpulkan hadits, kala itu Kufah adalah pusat utama dalam kegiatan tersebut, maka para ulama pun mulai meletakkan syarat-syarat dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi dalam hal penghukuman status sebuah hadits agar hadits tersebut bisa terhukumi menjadi shahih dan bisa diterima, yakni penbahasan pada sisi rantai sanadnya agar tetap bersambung dari nukilan orang-orang yang adil terpercaya hingga rantai penukilannya tersebut sampai ke Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Para ahlul hadits membahas sanad-sanad yang ada, agar terbedakan mana hadits yang kuat dan mana yang lemah, oleh karenanya mereka meletakkan ilmu al jarh wat ta'dil untuk dapat menilai kredibilitas orang-orang yang berada di dalam sanad hadits (perawi). Yang terkenal dan mumpuni dengan keilmuan ini dari kalangan cendikia yang biasa mengkritik para perawi di antaranya adalah Yahya ibn Ma'in, Yahya ibn Sa'ad al Qaththan, Abdurrahman ibm Mahdi, Ahmad ibn Hanbal, Ali ibnul Madini, Al Bukhari, An Nasaai, Ibnu Hibban, Ad Daruquthni, Abu Zuhrah ar Razi dan Abu Hatim al Busti.

Tidaklah mereka tinggalkan seorang perawi yang meriwayatkan suatu hadits kecuali mereka akan dinukilkan derajat kredibitasannya. Mereka mengadakan pengajaran tentang keadaan perawi tersebut dengan kajian yang memadai dan menulis kitab-kitab yang berisikan para perawi yang lemah, perawi yang ditinggalkan dan perawi yang tidak dikenal, sehingga dengan itu mereka membagi hukum suatu hadits sesuai dengan sanadnya masing-masing kepada shahih, hasan dan dhaif. Mereka juga mengkaji keadaan-keadaan hadits yang ada, dan mendapati berbagai macam illat (cacat) pada masing-masingnya, maka mereka pun membuat pembagian hukum-hukum hadits yang berkenaan dengan itu seperti: hadits mursal, munqathi, mu'dhal, syadz dan munkar dari pendustaan.

Kesimpulannya adalah mereka tidaklah meninggalkan sesuatu yang berkaitan dengan ilmu hadits kecuali telah lengkap pembahasannya dan pengkajiannya, maka dengan inilah akhirnya terjaga sunnah nabi di antara mereka dari hal-hal yang aneh dan dusta.

Ketika Imam Bukhari rahimahullah ingin menyusun kitab Shahih-nya, beliau menyaratkan dengan dua syarat:
Syarat yang pertama adalah bahwa masing-masing setiap perawi yang terhubung di dalam suatu sanad, dalam mengambil haditsnya mesti sama-sama hidup sezaman.
Syarat yang kedua adalah masing-masing perawi dalam rantai sanad dipastikan bertemu dan memang mengambil (meriwayatkan) hadits darinya.

Akan tetapi Imam Muslim rahimahullah hanya mencukupkan dengan syarat yang pertama saja, yakni masing-masing perawi cukup diketahui hidup sezaman saja, oleh karenanya derajat pentashihan hadits pada Imam Bukhari itu lebih tinggi (dibandingkan Imam Muslim), walaupun (kitab Shahih yang disusun oleh) Imam Muslim itu lebih unggul dari sisi pengurutannya dibandingkan Imam Bukhari."

Sumber
Al Hadits, wa Makanatuhu fit Tasyri al Islami-Syaikh Muhammad Khalil Harras, hal. 28 dan 29, cet. Darul Istiqamah 2010

#terjemah_alhadits_khalil_harras

Tidak ada komentar: